18► reply me briefly to calm me down (lhs)

212 87 101
                                    

Retha keluar dari game center untuk segera kembali ke rumah. Ini sudah terlalu larut. Jay mungkin akan memarahinya karena telah melewatkan makan malam.

Tidak ada siapa pun yang melintas di jalan itu. Retha berjalan santai seakan sudah terbiasa. Lampu remang-remang menemaninya di sepanjang perjalanan, ditambah semilir angin yang terus berembus tanpa henti.

Sebenarnya jalan ini bukanlah jalan satu-satunya menuju komplek perumahan. Retha bisa saja mengambil jalur lain seperti anjuran Jay dulu, tetapi dia malas karena jaraknya yang terlalu jauh. Di sana juga sangat ramai. Retha tidak ingin menjadi pusat perhatian.

Tiba-tiba Retha mendengar sesuatu dari salah satu lorong. Dia mempercepat langkahnya secara alami, berusaha setenang mungkin untuk mengantisipasi. Bayangan seseorang lalu muncul di dekat kakinya. Belum ada tiga kali dia melangkah, bahunya dipegang. Retha membeku sesaat, sebelum akhirnya berbalik badan untuk melihat si pelaku.

"Retha, kan?"

Suara berat yang benar-benar familier menjamah pendengaran Retha. Seorang laki-laki dengan postur tubuh tinggi, putih, dan rahang tegas, adalah titik atensi Retha saat ini. Orang itu tersenyum manis, mengingatkan Retha tentang kehidupan masa SMP-nya di Amerika.

"Chris?" ujar Retha refleks.

"Apa kabar? Udah lama ga ketemu." Sosok yang dipanggil Chris itu terus mendekati Retha, seolah sengaja menggiringnya untuk masuk ke lorong yang gelap. Retha sadar bahwa posisinya sekarang dalam bahaya.

"Sorry, gue ada urusan," ujar Retha seraya mengalihkan pandangan. Diam-diam dia mengambil ponsel dan membuka kunci layar.

"Ngapain buru-buru? Lo ga pengin ngobrol sama gue?" tanya Chris dengan sebelah alis terangkat. Dia memandangi Retha dari atas sampai bawah, menyadari perubahan drastis yang sama sekali tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Chris menyunggingkan senyum miring.

"Lain kali aja." Retha hendak melewati Chris dari sisi kanan, tetapi pergerakannya dihalangi.

"Retha." Chris mencengkeram pergelangan tangan Retha. Pandangan mereka pun bertemu, sejenis tatapan yang tidak bersahabat. "Kenapa lo berubah?"

"Gue ga berubah," tegas Retha sembari mencoba menepis tangan Chris. "Lepasin."

"Gue ngomong sama lo."

"Tinggal ngomong apa susahnya, sih?" Retha memang bisa bersikap tenang dalam keadaan seperti ini, tetapi dia bukan tipe orang yang sabar. "Gue nggak punya banyak waktu."

"Mau telepon siapa? Abang lo?" Chris terkekeh remeh saat Retha berusaha men-dial nomor seseorang. Segera saja Chris merampasnya. "Bener kata Jiyeon ternyata, lo masih suka ngadu ke Jay."

"Stop talking nonsense." Retha berusaha meraih kembali ponselnya, tetapi itu tidak semudah yang dia kira.

Chris makin berani mengikis jarak. Matanya menatap Retha dalam, menunjukkan ketertarikannya yang begitu besar. Dia menyentuh pipi Retha tanpa sedikit pun beralih darinya. "Kenapa? Bener, kan, kata gue? Lo masih suka jadiin dia tameng, padahal lo sendiri yang cari masalah."

"Ini ga ada hubungannya sama dia, brengsek!" Tangan Retha mengepal kuat. Sontak dia melayangkan pukulan kuat yang nyaris mengenai rahang bawah Chris.


🐿️ ENHYPEN 🐿️


"Sumpah, gue masih nggak nyangka." Suara Sunghoon menyebar ke sepenjuru studio. Jay yang sejak tadi diledek hanya bisa mendengkus. Percuma saja dia marah, Sunghoon dan Jake akan tetap berusaha untuk membuatnya makin tersudut.

Foreshadow | ENHYPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang