Chapter 04

64 7 29
                                    

"Aku suka hujan dan segala kenangannya"

- Gerhana Madana Pradigta -

***

"Sepi banget, biasanya, kalau sore-sore gini Nenek lagi nyapu di halaman depan rumah." Gerhana tersenyum getir, ketika mengingat kebiasaan neneknya samasa hidup.

Gerhana duduk sendirian di teras depan rumah, ia mengingat semua kenangannya bersama nenek. Wajah sedihnya tidak bisa berbohong jika pemuda itu begitu merindukan kehadiran sang nenek.

Lama Gerhana termenung, sesuatu dipikirannya muncul. Entah kenapa ia sampai lupa untuk membeli perlengkapan sekolah, sementara besok sudah mulai masuk sekolah.

"Ini udah jam lima sore, pasar pasti udah tutup, gue beli di Gramedia aja." ucapnya.

Kebetulan ada Gramedia di sekitar tempat Gerhana tinggal, meskipun cukup jauh setidaknya Gerhana bisa membeli perlengkapan sekolah di sana, dan kebetulan Gramedianya cukup besar dan menjual beberapa barang lainnya termasuk barang sekolah seperti alat tulis.

Gerhana bergegas pergi, ia menutup dan mengunci pintu rumahnya sebelum pergi. Meskipun tidak ada barang yang terlalu mahal di rumah itu, tetap saja harus di kunci untuk berjaga-jaga.

"Ini pak, uangnya." Gerhana memberikan selembar uang dua ribuan kepada sopir angkot. Sebenarnya, bisa saja jika Gerhana ingin berjalan kaki, tetapi kemungkinan waktu yang akan ditempuh cukup lama.

Setelahnya, Gerhana mulai memasuki Gramedia itu, ia pergi ke lantai dua untuk membeli alat tulis yang ia butuhkan. Setelah mendapat apa yang ia cari, entah kenapa Gerhana ingin mencari buku bacaan di lantai tiga.

Disaat sedang mencari buku bacaan yang ia inginkan, Gerhana tidak sengaja melihat seorang gadis tengah menggapai sebuah buku di rak yang cukup tinggi, gadis itu nampak kesusahan untuk menggapainya, karena letak buku itu yang cukup tinggi.

Gerhana mendekat dan berinisiatif untuk membantu gadis itu, setelah tangan Gerhana berhasil meraih buku itu, gadis itu menoleh dan menatap netra hitam pekat Gerhana.

Gerhana terpaku, ia tidak tahu jika gadis itu adalah Kaira, gadis yang belum lama ini ia temui.

"Ini." Gerhana segera memberikan buku itu kepada Kaira.

"Makasih," ucap Kaira, gadis itu mengambil buku yang diberikan oleh Gerhana. Entah kenapa suasana di antara mereka menjadi canggung.

"Em, gue cabut duluan," ucap Kaira, kemudian pergi meninggalkan Gerhana.

Belum sempat Gerhana berkenalan dengan gadis itu, tetapi, gadis itu sudah pergi terlebih dahulu. Meskipun dirinya sudah tahu nama gadis itu, tetapi, tetap saja ia ingin berkenalan langsung dengannya.

"Semoga aja, kita bisa ketemu lagi," ucap Gerhana, di sela senyumnya. Sembari menatap kepergian Kaira.

****

Malamnya, Gerhana menatap bingkai foto keluarganya, di mana di dalam foto itu, masih ada nenek, Gerhana, Gala, dan juga kedua orang tuanya.

Gerhana bahagia mengingat masa-masa itu, di mana mereka masih bisa berkumpul dan bercanda dengan riangnya. Namun, Gerhana juga sedih, mengingat dirinya yang saat ini tinggal sendirian, tidak ada Gala, nenek, ataupun kedua orang tuanya.

"Ma, kalian berdua di mana? Gerhana kangen banget sama Mama, Gerhana juga kangen sama Gala, Ma, cepat pulang ya," lirih Gerhana.

Hampir setiap harinya, Gerhana mengatakan hal itu, ia berharap ada keajaiban yang datang untuknya. Ia tidak ingin apapun, ia hanya ingin kepulangan dari mamanya dan juga Gala adiknya.

Pagi harinya, Gerhana bersiap untuk pergi ke sekolah, pemuda itu menatap pantulan dirinya di depan cermin kamarnya, lengkap dengan seragam sekolah yang membalut tubuhnya.

"Gerhana sekarang udah SMA, Ma."

"Gerhana ingat banget, waktu itu Mama sempat bilang kalau Mama mau liat Gerhana pakai seragam SMA," ucap pemuda itu tersenyum.

"Coba aja sekarang Mama ada di sini ...." Gerhana tersenyum kecut.

"Hari ini hari pertama Gerhana masuk sekolah, Ma. Doain Gerhana ya, semoga Gerhana makin pintar dan bisa banggain Mama suatu hari nanti."

****

Gerhana menatap takjub bangunan besar yang saat ini berada di hadapannya, SMA Jaya Bangsa, tempat inilah yang akan menjadi sejarah di mana Gerhana menempuh pendidikannya. Di mana Gerhana akan melalui masa-masa putih abunya di sini, ia juga berharap akan membuat kenangan-kenangan indah di sini bersama teman-teman semasa putih abunya.

"Gerhana."

Panggilan itu mengalihkan atensi Gerhana, ia melihat dua orang pemuda yang saat ini tengah melambaikan tangan ke arahnya.

"Genta, Arka," panggil Gerhana.

Gerhana segera menghampiri kedua pemuda itu, dan bertos ria.

"Apa kabar  lo semua?" tanya Gerhana.

Ketiga pemuda itu sudah lama tidak bertemu, semenjak hari kelulusan kedua teman Gerhana pergi untuk berlibur di luar kota, lain halnya dengan Gerhana, jika tidak pergi ke rumah Papanya maka dirinya hanya akan berdiam di rumah bersama neneknya, dan membantu untuk berjualan kue.

"Alhamdulillah, gue baik."

"Gue juga baik."

"Gue dengar, Nenek lo meninggal? gue turut berduka cita atas kepergian Nenek lo." Gerhana sedikit sedih ketika mendengar ucapan dari Genta, entah kenapa ia jadi teringat dengan neneknya.

Arka menepuk pundak Gerhana untuk menguatkan pemuda itu. "Lo yang kuat, lo nggak akan kesepian, kita berdua ada di sini buat nemanin lo," ucap Arka menguatkan.

"Makasih ya, gue beruntung bisa punya teman kayak kalian," ucap Gerhana, dirinya merasa bahagia sekaligus beruntung memiliki teman seperti Genta dan juga Arkana yang selalu setia menemaninya.

Tidak lama, Bel masuk berbunyi. Semua murid baru diarahkan untuk segera berkumpul di lapangan, mereka berbaris dengan rapi sesuai arahan dari kakak OSIS yang ditugaskan untuk menyambut para murid baru.

Gerhana melirik ke arah kanannya, ia melihat seorang gadis yang akhir-akhir ini ia temui. 

'Kaira ..., jadi, dia satu sekolah sama gue,' ucapnya dalam hati, Gerhana tersenyum mengetahui jika gadis itu satu sekolah dengannya.

"Temen lo kenapa tu, senyam senyum sendiri?" ucap Arkana kepada Genta.

"Kesambet kali," jawab Genta asal.

Arkana mencoba mencari siapa seseorang yang saat ini sedang temannya itu lihat sampai membuatnya tersenyum bahagia.

"Na, lo lihatin siapa sih?"

"Gue lagi lihatin masa depan gue, Ka," jawab Gerhana sembari tersenyum. Lelaki itu tetap menatap gadisnya tanpa enggan mengalihkan perhatiannya.

"Yang mana sih?" Arkana dan Genta ikut penasaran dan melihat siapa yang sedang dibicarakan oleh Gerhana, tetapi karena posisi Kaira berada di antara banyaknya murid lain sangat sulit untuk melihatnya.

"Makin senyam-senyum aja ni anak," ucap Genta sambil menggelengkan kepala melihat kelakuan Gerhana.

"Temen lo nih, bawa berobat," ucap Arkana pada Genta.

"Temen lo juga kali!" timpal Genta.

Sementara sang empu yang sedang di bicarakan tetap fokus memperhatikan gadisnya tanpa memperdulikan ucapan dari kedua temannya. Bagi Gerhana, memperhatikan gadisnya dari jauh seperti ini  merupakan suatu kesenangan sendiri untuknya, bayangkan saja hanya melihatnya sajapun hati Gerhana sudah sangat gembira.

PLUVIOPHILE ~SELESAI~ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang