CHAPTER 9 ◆ Camouflage Mask

61 3 0
                                    

          BAGAIMANA pun juga Anya tetaplah manusia biasa. Dia bukan hanya lelah secara fisik melainkan juga batin. Setelah sepuluh menit perjalanan di tengah larut malam begini, dia sudah merasa sangat lelah sekali karena malam sebelumnya agak kesulitan tidur dan pada akhirnya dia tertidur di dalam mobil ketika Enzo menyuruhnya sebab dia tak bisa menahan kantuk yang tiba-tiba menyerangnya, bahkan dia tidak bisa membuka kelopak matanya lebih dari tiga detik sebelum menutup kembali.

          “Anya, bangun!”

          Anya merasakan seseorang mengguncangnya dan menyuruhnya untuk bangun. Dia memilih untuk mengabaikannya. Dia mencoba untuk tidur lagi dan tidak ada seorang pun yang datang mengganggunya lagi. Dia tersenyum dalam tidurnya penuh kemenangan hingga... dia merasakan cipratan air dingin ke seluruh wajahnya sehingga dia menyentak bangun dengan terpaksa.

          “Apa-apaan ini!” Anya berteriak seraya tersentak bangun dan sudah mengeluarkan pisaunya dari sarungnya lalu mengarahkan agar orang tersebut hampir tidak bisa menyelesaikan pekerjaan untuk mengguyur tubuhnya dengan air.

          “Aku harus melakukan ini lebih sering.” kata Enzo sembari menertawakan Anya yang basah kuyup karena ia tak sengaja menyiramnya terlalu banyak.

          Apa Enzo serius tertawa sekarang? Anya memandang pria itu dengan sangat marah hingga dia harus menahan tawanya untuk berpura-pura seolah dia serius sekarang tetapi dia tidak bisa berhenti menyeringai seperti orang bodoh.

          Apa yang terjadi dengan Enzo yang serius sebelumnya? Anya mengira kepalanya terbentur tembok atau mobil atau mungkin di tempat lain.

          “Apa menurutmu yang lucu tentang ini?” Anya terlihat mengomel. Ia sangat marah pada Enzo sehingga jika bukan pria itu ada di pihak Luca maka ia tak akan segan-segan menggorok lehernya saat itu juga seperti hewan ternak.

          “Itu tadi... lucu.” kata Enzo di sela-sela tawanya yang justru menambah kemarahan Anya padanya.

          “Aku bersumpah demi Tuhan jika kau melakukan ini lagi, aku akan menggorok lehermu.” Anya memperingatkan dengan wajah serius. “Aku serius. Setidaknya kau mungkin mencubitku sedikit saja? Atau mencoba mengguncangku sekali lagi.” Ia menyarankan dengan marah.

          “Tidak! Aku lebih suka yang ini.“ sahut Enzo sembari nyengir.

          Anya memandang Enzo seperti kepalanya sedang tumbuh menjadi dua lalu hanya tersenyum miring. “Pasti kau juga suka kalau bolamu dipotong.”

          Berjalan melewati Enzo, Anya sengaja menepuk bahunya di jalan dan melihat ke arah mansion yang sangat besar. Itu benar-benar sangat indah, segala sesuatunya sempurna. Di sana terdapat air mancur di depan mansion, semuanya berwarna putih. Kemudian setiap langkah yang di ambil menuju mansion, semakin terasa seperti seorang bangsawan karena tampilan mansion tersebut.

          Dalam Dunia Bawah atau dunia mafia, rumah utama selalu yang terbesar tapi ini bukan rumah utama namun sangat indah. Jauh lebih besar daripada mansion Gruzinsky yang ada di Rusia padahal itu adalah rumah utama. Jadi kira-kira seberapa besar mansion utama di New York?

          “Apakah kau hanya akan menatap rumah itu dan membakarnya dengan tatapanmu atau kau akan masuk ke dalam juga? Omong-omong, aku sarankan kau menutup mulutmu itu sebelum serangga masuk ke sana.” Enzo berkata seolah bosan dan sepertinya rumah besar di hadapannya hanyalah sebuah rumah, bahkan ia menyebutnya cuma sekedar rumah.

          Anya langsung melirik Enzo dengan jengkel. Ia memang memperhatikan mansion tersebut tapi tidak sampai membuka mulut karena takjub. “Rumah? Entah kau gila atau bagaimana, ini mansion yang aneh namun luar biasa! Ini bahkan bukan rumah utama dan ini lebih besar dari mansion utama Gruzinsky di Rusia!”

Darker Than NightWhere stories live. Discover now