Chapter 25: Our Promises

3 3 0
                                    

The two hardest things to say in life are hello for the first time and goodbye for the last.
Moira Rogers

Mendengar itu tentu Aru sedih, dia menunjukan raut cemberut yang berhasil mengundang tawa El kembali meledak. Eleine meyakinkan Aru bahwa ini tidak akan lama. El akan menyelesaikan secepat yang dia bisa sambil bilang, memangnya siapa yang lebih cepat dariku?

Aru hanya tersenyum. Eleine mampir menyelesaikan semuanya sendirian, gadis ini juga sebenarnya berani. Hanya saja, masalah kemarin benar-benar membuat El kewalahan bahkan melakukan sesuatu yang tidak-tidak. Jadinya, Aru mendukung El yang ingin pergi ke ibukota. Namun, Aru mengatakan banyak hal seperti orang tua yang akan ditinggal jauh oleh anaknya, hal itu membuat El terkikik girang.

Karena gemas sekali dengan Eleine, Aru tak sengaja menarik punggung El dan membuatnya mendekat. Senyum El merekah melihat wajah Aru yang memerah seperti kepiting rebus. Apa yang membuatnya begitu tersipu padahal El hanya tersenyum sambil menatap matanya? Saking gemasnya, Aru mengangkat tangannya untuk mencubit sebelah pipi El.

Namun, Eugene, Ken, dan Sabila datang di saat yang tidak tepat, hampir saja Aru dan El melakukan sesuatu yang membuat keduanya malu—tapi El malah kesenangan. Untuk kali pertama baginya, merasa musim panas kali ini benar-benar terasa panas. Godaan Ken pun mengisi sore menjelang malam ini. Mereka membawa banyak makanan dari luar. Tak lama kemudian, bibi dan paman datang ke rumah Aru. Mereka meminta maaf sekal lagi.

"Siapa yang mau daging sapi?" tanya Fredi, ayah Ken, membuat Ken bersorak paling keras untuk mengambil daging sapi itu. Alhasil kepalanya dipukul pelan oleh Fredi. "Ini spesial untuk Aru dan El!"

Ken cemberut. "Kalau gitu kenapa harus nanya siapa yang mau daging sapi? Kalau gitu kan aku jadinya mau."

"Ratu daging sapi di musim panas kali ini jatuh kepada Ken Riley," kata Sabila, membuat semuanya tertawa.

Akhirnya, televisi yang tidak pernah dinyalakan setelah dua tahun itu kembali dinyalakan untuk menayangkan talk show. Aktor yang sudah lama tidak Aru lihat itu muncul lagi, rasanya seperti sedang bernostalgia.

Untuk Eleine sendiri, ini kali pertama baginya merasakan kehangatan. Ibunya Eugene sangat baik, dia bahkan mengelus puncak kepala El dan mengelus punggungnya, memegang tangan El sambil mengatakan hal-hal baik seperti, di dunia ini penuh dengan kejutan, kalau kamu melangkah dengan lebih berani, semuanya tidak akan begitu sulit.

Kamu tidak akan mudah terkejut, kamu akan dengan mudah menerima semuanya dan terus melangkah.

Eleine menitikkan air mata. Dia dan Aru memiliki dunia yang berbeda. Di saat Aru terluka, banyak sekali orang di sekelilingnya untuk mendukung Aru kembali bangkit. Sedangkan El, tak ada satu pun. Di ibukota tidak ada, hanya mereka yang tidak ingin melihat El diam di pojok ruangan, menangis. Hanya mereka yang merasa muak pada El dan membantu El untuk melarikan diri. Selebihnya bersikap tidak peduli.

Namun, saat El memutuskan untuk tinggal di desa ini, semuanya berubah. Tatapan dan sikap dingin itu tidak lagi El dapati, justru kehangatan yang terus berdatangan. Mereka menerima El apa adanya, meskipun El memiliki latar belakang yang buruk.

Untuk Aru sendiri, dia harus banyak bersyukur karena di sekelilingnya memiliki hal-hal baik. Bahwa ada banyak orang yang peduli di dunia ini. Bahwa takdir tidak selalu memutari jalannya, makanya kenapa harus selalu siap dengan setiap perubahan yang akan terjadi. Entah itu perubahan yang terjadi secara tiba-tiba, atau Aru yang merubahnya sendiri.

Fredi bilang, setiap hal yang terjadi memiliki konsekuensinya sendiri.

Aru melirik bingkai foto ibu dan ayahnya, akankah mereka juga bahagia melihat Aru sekarang dapat dengan bebas tersenyum? Apakah mereka senang bahwa Aru tidak lagi terkungkung rasa sedih dan penyesalan?

Mereka pasti bahagia kamu sekarang berubah, kata ibunya Eugene, dia menitikkan air matanya.

Aru tersenyum, menganggukkan kepalanya.

"Baiklah, momen ini gak boleh hilang." Eugene bangun dari duduk dan mengambil kameranya. "Ayo kita abadikan!"

Eugene menyimpan kameranya di atas lemari, kemudian semuanya bersiap di tempat.

Dalam hitungan ketiga, flash menyala dan gambar pun berhasil diambil.

***

Esoknya, El berhenti sekolah juga bekerja, dia memutuskan untuk menyelesaikan masalahnya dulu di ibukota dan membuka toko kue yang sangat diimpikan ibunya di desa ini, bekerja dengan nyaman tanpa ada lagi yang mengganggu.

Begitu juga dengan Aru. Aru, Eugene, Ken, dan Sabila mengantar perginya El menaiki kereta. Mereka berpamitan dan berharap semua berjalan dengan lancar.

"Aku berjanji akan kembali," kata El, dibalas senyuman oleh yang lain.

Lantas El pergi, dan Aru berjanji untuk menunggu.

***

Our Sweetest Summer [PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now