Ketinggalan

5.2K 325 3
                                    

Afra sangat fokus mengikuti kelas Bu Fitri. Sangat fokus. Sebelum getaran ponselnya membuyarkan segalanya.

"Si*l! Pasti pinjol." Dia seperti sudah dapat menebak, sehingga memilih tak mengangkat. Terlebih dosen bergelar doktor yang tengah mengajar di depan kelasnya itu terkenal sedikit ... killer.

Namun, getaran ponselnya tak kunjung berhenti. Dia benar-benar ingin memaki orang yang meneleponnya di saat-saat seperti itu.

Alhasil dia melirik sejenak ponselnya dan mendapati nama, "Si Iblis" tertera di ponselnya.

"Si*l! Apa lagi sih maunya si iblis?!"

Berdalih mengikat tali sepatu, dia menunduk dan menjawab panggilan dengan susah payah.

"Apa?" bisik Afra.

"Hei orang miskin? Tolong bawakan barang-barang praktikku yang tertinggal di atas meja belajar. Sekarang!"

Afra menutup mata rapat-rapat berusaha mempertebal sabar. "Barang-barang apa, Iblis?! Bukannya kamu sudah membawa semuanya?"

"Barang-barangku untuk praktik seni. Itu gak disediakan di sekolah. Ada di atas meja belajar. Sekarang ya! Gak pakai nanti! Sedikit lagi pergantian jam pelajaran."

"Aku gak bisa! Aku lagi kuliah."

"Aku akan lapor ayah kalau guruku sampai menegurku karena peralatan praktikku gak ada."

"Heh, Setan?! Yang salah itu kamu! Kenapa gak bawa barang-barangnya sekalian ke sekolah?!"

"Kan ada pembantu. Kalau ada pembantu, kenapa aku harus repot?"

"Terkutuklah kamu wahai Iblis!"

Tet

Afra mengakhiri panggilan lebih dulu dengan perasaan kesal jiwa raga.

Seketika dia mengangkat tangan dengan semangat membuat Bu Fitri melihat ke arahnya. "Ya? Ada yang ingin ditanyakan Afra?"

"Bu? Saya izin sebentar."

"Oh ... oke."

Afra tersenyum manis dan keluar dari pintu. Begitu sukses keluar dari pintu, dia berlari terbirit-birit menuju jalan untuk mencari taksi.

"Harus cepat untuk kembali ke kelas Bu Fitri," batinnya.

Taksi berhenti di depan rumah megah keluarga Aryasatya dan dia terburu-buru masuk ke dalam kamar Adam. Mencari barang-barang praktik yang dimaksud Adam di atas meja belajar, dan hal yang ditemukan justru sangat mengejutkan.

Hanya secarik kertas bertuliskan daftar beberapa barang menggunakan Bahasa Inggris dan sejumlah uang.

Secepat kilat dia menelepon Adam. "Hanya ada kertas dan uang. Mana barang yang kamu maksud?!"

"Belikan semua barang yang ada di daftar itu dengan uang yang ada di situ. Sekarang!"

Tet

Adam mengakhiri panggilan lebih dulu. Balas dendam.

Afra memegang kepala dengan kedua tangan sebelum seperti biasa .... "AAAAAAAAAAAA ...."

Terpaksa dia berlari terbirit-birit ke pusat perbelanjaan untuk mencari barang-barang praktik seni yang dimaksud oleh Adam. Mana daftar barang yang ditulis di secarik kertas itu menggunakan Bahasa Inggris. Sebagai pemilik nilai Bahasa Inggris yang selalu merah di rapor, tak ada pilihan bagi Afra selain menerjemahkannya di google translate.

Sangat merepotkan, pikir Afra.

Setelah membeli semua barang yang dimaksud, Afra menuju sekolah Adam dengan terburu-buru. Pria itu sudah menelepon berkali-kali untuk menanyakan keberadaan barang-barang praktik seninya. Seolah-olah tak sadar, dirinya sendiri yang merupakan biang keroknya.

Begitu bertemu di pintu masuk, Adam tak mengucapkan sepatah kata pun bahkan setidaknya ucapan 'terima kasih'. Dia hanya mendekat dan mengambil barang-barang praktiknya dari genggaman Afra sebelum mengomel, "Kenapa lama sekali?! Aku terlambat praktik karena menunggu kamu tahu!"

"Hmmmm ...." Afra mengepalkan tangan dan menahan amarahnya kuat-kuat walaupun dia sangat ingin menjambak rambut pria itu sampai botak.

***

Afra baru pulang saat sore hari dengan wajah lelah, tapi sudah dicegat oleh Bunga di ujung tangga. "Tuanmu mencari kamu sejak tadi."

"Baik, Bu."

Dengan langkah gontai, dia menaiki tangga menuju kamar Adam. Mendapati pria itu tengah berbaring di sofa.

"Apa?!"

Adam menoleh dengan ekspresi datar. "Dari mana saja kamu?"

"Kuliah lah! Memangnya hanya menjadi pembantu kamu apa?!"

"Ikut aku ke sekolah! Ada ekskul basket."

"APA?!" Afra bahkan belum sempat istirahat atau setidaknya minum sedikit air putih, dan harus kembali mengekor pria itu ke sekolah. Sepertinya dia tak memiliki jam kerja, karena harus 24 jam melayani Adam, pikirnya.

Alhasil dia berakhir duduk di tribune yang menghadap lapangan basket dengan wajah malas. Tugasnya adalah membawa tas yang berisi seperangkat perlengkapan Adam untuk latihan basket dan air minum.

Tak lama beberapa pria yang merupakan tim basket Elegra International High School itu memasuki lapangan bersama seorang pelatih. Para pemain kompak memakai jersey basket mereka yang berwarna merah gelap. Adam juga ada di sana.

"Hah ...." Afra sampai menutup mulutnya menahan takjubnya pada pemandangan yang sangat memanjakan matanya itu. Pria-pria tinggi berbadan atletis dan berkulit putih bersih. Sungguh, dia ingin ngiler saat itu juga.

Sebagai anak-anak orang kaya, mereka mendapat asupan nutrisi yang sangat baik, sehingga fisiknya terlihat di atas rata-rata meskipun masih duduk di bangku SMA.

"Astaga ... kalau pemain basketnya kayak gini, gue bakal nonton setiap pertandingan," gumamnya.

Mereka mulai latihan basket, tapi Afra tak fokus pada permainan mereka. Lebih fokus kepada keindahan fisik mereka yang sangat menakjubkan.

Anehnya, Adam adalah yang paling tampan dari semua pria-pria itu.

Wajahnya seperti terpahat hanya khusus dia.

Tak pasaran dan sangat enak dipandang.

Cara bicaranya dengan teman dan pelatihnya di tengah sesi latihan dengan wajah berkeringat terlihat sangat mengagumkan.

Afra sampai tak bisa berkedip sebelum tersadar bahwa akhlak manusia yang dipanggilnya sebagai iblis itu sungguh sangat memuakkan.

Setelah sesi latihan, tiba-tiba seorang pria tampan berlari pelan ke arahnya.

"Are you Adam's new assistant?" tanya pria itu begitu berhenti tak jauh darinya.

"Hah?" Afra tak paham Bahasa Inggris.

"Maaf, apa kamu asisten barunya Adam?" Pria itu mengganti bahasanya.

Afra mengangguk cepat. "Ya ...." Dia salah tingkah sendiri berbicara dengan orang tampan.

"Aku Adly. Sepupunya Adam. Siapa namamu?"

"Afra."

"Afra?"

Afra mengangguk kikuk.

"Kamu sekolah di mana, Afra?"

Afra sampai heran, apa dia sangat awet muda sampai dikira anak SMA? Yang benar saja, pikirnya.

"Aku kuliah."

Adly tampak terkejut. "Oh ... sorry. Kalau begitu aku akan panggil Kak Afra. Bye Kak Afra. Sampai ketemu lagi." Pria itu melambaikan tangan dengan senyum ramah sebelum kembali berlari ke lapangan.

Afra sampai menganga saat pria itu menjauh. Tak menyangka Adam akan memiliki sepupu tampan, baik, ramah, dan sopan seperti Adly. Sungguh perbedaannya bagai langit dan bumi, pikir Afra.

Pengasuh Mr. A (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang