11 : Ibu Peri dan Nenek Lampir

1.8K 255 66
                                    

-Happy Reading Y'all-

***

Venus berdiri dengan tangan bersedekap dada. Matanya menatap satu persatu orang yang berada di ruang tamu, lalu berhenti pada orang yang berbaring di sofa layaknya Putri Salju.

"Itu posisi tangannya kenapa harus kayak mayat yang mau dikremasi, sih? Bikin gue parno aja," batin Venus melihat Cemal yang berbaring dengan damai dengan posisi tangan di atas dada.

Ya, orang yang sebelumnya terkena hantaman maut teflon keramat itu adalah Cemal.

Sehabis menyelesaikan urusannya dengan geng lain, Rex berniat untuk kembali ke markas mereka. Namun, karena kondisi hujan yang deras mereka memutuskan untuk mampir ke rumah Vanca untuk meneduh. Kebetulan rumah saudari kembar itu lebih dekat ketimbang markas Rex yang masih 8 kilometer jauhnya.

Cemal yang haus menyampaikan tentang kondisinya itu. Vanca yang merasa kasihan pun mengatakan pada Cemal untuk masuk saja ke dalam. Rex terkadang mampir ke rumah ini sehingga Vanca tidak perlu menunjukkan di mana letak dapur.

Tuan rumah sudah mengizinkan, tentu saja Cemal langsung masuk tanpa ragu-ragu dan mengambil apa yang dia cari. Ketika dia memilih-milih salah satu minuman dan sudah menentukan apa yang ingin dia minum, Cemal berniat untuk kembali berkumpul dengan temannya yang berada di luar. Namun, ketika dirinya berbalik badan malah terkena hantaman maut dari Venus yang terkejut.

"Van, lo tau gak kesalahan lo apa?" Venus bersuara, melihat Vanca yang duduk di sebelah Reo dengan kedua tangan menyatu. Persis seperti bocah yang sedang dimarahi oleh orang tuanya. 

"Gue memaklumi karena mereka dateng mendadak, tapi kalo lo nyuruh mereka masuk kayak tadi tanpa sepengetahuan gue, itu artinya lo gak ngehargain keberadaan gue," sambungnya.

Venus menegur Vanca bukan perkara jika Vanca ingin membawa masuk tamu harus izin dulu terhadap Venus. Ia menegurnya karena hal seperti tadi tidak terjadi lagi karena mengira orang yang masuk ke sini adalah seorang maling.

Bukannya apa, hanya saja Venus takut menjadi pelaku pembunuhan dan berakhir di penjara. Mengingat sistem di negara Konoha ini sangat awikawok. Bukannya dapat penghargaan karena menangkap maling seorang diri, dirinya malah jadi tersangka karena melindungi diri.

"Bukan gitu, Ven. Vanca ngizinin Cemal masuk karena kita udah sering ke sini. Jadi—"

"Lo diem," perintah Venus memotong ucapan Nevan yang ingin membela saudari kembarnya. Dalam sekejap Nevan yang melihat raut wajah Venus yang seperti singa betina siap mengamuk pun seketika menutup mulut.

"Maaf, Ven. Aku gak bermaksud begitu." Vanca berkata dengan mendongak kepala, menatap Venus dengan tatapan bersalah. "Lain kali aku akan lebih hati-hati ke depannya."

Venus menghembus napas pendek, kemudian mengangguk pelan.

Semudah itu menyelesaikan kesalahpahaman kecil. Dengan salah satu dari mereka mengerti kesalahannya dan satunya lagi memaafkan, maka masalah akan selesai. Tidak perlu adu otot hingga salah paham berkepanjangan.

Fokus Venus teralih pada Rex yang sedari tadi diam.

"Ngapain lo semua di sini? Di sini bukan tempat tongkrongan," ucapnya dengan nada sengak didengar telinga.

"Rex gak berniat nongkrong." suara Reo terdengar dari tempatnya, memandang sang tuan rumah dengan mata tajamnya. "Rex ke sini untuk neduh," katanya.

"Di sini bukan tempat penampungan. Pulang lo semua!" usir Venus.

Memang terdengar suara hujan dari luar, tapi Venus yang cukup sensi terhadap Rex tidak peduli dengan itu. Dia masih menyimpan dendam atas kejadian kemarin ketika dirinya diusir keluar secara halus.

"Ya Tuhan, Ven. Di luar hujan. Tega lo ngusir kita?" Agra berbicara dengan nada memelas, berharap si pemilik rumah berbelas kasih menarik ucapannya. 

Lain dengan yang diharapkan, Venus malah terkekeh pelan. "Apa peduli gue?" katanya dengan dagu sedikit naik ke atas seolah menantang Rex. Ini 'kan rumahnya, mereka bisa apa memangnya? pikirnya.

"Anjing! Pengen gue smackdown ni cewek."

"Ini kalo bukan karena ngehargain Vanca, udah gue sentil laklakannya."

"Ternyata Venus selama ini diem untuk nahan mulutnya yang kayak cabe-cabean."

Begitulah reaksi Rex ketika melihat Venus yang terlihat semakin sengak di hadapan mereka.

Perasaan tidak tega dari hati Vanca muncul melihat Rex yang terdiam seperti anak terlantar. Tapi, di satu sisi ada Venus yang terang-terangan tidak menyukai kehadiran Rex di rumahnya. Membuat sebuah dilema dalam dirinya.

"Di luar hujan lebat, Ven. Kasian mereka kalo di suruh pulang dan Cemal juga belum sadar," akhirnya Vanca bersuara. Rasa simpatinya terlalu besar untuk membiarkan para anak terlantar itu pulang dalam keadaan hujan lebat seperti ini. Jika Venus marah padanya, ia akan membujuk dengan keras nanti, bila perlu bersujud di kakinya, Vanca akan melakukannya demi mendapatkan maaf dari sang adik. 

 "Biarin mereka di sini dulu, ya?" imbuh Vanca memohon. 

"Emang ibu peri sampai kapan pun akan tetap menjadi ibu peri."

"Yang satu kayak jelmaan ibu peri, yang satu lagi kayak jelmaan setan."

"Gue semakin merestui hubungan lo sama Reo, Van."

Rex memandang Vanca dengan mata berbinar, seolah Vanca adalah harapan mereka satu-satunya. Sedangkan, Venus mendapat lirikan sengit seolah dia adalah nenek lampir yang jahat. Venus yang melihatnya tentu langsung mencibir lewat ekspresinya. 

"Boleh 'kan, Ven?" mohon Vanca sekali lagi.

Ah, ekspresi itu lagi. 

Venus menghela napas. "Ya, udah. Setelah hujan reda dan Cemal udah bangun. Rex harus langsung cabut," katanya menyetujui permohonan Vanca.

"Syukurlah!"

Rex menyentuh dada lega setelah mendengar keputusan Venus yang berlagak layaknya seorang presiden.

"Omong-omong, Zen ke mana?" tanya Venus yang tidak melihat keberadaan Zen di antara mereka.

Terlihat kerutan di dahi semua orang yang mendengar pertanyaan yang Venus lontarkan. 

Untuk apa Venus bertanya tentang keberadaan Zen? 

Tanya mereka dalam hati.

"Waktu ribut sama geng sebelah hampir selesai, Zen cabut duluan," jawab Ardiaz. Sebenarnya dia tidak ingin, tapi karena takut gadis itu mengancam yang tidak-tidak membuatnya mau tidak mau menjawab pertanyaan aneh itu.

"Kenapa?"

Rex mengedik bahu secara bersamaan, kecuali Reo karena dia sibuk memperhatikan gadis di sebelahnya. 

Elian menjawab, "Mungkin ngerasa kita-kita udah bisa nanganin masalahnya, jadi dia milih cabut. Lagian kondisi juga mendung tadi."

"Udah biasa juga kita ditinggal pas lagi kondisi mendung. Makanya anak-anak lain udah bisa prediksi pasti hujan kalo Zen cabut duluan," sahut Agra menimpali.

Mendengar jawaban Rex membuat Venus menggeleng kepala seraya tersenyum miris. 

"Tolol lo semua!" makinya. Kemudian, berbalik dan melangkah pergi meninggalkan mereka yang dipenuhi kebingungan karena mendapatkan makian darinya. 

"Kita salah apa lagi?!"

-ae-

Coba tebak kenapa Venus tiba-tiba ngatain Rex?

Yang benar akan menjadi anime. 

ZENNUS: ZvezdaWhere stories live. Discover now