Chapter 24: Promises That Must Not Be Broken

3 3 0
                                    

When the raindrops come tumbling, remember you're the one who can fill the world with sunshine.
-Snow White

Setelah kejadian kemarin, paginya El dan Aru bertemu di atas lembah, mereka pergi ke makam ibunya Aru. El membawa bunga yang dia petik di taman belakang rumahnya, dia juga diberikan beberapa bunga oleh Sabila. Setelah mengetahui Sabila akan pergi walau bukan hari ini, El diberikan banyak bunga dan banyak biji-bijian. Sabila meminta El untuk menanam biji-bijian itu dan memotret hasilnya, minta diberikan lewat surat suatu hari nanti.

Keduanya terduduk di atas rerumputan yang dipangkas rapi. Aru sudah meminta El untuk berdiri dulu dan merelakan jaketnya untuk El duduki, tapi gadis itu menolak. Ternyata Eleine cukup keras kepala lebih dari yang Aru bayangkan.

Mereka berbincang sejenak di sana sembari menikmati semilir angin yang tenang.

"Maafkan saya, tolong maafkan saya." El menundukkan kepalanya, duduk sopan di depan nisan bertuliskan Ayumna Margen.

Aru memegang sebelah bahu El. "Ibu, dulu ibu selalu ingin aku membawa perempuan cantik yang aku akui sebagai sosok yang kusayangi. Sekarang aku membawanya," kata Aru, tersenyum. "Terjadi banyak kesalahpahaman di antara kami, tapi begitulah kami bertemu. Aku yakin, jika Ibu ada di sini sekarang, Ibu akan menyukai sosok El."

"Aku gak berpikir ibumu akan menyukaiku, Aru." El ikut tersenyum.

"Enggak. Ibuku itu orang yang penuh kasih sayang. Dia rela melakukan apa pun agar aku dapat hidup, dapat makan enak, meskipun Ayah sudah pergi meninggalkan kami."

"Mungkin sekarang, ibumu sudah bertemu dengan ibuku."

Aru tertawa. "Mungkin ibuku akan melayangkan tinjunya pada ayahmu, dan mengadu macam-macam pada ibumu."

Eleine mengembangkan senyumnya. "Semoga Anda juga memaafkan ayah saya. Semoga Tuhan memberikan tempat ternyaman untukmu."

Angin berembus pelan, cahaya matahari mulai terik. Desa pun menjadi lebih ramai, suara orang berbincang sampai ke atas sini. Setelah berdoa dan berpamitan, keduanya pun memutuskan untuk pergi dari pemakaman menuju rumah Aru. Cowok ini mengadakan acara makan-makan.

"Nah, El. Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" tanya Aru, berjalan beriringan dengan El.

El mendongakkan kepala, berpura-pura berpikir. "Emm, aku akan melangkah lebih berani."

"Ya, kamu pasti bisa melakukannya." Aru mengelus puncak kepala El pelan. "Jadi hari ini kamu mau bantu aku beres-beres rumah, kan?"

El mengangguk. "Kamu juga, pasti bakal terus maju dengan berani, kan?"

Aru meluruskan pandangan. Matanya yang cokelat itu sangat jernih, alisnya yang tebal seperti ulat bulu terlihat sudah matang. Kedua sudut bibirnya terangkat, Aru tersenyum dengan sangat tampan dari sudut penglihatan El.

"El, dari apa yang kita alami, aku belajar banyak hal. Ternyata takdir Tuhan itu selalu enggak terduga." Aru menghela napas, senyumnya semakin merekah. "Dulu aku selalu berdoa agar diberikan jawaban, agar diberitahu jalan keluarnya. Dan Tuhan mengabulkan itu dengan cara yang enggak aku sangka."

"Aku juga."

Aru menoleh. "Hm?"

"Aku juga berpikir begitu. Aku meminta pada Tuhan untuk mengakhiri penderitaanku. Untuk enggak lagi berpura-pura. Untuk bisa melepaskan semuanya. Dan ternyata inilah akhirnya, di musim panas ini, Tuhan mengabulkannya. Meski jalannya enggak mudah." El terkikik. "Tapi, kan, sekarang aku jadi punya teman. Aku gak lagi bersembunyi. Aku juga jadi bisa dekat dengan kamu."

Pipi Aru merona, dia tersenyum dan melangkah dengan girang. El yang melihat cara jalan Aru itu ikut dari belakang sambil tertawa kecil.

Terima kasih, Tuhan, sudah mengabulkan keinginan terbesarku, kata El dalam benak.

***

Aru sudah menduganya, kalau Ken, Eugene dan Sabila datang dengan sangat terlambat. Jadinya El membantu lebih banyak persiapan makan-makan ini dibarengi candaan. Mereka memasak, dan menikmati banyaknya tembang kenangan di rumah Aru yang hangat ini. Aru menceritakan banyak hal tentang masa kecilnya, tentang ayahnya yang seorang petani dan penggila langit.

Dia juga menceritakan hobinya memasak, bermain basket, dan betapa mengerikannya minyak meletus. El tertawa lepas mendengar itu semua.

Kemudian, barulah El menceritakan lagi rencana selanjutnya. Bahwa El akan pergi ke ibukota, untuk mengurus dan menyelesaikan semuanya.

Lalu ketika semua selesai, El akan kembali lagi ke sini.

Ke desa ini, untuk bersama dengan Aru.

***

Our Sweetest Summer [PROSES TERBIT]Where stories live. Discover now