27► don't hold back your tears (psh)

115 23 23
                                    

Semesta itu tidak adil. Retha memohon agar bisa tumbuh seperti gadis seusianya, tetapi apa daya? Berjuang di tengah dendam dan rasa dengki tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Retha merasa bahwa dia dilahirkan untuk melakukan kesalahan. Apa yang dia perbuat selalu mendatangkan musibah. Penerimaan dari orang lain seolah mahal harganya. Retha tidak tahu bagaimana caranya membuat mereka berhenti menyangkut-pautkan masa lalu dengan status sosial yang sebenarnya tidak pernah dia harapkan. 

Retha melihat bayangannya sendiri di sebuah ruang hampa. Wajah berantakan dan tatapan kosong itu adalah refleksi keping-keping memorinya selama tinggal di Amerika. Asa dalam dirinya memudar ibarat asap yang dibiarkan mengudara.

Tangis yang selama ini Retha tahan perlahan tampak nyata seiring kesadarannya kembali. Cahaya putih mulai menguasai pandangan gadis itu. Namun, siapa sangka ada tangan yang menyeka sudut matanya. Sentuhan hangat dari ibu jari itu membuat Retha tertegun begitu lama.

"Gimana? Masih ada yang sakit?"

Sebaris kalimat menjamah pendengaran Retha, mengonfirmasi bahwa sosok di sampingnya bukan Jay ataupun Heeseung yang memang sering bersikap lembut ketika dia sedang sakit. Retha mencoba membuka mata lebih lebar lagi lantas memiringkan kepala sedikit demi sedikit.

Sunghoon?

Napas Retha terjeda. Bukan Jungwon, apalagi Jake yang tadi sempat dia lihat di balik kaca ruangan UGD, Retha tidak pernah menduga bahwa justru laki-laki dingin itulah yang menjaganya.

"Lo ngapain di sini?" tanya Retha dengan artikulasi tidak jelas. Beruntung Sunghoon masih bisa memahaminya.

"Harus banget gue jawab?"

"Bukannya yang nolongin gue tu si Jungwon, ya?" tanya Retha lagi. Suara seraknya terdengar berbeda di telinga Sunghoon.

Sunghoon memalingkan muka. Melihat ekspresi Retha saat ini membuatnya merasa bersalah karena telah lancang menatap gadis itu beberapa waktu lalu. "Emang."

"Terus?"

"Terus apa?"

"Terus kenapa lo yang ada di sini?"

"Oh, jadi lo berharap posisi gue digantiin sama orang lain?"

Retha berdeham kecil sambil menggeleng. "Bukan begitu, aneh aja lihat lo tiba-tiba care sama gue. Apa jangan-jangan ada sesuatu?"

Awalnya Sunghoon berniat menyembunyikan keadaan Heeseung, tetapi entah kenapa dia tidak tega. Sunghoon mengembuskan napas kasar sebelum mencoba untuk berterus terang.

"Janji ga kaget?"

Alis Retha terangkat samar. "Maksud lo?"

"Gue di sini karena Heeseung."

"Bang Hamster kenapa?" tanya Retha mendadak khawatir. Dia baru ingin duduk, tetapi langsung dihentikan oleh Sunghoon.

"Dia udah baik-baik aja, lo ga usah khawatir gitu." Mata Sunghoon dan Retha bertemu. Sunghoon lantas menarik tangannya dari bahu gadis berambut wolf cut itu, memilih menyibukkan diri dengan ponsel.

"Dia kenapa sebelumnya?" tanya Retha lagi, kali ini sambil berusaha untuk mengambil penuh atensi Sunghoon. Jari kelilingnya menyelip di antara jemari lentik laki-laki itu.

"Dia cedera pas main, kakinya patah," jawab Sunghoon tanpa melakukan kontak mata. Dia beralih bersandar pada kursi, semata-mata hanya untuk menghindari jangkauan Retha. "Mungkin dia ga bisa jalan selama beberapa minggu."

Retha melihat punggung tangannya yang terhubung dengan infus. Pikiran gadis itu kacau ibarat tinta yang dicoretkan berkali-kali. Sejak awal firasatnya sudah tidak enak. Kehadiran Chris seakan menjadi pemicu terjadinya peristiwa buruk pada orang-orang di sekitarnya.

Foreshadow | ENHYPENWo Geschichten leben. Entdecke jetzt