1 || Prolog

845 206 8
                                    

Drrrtt Drrrtt

Getaran pada benda kecil persegi panjang berwarna hitam polos yang berdering, namun, tak kunjung terhenti kenyaringan suara itu hingga terbuatnya pantulan cahaya terang yang muncul menampakkan wallpaper tampannya wajah dingin dari layar handphone yang tergeletak disudut sofa berwarna coklat muda

Getaran pada benda kecil persegi panjang berwarna hitam polos yang berdering, namun, tak kunjung terhenti kenyaringan suara itu hingga terbuatnya pantulan cahaya terang yang muncul menampakkan wallpaper tampannya wajah dingin dari layar handphone ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ya" Terhenti sudah deringan pada ponsel mewah itu, terjawab panggilan telepon itu yang diangkat oleh seorang pria berkaos hitam polos

"Vannn, baby cayanggg, kamu seksi bangettt sihh, arkkhh!" Gumam suara berat yang terdengar di panggilan telepon itu dengan nadanya yang sedikit serak

"Bacot! Mabok lagi lu pada" Saut Devan, pemilik daripada ponsel yang baru saja terselip tadi di pinggiran sudut kiri sandaran sofa

"Kamu kesini ya Beb, aku mau lahiran cucu kelima" Sautan itu kembali terdengar lagi dari telepon, ujar Samuel dan Arfin dengan omong kosong menjijikan nya

"Lanang bego! Mana bisa lu pada ngelahirin" Pasrah Devan, begitu langsung ia yang menutup panggilan dari kedua sahabatnya itu

Terbiasa sudah ia yang menerima panggilan telepon dari kedua cowok gila itu di setiap hari Minggu, di mana jadwal rutinitas keduanya yang party semalaman di Club, sebelum memulai kembali aktivitas Sekolah nya di hari Senin yang akan datang

Mereka bertiga yang sudah bersahabat sejak lamanya dari zaman kecebong bahola, namun, kedua temannya itu yang memiliki sifat begitu bertolak belakangnya dengan Devan

"Nden Devan, ayo sarapan dulu toh, habis itu berangkat olahraga pagi" Ujar seorang wanita paruh baya dengan pakaian sederhananya, yang terlihat tengah menyiapkan sajian makan pagi di sebuah meja makan yang cukup panjang terbentang, dengan banyaknya lauk pauk disediakan, membuat jauh lebih tampak indahnya ruang makan itu dengan hidangan lezat, menu yang paling disukai oleh tuan muda, Devan

"Iya Bi, ayo Bibi makan bareng juga sama Devan"

Pria berambutkan rapih dengan keharuman peach khasnya, yang berjalan dengan segala kerapihannya yang memukau, walaupun di hari libur

Tetap, bagi seorang Devan, kerapihan, kenyamanan, juga keharuman, dan kedisiplinan selalu menyertai dirinya di manapun ia berada, kapanpun keadaannya, bagaimanapun kondisinya

Devan yang berjalan turun dari tingginya anak tangga yang sedikit melelahkan tulang kakinya, karena kamarnya yang terletak di lantai atas, maka, sudah sedikit terbiasa ia menjalani siksaan letihnya tubuh terasa harus berlari, karena luasnya Rumah Dirgantama, dengan energi yang cukup terkuras untuk berbolak-balik kesana-kemari

Dear Aliya (On Going+Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang