Chapter 10

192 12 8
                                    

Keesokan paginya.
Leo memasuki ruang kelasnya dan langsung mendapatkan tatapan menyelidik oleh teman-teman kelasnya.

Leo sontak menghadap kebawah untuk tidak menatap mata teman-teman sekelasnya itu.

Leo duduk di kursinya, tidak seperti hari-hari biasa pada umumnya, ketika ia duduk pasti akan ada teman kelasnya yang mengobrol dengannya.

Tapi kini berbeda, karena menyebarnya fitnah yang tersebar dikalangan para murid, membuat Leo merasa dikucilkan.

Trrringgg!
Bel masuk kelas atau bel pelajaran berbunyi, seisi kelas mulai duduk di kursinya masing-masing.

Guru pun masuk dan memulai kegiatan belajar-mengajar.

Leo melihat kursi Faiz yang kosong, "Apakah Faiz tidak datang ke sekolah karena sedang sakit?" Pikirnya.

£¢€¥¶∆

Ariz membaca bukunya disaat gurunya sedang izin ke kamar mandi untuk sementara waktu, teman-teman kelasnya langsung ribut.

Ariz menutup bukunya dengan keras, ia tidak bisa fokus akhir-akhir ini karena pikirannya terus mengarah ke Leo.

Ariz tau jika Leo tidak melakukan kesalahan apapun, yang salah sebenarnya adalah orang tuanya yang pilih kasih.

Ariz tau jika dirinya kalah dengan egois dan iri hati kepada Leo.

Disaat Ariz sedang sibuk dengan pikirannya, ia tidak sadar jika gurunya sedang berada di depannya dan kini memfotonya.

"Tidak jelas juga anak ini, melihat saya tapi tidak kaget, seperti patung atau boneka saja, apakah mungkin ini sistem fotosintesisnya?" Pikir gurunya.

Puk
Gurunya menepuk pundak Ariz untuk tersadar, Ariz pun tersadar dan meminta maaf atas kelakuannya.

Guru itu tidak mempermasalahkannya dan menyuruh Ariz untuk segera menjawab soal yang ada di papan tulis.

£¢€¥¶∆

Lain halnya dengan Arras, ia sering memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk menjatuhkan Leo.

Namun, Leo melindunginya dan berusaha berdamai dengannya.

Arras mulai bimbang, apakah ia harus berdamai degan Leo? Ataukah, melanjutkan rencananya?

Arras dilema dengan pilihannya, sudah pasti Ariz memilih berdamai dengan Leo. Begitulah pikirnya.

Arras menyalakan rokoknya dan menghisapnya bagaikan ganja.

Ah, Arras sedang berada di tempat klub malam, alasannya karena tempat ini bisa menjadi tempat hiburannya yang lain.

Puk
Seseorang menepuk pundak Arras, sontak ia menoleh kebelakang dan melihat sahabatnya, Alvaro.

"Mau ngapain kau disini? Tumben bener." Tanya Alvaro.

"Tidak apa-apa, hanya healing aja gue disini." Jawab Arras.

Alvaro hanya ber-oh saja, "Jadi, gimana keluarga, lo? Masih brengsek dan bedebah seperti biasanya?"

Arras mengangguk, "Masih bersikap seperti badjingan, tapi bedanya Leo ngelindungin gue dan kak Ariz dari tamparan maut."

Alvaro mengerjapkan matanya berkali-kali, ia bingung dengan kalimat Arras, "Ngapa pula tuh anak haram ngelindungin, lo? Biasanya kagak tuh."

"Yahh, gue juga kagak tau..... Tapi gue yakin kalau kak Ariz bakal memilih berdamai dengan Leo."

"Weitss! Jangan biarin dia memilih berdamai, lembek amat tuh kakak lo, mau gue bantuin? Lo tuh harus berterimakasih ama gue karena udah nyebarin rumor palsu."

Leo Carousel [End]Where stories live. Discover now