Bab 6: Duduk bersama

Start from the beginning
                                    

Mata Rasya mengerjap tak percaya. "Waw! Serius mereka mikir begitu?"

"Menurut lo, yang keluar dari mulut gue sekedar membual, gitu?"

Rasya menatap Zarosa lekat. "Terus, apa mau lo? Mau gue hapus tuh foto? Sori, gue nggak bisa hapus sekarang."

"Heran. Emang lo nggak tau fans lo lari?" kata Zarosa.

"Gue nggak butuh fans. Emang gue punya fans?"

"Ck, susah ya ngomong sama orang kelewat pinter!" decak Zarosa mulai malah dengan percakapan alot antaranya dengan Rasya.

"Gue pinter kalo pas hari penting doang. Kalo urusan begini, gue bego nggak ketulungan," sahut Rasya diluar perkiraan.

"Terserah, deh. Males gue!"

Zarosa beranjak dari duduknya lagi, Rasya sampai mendongak untuk menatap wajah kesal gadis itu. Dia tersenyum tipis bersamaan ketika dia menunduk sebentar.

"Oke, iya, gue ngalah kali ini. Tapi, jangan minta gue untuk hapus foto lo!" Rasya berucap membuat Zarosa mengurungkan niatnya untuk segera mengukir langkah meninggalkan laki-laki aneh itu.

Zarosa menoleh dan menunduk menatap Rasya yang masih terduduk. "Duduk lagi, dong!" pinta Rasya ketika mendapati Zarosa hanya menatapnya sambil berdiri.

Zarosa memicing curiga pada Rasya. Gadis itu sudah mewanti-wanti takut jika Rasya melakukan hal yang tidak terduga dan membuatnya berada di masalah baru.

"Mencurigakan!" gumam Zarosa seraya duduk kembali.

Di bawah panas terik matahari yang mulai naik, mereka memperhatikan keduanya sambil sesekali berdecak. Kali ini sudah sangat yakin bahwa Zarosa adalah sosok perempuan yang selama ini Rasya sembunyikan. Laki-laki yang terkenal cerdas dan banyak diidamkan perempuan, memang sangat mengherankan selalu menolak pernyataan cinta perempuan jika tidak memiliki hubungan dengan perempuan lain.

"Apa, sih, curigaan banget jadi orang?!" dengkus Rasya.

"Apa?" tanya Zarosa menatap heran kertas yang Rasya ulurkan padanya. Tangan Rasya bahkan bergerak mendesaknya untuk menerima kertas itu.

"Tanda tangan gue," ungkap Rasya setelah Zarosa menerima kertas itu dan membukanya.

"Oke, makasih." Zarosa langsung menyimpan kertas itu ke dalam tasnya.

"Makasih doang?" tanya Rasya.

"Emang harus apa selain makasih? Sungkem?"

"Ck! Nggak se-formal itu juga kali!" kata Rasya, "minimal ya ... makasih dengan sikap baik lo ke gue. Jangan suka marah-marah lagi kalo berurusan sama gue!" lanjutnya.

"Gue nggak akan berurusan lagi sama lo setelah ini!" sahut Zarosa cepat.

"Ets, selagi gue masih bagian SMABP, suka nggak suka lo harus berurusan sama gue!"

"Ya, ya, terserah lo!" sahut Zarosa tidak peduli, "gue pamit kalo gitu!" lanjutnya segera beranjak.

"Tunggu dulu!" pinta Rasya menahan Zarosa yang sudah tiga kali melangkah. Menghalangi jalan gadis itu.

Zarosa mendongak menatapnya. Posisi keduanya seperti tangga, dengan Zarosa yang hanya setinggi dada Rasya.

"Apa lagi?"

Rasya tersenyum singkat kemudian berucap, "apapun yang bakal gue bilang, lo harus setuju!"

"Hm!"

"Gue nggak mau lo ingkar, atau—"

"Iya. Buruan bilang, lo maunya apa?" Zarosa memotong kalimat Rasya.

Zarosa memalingkan wajahnya, "heran, padahal posisi gue yang banyak dirugikan. Tapi, karena gue baik, jadi nggak papa."

"Gue tau lo memang baik,"

"Jadi?" Zarosa mendongak lagi.

"Lo...." Rasya menggantung ucapannya. Hingga setelah dia melanjutkan kalimatnya, seketika itu juga dia menerima pukulan telak di perutnya. Sedang orang-orang yang jauh di belakang mereka memperhatikan keduanya penuh tanya.

Baru saja terlihat berbaikan, sudah terjadi keributan lagi, bahkan mereka melihat kekerasan terhadap Rasya. Mereka berdecak pelan, sedikit berpikir bahwa hubungan keduanya terbilang rumit.

***

TBC

Terima kasih udah bersedia mampir. Jangan lupa vote sebelum next bab, oke?!

Oh iya, kalian boleh banget sampaikan pendapat kalian tentang cerita ini. Silahkan ramaikan kolom komentar, ya!

The Brilliant & The UnfortunateWhere stories live. Discover now