CHAPTER 7 ◆ Face To Face With Hypocrites

80 2 0
                                    

          “NEW York?” Anya sebenarnya tahu mengapa Luca mau membawanya ke New York setelah mendengar capo Italia itu berujar padanya jika mereka akan pergi ke kota tersebut, namun ia sengaja berpura-pura tidak tahu apa-apa.

          “Ya, tentu.” Luca masih menggandeng erat tangan Anya begitu mereka mulai kembali ke ballroom dengan pesta yang masih berlangsung. “Di sanalah markasku berada. Lebih tepatnya rumahku yang sebenarnya.”

          Anya hanya mengangguk saja. Tangan Luca mulai beralih memegang bagian pinggang ramping Anya dengan posesif. Sebisa mungkin Luca tampaknya membuat Anya lebih nyaman berada di dekatnya. Dia jauh berbeda ketimbang Lev yang kadang agak agresif dan terlalu seduktif. Berbicara tentang Lev dan melihat sosoknya yang sangat menyebalkan, membuat Anya yang sudah kembali lagi ke ballroom merasa sangat marah, kesal dan jengkel yang menjadi satu. Rasa amarah yang luar biasa itu semakin menjadi begitu mata Anya melirik Gruzinsky yang sedang mengobrol dengan seorang bos mafia dari Prancis.

          “Luca, kau bisa membuktikan apa yang sudah aku katakan tadi, bukan?” Anya lalu melirik Luca dengan senyuman kecil bermakna yang membuat capo Italia itu paham apa maksudnya.

          Mata Luca secara otomatis melirik ke arah sudut ruangan. Dia bisa melihat sendiri bagaimana sosok Gruzinsky yang sedang mengobrol dengan menyenangkan sembari tertawa bersama Pierre Delcroix yang merupakan bos mafia dari Prancis tersebut. Keduanya berlagak layaknya teman lama yang pada akhirnya bertemu lagi.

          Anya memperhatikan ekspresi wajah Luca yang sedang serius. Rahangnya tampak mengeras dengan tatapan mata tajam. Bahkan tangannya mengepal dengan kuat seolah-olah dia bisa meremukkan apapun yang ada di hadapannya. Karena tak ingin Luca menjadi gelap mata dan membuat dirinya langsung menyesal nantinya, Anya menggenggam erat tangan Luca untuk menenangkannya dan berusaha membuatnya tidak harus memperhatikan perbincangan antara Gruzinsky dan Pierre Delcroix yang sedang berjabat tangan—kemungkinan besar menandakan bahwa mereka memiliki suatu rencana atau perjanjian bersama yang sudah disepakati.

          “Aku sudah menduga jika dia akan membuat aliansi.” kata Anya yang membuat Luca akhirnya menatap padanya.

          Ekspresi Luca kali ini seperti kembali mencurigai Anya. “Apa kau benar-benar tidak berada di pihaknya?”

          Anya langsung menghela nafas. “Harus aku katakan berapa kali lagi? Aku bisa saja tadi menembakmu di elevator jika aku memang berada di pihaknya.”

          Suara tawa antara Gruzinsky dan Delcroix terdengar sehingga mengundang perhatian tamu yang lain. Luca terlihat agak jengkel dengan rahang yang masih mengeras. Dia seperti ingin menghantamkan dengan sangat keras kepala kedua orang itu dengan tangannya sendiri.

          “Luca, jangan terlalu menunjukkan emosimu seperti ini. Kau jadi terlihat sangat lemah dan gampang diserang.” kata Anya memperingatkan.

          Luca berdecak pelan. “Pikirkan saja bagaimana nasibmu.”

          “Aku hanya memperingatimu agar kau tidak melakukan hal gegabah yang malah akan merugikanmu.” Anya tidak peduli jika Luca semakin kesal namun dia harus tetap berhati-hati dan penuh perhitungan. Ia bisa merasakan ada dua orang sedang menatap ke arah mereka sembari berbisik.

          Kedua orang itu ialah satu orang wanita muda dan pemuda yang terlihat masih remaja. Mereka cukup tinggi dengan rambut pirang, berwajah menawan dan bermata biru yang terlihat mirip seperti milik Luca. Wajah mereka pun tampak agak sama. Anya hanya melirik kedua orang itu yang sedang berjalan ke arah mereka.

          Wanita muda itu tampak mendekati Anya. “Hey, aku Carla.” Ia mengulurkan tangannya. “Dan dia adalah adik laki-lakiku, Fabio.” Ia juga memperkenalkan pemuda yang hampir setinggi Luca di sampingnya.

Darker Than NightWhere stories live. Discover now