Bab 11; Kepada Langit Malam yang Menenggelamkan Bintang-bintang

Start from the beginning
                                    

Sebelum akhirnya lelaki itu pergi meninggalkan Kala sendirian, di kamarnya yang dingin, dengan ponsel yang sudah sepenuhnya mati, dan bahkan tidak pernah menyala kembali.

Semenjak malam itu, Kala tidak pernah lagi melewati batasnya. Amarah Papa malam itu adalah hal paling menakutkan untuk Kala dan karenanya ia berusaha untuk tidak pernah lagi membangkitkan sisi gelap Papa yang satu itu. Tidak satu kali pun. Namun, dari hari ke hari, Kala akhirnya sadar, kalau ternyata Papa tidak hanya marah padanya gara-gara Denta. Ternyata Papa tidak hanya menyakitinya ketika ia ketahuan melanggar batas yang lelaki itu ciptakan di rumahnya. Bahkan setelah Kala diam dan menuruti semua keinginannya, lelaki itu masih sering marah. Masih sering membentak. Juga masih sering menyakitinya.

Sampai akhirnya, di tahun ketiga ia hidup di kota itu, Kala akhirnya tahu bahwa Papa punya seorang wanita. Namanya Amara. Beberapa kali, Papa membawa wanita itu ke rumah. Di jam-jam tengah malam menuju dini hari, dengan pakaian terbuka, bau alkohol, juga sisa-sisa asap rokok yang bahkan masih bisa tercium di sepanjang udara dari depan pintu menuju satu kamar kosong di rumah mereka. Hingga suatu hari, di bulan November tahun ketiga kepindahannya dari Jakarta, saat hujan pertama di bulan itu turun luar biasa derasnya, di sanalah puncak dari seluruh amarah Papa. Yang juga menjadi puncak seluruh rasa sakit Kala.

Kala baru kembali dari sekolah hari itu, dengan satu paper bag berisi kue ulang tahun yang dia beli di perjalanan pulang, ketika mendapati pintu kamar Papa terbuka lebar dengan Amara yang ternyata sudah mengeluarkan hampir seluruh isi lemari lelaki itu.

Dengan tergesa-gesa pemuda itu meletakkan kue yang dibelinya ke meja makan dan langsung bergegas ke kamar Papa.

"Anda ngapain di kamar Papa saya?"

Wanita dengan rambut sebahu yang diwarnai cokelat terang itu seketika menoleh dan mengembuskan napas kasar. Tetapi seolah tidak peduli dengan kedatangan Kala, wanita itu berpindah dari lemari satu ke yang lainnya. Kala tidak tahu apa yang sebenarnya wanita itu cari hingga dengan kurang ajar dia menjajah isi kamar lelaki yang bahkan bukan suaminya, di saat pemiliknya jelas-jelas sedang tidak ada. Selama ini, Kala bahkan tidak berani masuk kamar Papa sembarangan. Tidak berani menyentuh barang-barang Papa tanpa izin. Tetapi wanita itu, yang bahkan bukan siapa-siapa, yang mungkin statusnya di rumah itu tidak lebih dari sekadar wanita simpanan, berani sekali mengobrak-abrik hampir semua barang Papa yang ada di dalam ruangan.

"Keluar dari sini!" ujar Kala, penuh penekanan. Tangan pemuda itu sudah mengepal, kuat sekali hingga telapak tangannya seperti terbakar. Namun, wanita di depannya itu hanya membalas dengan suara decihan dan tetap membongkar satu per satu rak lemari Papa.

Hingga sampai di rak paling bawah, sebuah kotak brankas wanita itu temukan. Lalu tanpa permisi dia mengambil sejumlah uang, memasukkannya ke dalam tasnya sendiri dan dengan gerakan tergesa-gesa mengembalikan lagi barang-barang yang tadi ia keluarkan dengan asal. Terakhir, pintu lemari yang semula terbuka wanita itu tutup kembali dengan kasar, hingga suara berdebam menggema di seisi kamar Papa yang seharusnya tenang. Kemudian, tanpa mengatakan apa-apa wanita itu berjalan melewati Kala. Tetapi dengan cepat pemuda itu menahan lengannya.

"Uang yang selama ini Papa saya kasih buat anda masih belum cukup?"

Wanita itu menatap tajam tangan Kala yang mencengkeram lengannya, sebelum kemudian pandangannya naik dan berhenti tepat di kedua mata Kala yang sore itu juga menyala dengan emosi serupa.

"Kamu anak kecil. Nggak usah ikut campur. Balik aja ke kamarmu sana." Lalu dengan kasar wanita itu menyentak cengkeraman Kala. Hingga terlepas. Hingga ruang gerak wanita itu kembali bebas.

Langkahnya yang sempat terhenti pun kembali bergerak meninggalkan kamar Papa dengan tergesa. Samar-samar Kala juga bisa mendengar ponsel di dalam tas wanita itu berdering, tetapi sepertinya sengaja diabaikan saja.

Hujan Bulan DesemberWhere stories live. Discover now