3.2 Senyawa hidrida

Start from the beginning
                                    

Tapi Razel malah dengan gamblang menyalahartikan tatapan penuh harap Sabrina sebagai perasaan suka. Hell! Gadis rese itu memang benar-benar, dia jadi membuat Sabrina kembali bimbang pada perasaannya.

“Berapa kali gue bilang, kalo datang ke sini seenggaknya pakai pakaian yang lebih tebal.”

Seseorang tiba-tiba mengambil earphone yang terpasang di kedua telinga Sabrina. Tanpa ada niat untuk protes, gadis itu hanya menoleh memperhatikan orang yang datang tanpa diundang itu duduk di sampingnya, membuka jaket yang ia kenakan, lalu memasangnya di pundak Sabrina.

“Kenapa? Tugas sekolah lagi banyak-banyaknya?” Tanyanya seolah-olah memang tau alasan apa yang selalu membuat Sabrina datang ke sini.

Sabrina menggeleng.

“Razel sama nyokapnya gangguin lagi?”

Sabrina menggeleng lagi.

“Terus?”

“Razel ngatain gue suka sama Fikri.”

“Loh, emang masalahnya apa? Atau ... lo beneran suka sama Fikri?”

“Itu dia. Gue ngerasa enggak, tapi ...”

“Tapi?”

“Gue juga nggak bisa nyangkal kalo gue emang punya perasaan sesuatu ke Fikri. Selama ini gue selalu percaya kalau itu cuma rasa tersentuh, tapi dari sudut pandangnya Razel, dia bilang gue suka sama Fikri.” Dengan raut wajah kacau, Sabrina menyisir rambutnya ke belakang. “Intinya, gue nggak tau itu perasaan apa, gue bingung, gue—”

“Suka.” Orang itu menyela. “Lo suka sama Fikri, Sabrina.”

“Apa? Gimana bisa—”

“Karena kalau dari awal lo emang nggak suka sama dia, lo nggak bakal jadi sebingung ini.”

Sabrina terdiam. Benar juga, kalau dia tidak menyukai Fikri, dia tidak akan terganggu dengan kata-kata Razel. Gadis itu mengusap wajahnya kasar sebelum akhirnya memutuskan merebahkan badannya di atas rumput.

Lalu suasana sunyi tercipta, Sabrina tidak bersuara, orang yang duduk di sampingnya juga tidak bersuara. Mereka berdua sama-sama diam. Mungkin 10 menit sebelum Sabrina memutuskan menghela napas. “Albert,” panggilnya kemudian.

Tanpa menoleh, Albert—orang yang dari tadi duduk di sampingnya, hanya berdehem. “Hm?”

“Kenapa akhir-akhir ini Avia jadi baik ke gue?”

“Karena gue ngadu soal nyokapnya Razel yang berani nampar lo.”

“Apa?!” Dengan secepat kilat Sabrina berubah posisi jadi duduk kembali. “Jadi, lo tau tentang itu?”

“Jelas.” Jawab pemuda itu dengan wajah sombong. “Gue ini Albert Hernandez, tangan kanannya Avia, semua hal yang terjadi di kediaman keluarga ADHINATHA pasti gue tau.”

Sabrina bengong tidak percaya, bahkan ketika Albert beranjak dari posisinya dia tetap merasa tidak bisa mengatakan apa-apa. Kenapa Albert bisa tau tentang itu?

“Daripada galau nggak jelas di sini, mending lo pulang ngerjain catatan kinematika lo yang dikumpul besok pagi” Albert mulai melangkah menjauh. “Gue bakal lapor ke Avia kalau malam ini lo bolos bimbel gara-gara sibuk kerja tugas.”

Sabrina semakin tidak percaya, Albert bahkan tau tentang tugas sekolahnya. Iya, gadis itu memang punya catatan kinematika tentang besaran vektor yang harus dikumpulkan besok pagi.

-

Bab 17 “Senyawa hidrida”

•••

RABIDUS FAMILIAWhere stories live. Discover now