Bab 6: Duduk bersama

30 12 12
                                    

Happy Reading

***

Zarosa menatap sinis pada Rasya dari tempatnya berpijak. Tingkah laki-laki itu memang memberikan masalah besar. Harapan Zarosa ingin hidup tenang di masa putih abu-abu, nyatanya tidak akan terwujud dengan keberadaan manusia berhati batu itu.

Dia tidak tahan lagi. Dia mendekat dan berdiri tegap menatap Rasya tajam dengan kedua mata besarnya. Rasya mengulas senyum sebagai sambutan kedatangan Zarosa dan itu menggelikan. 

"Bisa nggak, sih, lo bersikap biasa aja?"

Kening Rasya berkerut. "Bersikap biasa yang seperti apa? Memang ada hal yang nggak biasa dari sikap gue?"

"Banyak!"

"Sebutkan salah satunya?!" pinta Rasya sambil menunduk memeriksa kursi di belakangnya kemudian duduk di sana. Sesaat kemudian kembali menatap Zarosa dan mempersilahkan gadis itu untuk duduk di sampingnya.

"Kenapa? Ini kedua kalinya lo menolak gue suruh duduk. Emang, bicara sambil berdiri nggak bikin otot betis lo sakit?" ujar Rasya karena Zarosa kembali menolak perlakuan baiknya.

Zarosa mendengus kesal dan menjatuhkan diri diatas kursi tepat di samping Rasya. Hal itu langsung menjadi perhatian serius semua orang yang sejak Zarosa mendatangi Rasya sudah memperhatikan mereka. Melihat keduanya duduk berdamping, terlihat mengobrol akrab, meyakinkan mereka bahwa keduanya ada hubungan serius. Padahal, kenyataan keduanya sedang berdebat.

"Nah, kalo gini kan enak. Nggak bakal bikin orang salah paham lagi kayak yang terjadi di ruang OSIS tadi," kata Rasya mengulang kejadian tadi pagi. Mengingat itu, Zarosa mendadak salah tingkah. Rasya dapat melihat kedua pipih Zarosa yang bersemu.

Zarosa mengibaskan tangannya di depan wajah Rasya. "Udahlah, jangan banyak basa-basi. Lo sengaja, kan, mau bikin orang semakin salah paham dengan maksa gue minta tanda tangan lo? Iya, kan, ngaku lo!"

Mata Rasya membulat karena dituduh. "Jangan nuduh terus bisa nggak, sih?"

"Kalo bukan itu tujuan lo, emang apa lagi? Lo pasti nggak terima, kan, karena masalah kemarin. Lagian, salah lo sendiri kenapa mukul orang sembarangan? Segala sesuatu bisa dibicarakan baik-baik sebelum tangan yang bertindak."

"Oh, mau bicara baik-baik sama gue?" sahut Rasya membuat Zarosa sebal. Seperti tidak ada gunanya berbicara dengan orang yang mau menang sendiri seperti Rasya.

Ego laki-laki di sampingnya sekarang pasti tergerus karena sikap Zarosa. Maka dari itu, Zarosa memilih beranjak, mengakhiri percakapan sia-sia ini. Namun, siapa yang akan menyangka jika Rasya langsung menahan tangannya. Membuat Zarosa kembali duduk di sampingnya secara paksa.

Gadis itu menoleh sesaat kemudian menghempaskan tangan hingga cengkraman Rasya terlepas dari pergelangan tangannya. "Kenapa? Mau ke mana? Emang urusan lo sama gue udah selesai?"

"Dengan tingkah lo yang begini emang bisa bikin masalah selesai?" sahut Zarosa mempertanyakan sikapnya.

"Tadi sikap, sekarang tingkah. Emang gue salah mulu, ya, di mata lo?!" 

Zarosa memutar tubuhnya menjadi sempurna menghadap Rasya. "Lo dan gue nggak saling kenal. Lo dan gue nggak pernah interaksi sebelumnya. Gue bahkan baru tahu nama lo pas temen gue yang ngomong. Tapi, apa yang lo lakuin setelah kejadian kemarin? Bikin orang mikir yang nggak-nggak! Apalagi lo publish foto gue tanpa alasan yang lebih logis dari sekedar lo bilang cuma 'hukuman'. Faktanya, orang nggak berpikir sejauh itu, Kak Rasya! Mana ada orang ngasih hukuman dengan nggak bikin orang yang di hukum merasa kesulitan?!"

"Emang lo nggak merasa kesulitan gara-gara gue posting foto itu?" tanya Rasya.

"Mana ada nggak kesulitan? Gendang telinga gue mau pecah rasanya setiap kali orang bilang gue ini pacar lo! Mereka kira gue marah besar sama lo gara-gara lo mukul gue kemarin. Makanya, lo posting foto gue sebagai tanda permintaan maaf."

The Brilliant & The UnfortunateWhere stories live. Discover now