Mendung

110 45 38
                                    

Nety memandang langit berkabut awan hitam pekat lewat jendela kamarnya. Hawa dingin menyusup menusuk kulitnya yang sensitif.
"Sepertinya akan hujan
lebat."gumamnya bersidekap.

Tak tahan dengan hawa dingin dia meraih sweater yang tergantung di balik pintu kamar dan mengenakannya.

Lalu keluar kamar menemui Mbok Mi, Art harian yang setia mengabdi pada keluarganya.

"Mbok Mi, jambu merah buat dijus ya ?"tanyanya saat dilihat Mbok Mi sedang memotong buah itu.

"Eh, Non, bentar lagi nih di jus."jawab Mbok Mi kaget tak menyadari kehadiran Nety.

"Oh jangan dijus semua yah , Mbok. Saya mau makan potongan aja."

"Oh gitu, Non. Saya sisakan taroh di box yah."

Nety mengangguk.

"Mbok Mi, kayaknya mau hujan lebat, kalo mau pulang duluan ga papa daripada kehujanan nanti ." Ujar Nety seraya membuka kulkas dan mengambil beberapa buah jambu merah yang tersisa.

"Mbok, buah jambunya bawa pulang aja ya, ga ada yang makan daripada mubazir." Nety menyerahkan sekantong buah itu pada Mbok Mi.

"Lho, Non? Ini bisa buat besok, dijus lagi " Bukan menolak tapi kadang Mbok Mi tidak enak hati selalu dikasih sesuatu sebelum pulang.

"Buat cucu, Mbok. Hujan gini banyak makan buah biar daya tahan tubuh kuat." Senyum Nety.

"Ya non. Banyak yang flu ganti musim..makasih, Non ." kata mbok Mi, matanya memperhatikan Nety memakai sweater tapi masih bersidekap kedinginan.

"Non, kayaknya kedinginan, ga demam tokh?"tanyanya.

"Ga sih, cuman emang ga tahan cuaca, ga tahan dingin sama panas." Nety menjelaskan kondisi tubuhnya. Sejak mengidap penyakit hiperteroid, tubuhnya memang sangat sensitif dengan cuaca.

"Eh, non, Monic ga kelihatan, biasa udah pulang sekolah."heran Mbok Mi.

Monic biasanya sudah ada di rumah apalagi sekarang sudah hampir jam 3 sore.

"Iya, tadi nelepon minta ijin belajar bersama di rumah temannya, mungkin pulang jam 4 sore " jelas Nety.

Mbok Mi hanya ber oh-oh saja.

"Mbok Mi, kunci pintu depan taroh di tempat biasa yah, saya mau ke kamar dulu. Buahnya saya bawa ke kamar saja mau dimakan sambil baca." Ujar Nety .

"Oh iya, Non," Mbok Mi menyerahkan satu box isi buah jambu merah dengan garpu kecil.

"Makasih ya, Mbok." Nety menerimanya lalu melangkah ke kamar tidur utama.

Di sana dia duduk di sofa bed membaca buku novel sambil makan buah jambu. Setengah jam kemudian matanya terasa perih menyusuri huruf -huruf buku novel itu. Rasa kantuk pun menyerang apalagi ditambah suhu dingin yang mendukung. Nety menguap berulang kali, akhirnya dia tertidur dengan posisi kepala menyandar pada sandaran sofa bed, buku yang dibaca tergeletak di pangkuannya.

Tak lama dia terbangun ketika mendengar suara benda jatuh. Ternyata itu buku novelnya yang terjatuh saat dia merubah posisi tidurnya.

Dia meraih buku itu dan duduk tegak kembali. Biasanya kalau sudah terbangun susah terlelap lagi. Dilihatnya jam dinding menunjukkan pukul 16.45.

Lumayan nyenyak. Mungkin Monic dan mas Erwin sudah pulang, ini kan hari Jum'at, biasa lebih awal mas Erwin, batinnya sambil meregangkan otot leher yang kaku.

Bukk!

Nety kaget spontan menoleh ke arah suara. Ternyata daun jendela ditiup angin kencang. Segera dia menutup jendela. Di luar hujan rintik mulai turun, tak lama lagi akan deras. Suara gunturpun mulai kedengaran.

Di Ujung Senja Bersamamu Where stories live. Discover now