20 : Saran Tidak Bermutu

1.7K 201 47
                                    

Cuaca begitu cerah hingga sedikit membakar kulit siswa-siswi yang mengikuti upacara yang wajib dilakukan setiap hari Senin. 

Tidak peduli dengan para muridnya yang sudah mengeluarkan keringat sebesar biji jagung, kepala sekolah yang berdiri di podium itu tak henti-hentinya menceramahi salah satu kelas yang terkenal sulit diatur. 

Di salah satu barisan kelas yang menjadi objek ceramah. Seorang gadis menggerutu seraya mengentak-entak kakinya yang terasa pegal. 

"Hadeh! Matahari terlalu bahagia apa, ya, gue ikut upacara." gumamnya sembari mengelap peluh di dahinya menggunakan punggung tangan. 

"Makanya, nangis. Nanti lo bisa gue anter ke UKS."

Mendengar bisikan di telinga kanannya sontak membuat gadis itu terlonjak kaget. Untungnya, dia tidak mengeluarkan pekikan keras atau melakukan hal memalukan lainnya.

Venus melirik sengit ke arah sumber suara. "Nangis, nangis! Emang lo pikir gue cewek apaan?!" tanyanya sedikit berbisik seraya mendengus. 

"Panas, kan? Cara tercepat lo pergi dari sini, ya, nangis atau pura-pura pingsan." 

"Dari pada lo ngasih saran yang gak bermutu, mending lo istighfar banyak-banyak," ketus Venus. "Lagian, kelas lo itu bukan di sini. Ngapain lo nyelip di sini sendiri?" tambahnya. 

Pemuda yang seharusnya berada di barisan kelas IPA 1 itu entah sejak kapan masuk ke barisan kelas IPS 2. Padahal tubuhnya jangkung dan wajahnya sudah dikenal seantero sekolah. Mudah bagi guru atau sekbid keamanan untuk menemukan keberadaannya yang berada di kelas yang tidak seharusnya. Kenapa mereka tidak menegurnya?

Apa ini yang namanya plot armor tokoh penting novel? Pikir Venus. 

"Gue gak sendiri," jawab Zen. 

Dahi Venus mengernyit. "Maksud lo?"

"Ada Reo di belakang, jadi gue gak sendiri."

Refleks, Venus menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Zen, dan benar, di sana ada Reo berdiri di sebelah Vanca dengan wajah tanpa dosa. Sekilas tatapan keduanya beradu, namun Reo langsung melengos seolah tidak ingin melihat wajah Venus, membuat Venus berdecih seketika. 

Kembali menatap ke depan. Venus bertanya, "Ngapain lo di sini?"

"Pengen liat lo nangis," jawab Zen enteng.

Mendengarnya membuat Venus memutar bola matanya malas. Tidak lagi menyahut ucapan Zen. Karena, menurutnya percuma saja jika dia terus membalas maka lelaki itu pasti akan mengangkat topik yang sama, yaitu menyuruhnya untuk menangis. 

Beberapa saat kemudian, akhirnya aksi ceramah dari pria paruh baya itu selesai. Upacara pun dibubarkan setelah serangkaian doa dibacakan. 

Seluruh warga sekolah berhamburan kembali ke kelas masing-masing. Ada pun yang memilih berbelok ke kantin untuk membeli minuman penyegar. 

"Venus!"

Venus yang hendak pergi ke kelas terpaksa berhenti ketika dua orang memanggilnya secara bersamaan dari dua arah yang berbeda.

Dua gadis yang sama-sama berdiri tidak jauh dari Venus menatap satu sama lain. Suasana canggung tak ayal menyertai keduanya karena mereka sama-sama ada sangkut pautnya dengan Reo. Yang satu gadis yang dikejar-kejar Reo, dan satunya lagi berstatus sebagai calon tunangan. Benar-benar kombo yang membagongkan

"Ada apa, Joanna?" Venus sebagai penengah pun akhirnya memecahkan keheningan. 

Alasan mengapa ia bertanya lebih dulu pada Joanna, karena dia tidak ingin memiliki urusan berkepanjangan dengan gadis bermuka dua itu. Juga, sedikit tidak nyaman dengan posisinya saat ini. Di sampingnya ada Zen, di depan kirinya ada Joanna, dan di depan kanannya ada Vanca, lalu di belakang Vanca ada Reo. Empat tokoh penting yang mampu membuatnya sakit kepala seketika.

ZENNUS: ZvezdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang