DEORANTA | [9. Dendam Itu]

Start from the beginning
                                    

Dokter Alan terkejut, dengan reflek ia merangkul tubuh Dara dan menaruh wajahnya di dalam pundaknya."Kamu nangis sepuasnya di dalam pundak ku ini... Ku harap, setelahnya kamu bisa merasa lega dan kembali bisa melanjutkan semua aktifitas dengan tenang," ungkapnya berusaha menenangkan pikiran Dara yang sangat kacau.

Jemarinya bergerak pelan dengan sedikit getar yang begitu kentara di setiap gerakan tangannya untuk menggapai punggung Dara, dia tak tahu kenapa saat bersama dara semua perasaannya menjadi lega dan tenang, meski ada sedikit rasa nervous yang begitu berlebihan setiap kali berpapasan dengannya meski hanya sekedar menyapa dengan senyuman.

Padahal itu cuma berpapasan saja, tetapi saat ini, saat ia memeluk Dara, semuanya terasa berbeda daan ia tak bisa mengartikan semua yang baru terjadi dalam hidupnya.

"Maafin aku dok? Karena aku jadi membuat jas dokter basah karena air mataku ini," ungkap Dara pelan saat gadis itu mengikis dari pelukannya.

Saat itu juga dokter Alan langsung tersadar dalam lamunannya. Dengan tergagap, ia berusaha terlihat biasa saja, meski baginya akan terlihat begitu jelas perubahannya di mata Dara saat ini.

Dokter Alan tersenyum kikuk,"Gak apa! Santai saja lah," jelasnya di buat setenang mungkin, padahal saat ini di dalam hatinya sudah sangat tidak karuan.

Duh kenapa kamu bisa seceroboh ini sih lan! Dokter alan memakai-maki dirinya sendiri di dalam hatinya atas kecerobohan yang baru saja di lakukannya di depan Dara.

"Setelah ini mau kemana?" Tanya Dokter Alan, mengingat hari sudah akan segera menjelang malam hari, meski jam masih menunjukkan pukul empat sore.

Terlihat Dara juga merasa salah tingkah,"Kayaknya mau pulang saja deh dok?" Balasnya santai.

"Emmmm!"

Entahlah, kenapa tiba-tiba bibirnya saat ini terasa kaku dan sulit di gerakan untuk berbicara. Padahal saat ini kata-kata itu sudah berada di ujung lidahnya untuk di katakannya, sebelum pulang apa nggak sebaiknya kita mampir makan terlebih dahulu di cafe dekat rumah sakit, tetapi kenapa rasanya sangat sulit untuk di ucapkannya. Dokter Alan menghela nafasnya berusaha menetralkan sikapnya saat ini.

Namun saat gerakan kaki Dara bergerak melangkah, dengan cepat dokter Alan mengatakan ajakannya,"Emmm! Bisakah sore ini kamu menemani ku makan," suaranya terdengar sedikit bergetar, bahkan ia sendiri merutuki kebodohannya saat ini.

Apa mungkin seorang dokter yang terkenal dengan otak jeniusnya itu mampu membuatnya tak bisa berkutik di depan gadis yang mampu meluluhkan hatinya?

Dara di buat melongo atas tindakannya, tanpa sadar jemarinya bergerak menggaruk kepalanya yang tak gatal dengan menunjukan deretan gigi putihnya yang semakin memperlihatkan wajah tampannya.

Tak di sangka, Dara menganggukkan kepalanya dan mungkin anggukan itu sebagai jawabannya atas ajakannya tadi.

"Maksudnya?" Benar saja, kali ini dokter Alan di buat terlihat pria bego di depan Dara, padahal sudah jelas dara menerima ajakannya, tetapi kenapa masih bertanya?

"Iya! aku mau menemani dokter makan," jelasnya,"Sebagai gantinya karena tadi dokter sudah menghibur ku dan keadaan ku saat ini sudah terasa lega," lanjutnya yang mampu membuat dokter Alan bisa saja berteriak seheboh mungkin.

Tetapi, saat melihat beberapa dokter berlalu lalang di sekitar membuat ia sadar dimanakah keberadaannya saat ini.

Setelahnya mereka berjalan beriringan menuju cafe dekat rumah sakit yang jaraknya tak jauh dan mungkin hanya berjarak 100 meter dari rumah sakit.

Saat berada di halaman cafe, mereka tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria yang sedang berbicara di telepon.

"Maaf!" Ucap mereka secara bersamaan.

Dan tak di sangka pria itu adalah Deo. Mereka bertiga saling bertatapan lama.

"Lo Alan kan?" Tanya Deo menatap dokter Alan tanpa mengetahui keberadaan Dara di belakangnya.

"Lo Deo kan ?" Tunjuk dokter Alan mengingat dimana mereka bertemu.

Dan ternyata dia adalah temanya sewaktu SMA dulu saat ayahnya kerja di Kalimantan, secara kebetulan rumah mereka bersebelahan, karena itulah keluarga mereka begitu dekat dan sudah di anggap seperti keluarga sendiri.

"Lo apa kabar?" Tanya Deo lalu memeluk dokter Alan dengan erat.

Dara begitu terkejut, saat melihat adegan di depannya. Tak di sangka mereka berdua ternyata saling kenal mengenal.

"Gue baik Yo? Sangat-sangat baik," balasnya."Dan Lo tahu, cita-cita gue selama ini sudah bisa ku gapai dengan mudah," lanjutnya dengan bangga menatap Deo teman lamanya yang sudah di anggap seperti saudara karibnya sendiri.

"Pacar Lo?" Tanyanya menunjuk pada dara yang terdiam mematung.

"Bukan, dia adalah teman gue dan kami mengenalnya karena kedua orang tuanya di rawat karena kecelakaan di rumah sakit tempat gue bekerja," jelas dokter Alan karena tak enak dengan dara jika ia mengiyakan bahwa dia adalah pacarnya, padahal kenyataannya memanglah bukan.

"Di rawat?" Gumamnya pelan,"kenapa kamu nggak bilang sama aku kalau kedua orang tua kamu di rawat Ra?" Tanya Deo kepada Dara.

Saat itu juga dokter Alan terkejut karena mereka berdua ternyata saling kenal."Lo kenal sama dia Yo?"

Deo mengangguk pelan,"Iya, selama ini dia juga bekerja di tempatku," balasnya santai.

"Oh!"

"Kalau gitu gue pamit dulu ya, mau makan bersama!" Pamit dokter Alan mengandeng jemari dara.

Saat itu juga kedua mata Deo melotot terkejut saat melihat tangan Dara saling berpegangan dengan tangan Alan teman lamanya.

Apakah Deo cemburu ?

Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya



DEORANTAWhere stories live. Discover now