Part 18

1.4K 39 0
                                    

Murni dan Astelia keluar dari ruang pemeriksaan kandungan, wanita paruh baya itu tidak hentinya tersenyum mengingat sebentar lagi dia akan menjadi seorang nenek. Dia tidak menyangka bahwa dia akan mendapat seorang cucu dari Sagara, anaknya.

"Bu, Murni minta tolong jangan kasih tau Mas Gara dulu ya bu soal kehamilan ini, nanti aku yang bakal kasih tau sendiri ke Mas Gara, kalau waktunya sudah tepat"

Mengingat hal itu senyum Astelia luntur, padahal dia sangat ingin cepat-cepat memberitahu Sagara, dia berharap dengan adanya bayi ini mampu membuat Sagara sadar dan bisa mencintai Murni sebagai istrinya.

"Maafin aku bu, tapi aku takut mas Gara gak bisa nerima anak ini. Nanti kalau waktunya udah pas, aku pasti bakal kasih tau Mas Gara" Murni mencoba membuat Ibu Mertuanya mengerti, sebenarnya Murni pun sangat ingin memberitahu Sagara tentang bayi ini. Tapi dia merasa, saat ini bukanlah waktu yang tepat. Murni hanya takut menerima respon Sagara.

Astelia mengangguk dan tersenyum menatap menantunya, dia mengelus puncak kepala Murni dengan sayang. Seandainya keadaan Sagara normal pastilah momen seperti ini sangat anaknya itu nantikan, tapi Astelia akan selalu berdoa yang terbaik untuk Sagara dan keluarganya.

Murni balas tersenyum menatap Astelia sambil meremat surat yang diberikan dokter kandungan yang bernama Tari itu. Tadi saat Astelia sedang keluar menerima telpon ada satu hal yang diberitahu dokter tentang Murni dan kandungannya.

"Ada masalah pada rahim anda bu, hal ini bisa sangat beresiko untuk ibu jika memilih tetap mempertahankan bayi ibu. Hal ini bisa menyebabkan komplikasi dan berakhir dengan... Kematian" 

Tapi Murni memilih untuk menanggung segala resiko asalkan anak ini bisa terlahir dengan selamat, sebab Murni tau ada banyak orang yang sangat berharap pada kelahiran bayi ini. Dan semoga saja Sagara pun begitu.

Surat yang ada digenggaman Murni adalah surat hasil pemeriksaan tentang bayi nya dan juga penyakitnya. Murni akan menyimpan rapat surat ini, agar tidak ada satu orangpun yang tau. Termasuk Sagara.

"Yaudah kita pulang sekarang kalau gitu" ujar Astelia dan diangguki Murni.

*****

Murni terduduk di kursi dekat meja yang ada didalam kamarnya, dia sedang melakukan hal yang sering dilakukannya saat kecil dulu. Jika kebanyakan gadis menulis curhatan hati dibuku diary untuk menceritakan segala hal yang mereka rasakan, namun berbeda dengan Murni. Sejak kecil dia senang menulis segala keluh kesahnya dikertas origami dan membentuknya menjadi burung kecil lalu ia taruh dalam sebuah toples bening.

Murni berpikir bahwa dengan menulis dalam origami dan membentuknya maka tidak akan ada orang yang sadar bahwa kertas itu berisi banyak curhatan isi hatinya dan selamanya tulisan itu akan menjadi rahasianya. Tulisan berisi tentang keluarganya, hidupnya , dan Sagara-nya.

Senyum Murni mengembang begitu origami berisi curhatan itu telah selesai dia buat, dia memasukkannya ke dalam toples bening.

Diatas tutup toples itu Murni menulis beberapa hal, tentang warna yang menjadi simbol siapa yang menjadi curhatannya.

Warna hijau untuk cerita kehidupannya, warna merah untuk cerita keluarga yang sangat dirindukannya, dan warna hitam serta biru tua untuk cerita tentang Sagara dan pernikahan mereka. Dia menulis semua itu disana, tapi sepertinya dia butuh toples baru untuk mengisi curhatannya. Sebab toples ini mulai terisi penuh.

Sekarang origami itu lebih banyak terisi warna hitam dan biru tua, itu artinya Murni lebih sering menulis cerita untuk Sagara dan pernikahan mereka. Dan sepertinya Murni akan menambahkan warna baru untuk cerita tentang bayi yang dikandungnya.

Fokus Murni teralih begitu mendengar suara mobil Sagara, dia menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam, tumben sekali Sagara pulang di jam segini. Biasanya dia selalu pulang lewat jam 10 malam, bahkan terkadang dia tidak pulang.

Murni menyimpan toples origami itu dalam lemari dan bergegas ke lantai bawah untuk menyambut Sagara pulang.

"Mas" panggil Murni begitu sampai di lantai bawah dan melihat Sagara yang baru beberapa langkah memasuki rumah. Wajah Murni berubah terkejut begitu melihat wajah Sagara yang pucat.

"Mas kamu kenapa?" Tanya Murni tergesa begitu sudah sangat dekat dengan Sagara.

"Kepala saya pusing" keluh Sagara, badan lelaki itu agak oleng membuat Murni dengan sigap menahan badan Sagara, walau harus pakai tenaga ekstra karna badan besar lelaki itu sangat berat.

"Kamu demam mas" ucap Murni begitu merasakan suhu badan Sagara yang tidak normal "kamu masih kuat jalan sampai ke kamar kan mas?" Murni merasakan Sagara mengangguk, lelaki itu menaruh kepalanya diantara ceruk leher Murni.

"Pelan-pelan mas"

Dengan langkah pelan akhirnya mereka sampai di kamar Sagara, Murni menidurkan Sagara diranjang setelah menata bantal agar nyaman Sagara tiduri. Murni melepas sepatu Sagara, melepas tali pinggangnya agar lelaki itu nyaman. Sebenarnya dia juga sangat ingin menyuruh Sagara ganti baju dulu, tapi dia tidak tega begitu melihat mata lelaki itu yang terpejam rapat dengan wajah menahan sakit.

Sepertinya Sagara demam karna kelelahan bekerja, Murni tau Sagara tidak memperdulikan dirinya setelah Kevin pergi. Dia menjadi gila kerja, apa secinta itu Sagara pada Kevin sampai dia melupakan kesehatannya sendiri? Beruntung sekali Kevin bisa mendapat cinta tulus Sagara dengan mudah. Batin Murni berucap.

Murni memutuskan turun kebawah untuk menyiapkan kompres, dia juga akan membuat bubur untuk Sagara makan dan terakhir memberi lelaki itu obat. Beberapa menit kemudian Murni kembali masuk ke dalam kamar Sagara, dia melihat Sagara terduduk bersandar dikepala ranjang dengan tangan memijat pelipisnya.

"Mas, kamu makan sama minum obat dulu ya, nanti baru tidur lagi" ucap Murni namun Sagara tetap pada posisinya.

"Mas?"

"Berisik banget kamu, nanti aku makan dan minum obatnya. Taruh aja disitu" Sentak Sagara, namun Murni tidak akan membiarkan sebab dia tau Sagara tidak akan melakukannya.

"Gak bisa, aku harus pastiin mas makan bubur ini dan minum obat. Ayok mas, aku suapi"

Pada akhirnya Sagara mengalah walau ogah-ogahan dia memakan bubur buatan Murni tapi dalam hati dia juga memuji bahwa apapun masakan Murni selalu pas di lidahnya. Tentu saja lelaki itu gengsi untuk memuji langsung, takut nanti Murni jadi besar kepala.

*****

Murni menatap wajah tenang Sagara yang sudah kembali tidur setelah beberapa menit meminum obatnya. Dia sedang mengompres Sagara, waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam. Murni perlahan beranjak untuk ke kamarnya dan tidur, namun belum sempat melangkah sebuah tangan menahan langkahnya.

"Jangan pergi" lirih Sagara masih dengan mata terpejam, sepertinya lelaki itu mengigau. Akhirnya Murni memilih duduk dibawah dengan tangan mereka yang masih saling bertaut, Murni tersenyum melihat genggaman tangan mereka. Seandainya Sagara mau menggenggam tangannya dalam keadaan sadar dan hati yang sudah sepenuhnya milik Murni, pastilah hidup wanita itu sangat bahagia.

Murni yakin suatu hari nanti hal itu akan menjadi kenyataan, ditambah dengan kehadiran anak dalam kandungannya. Meski Murni tidak tau apakah dia tetap bisa menghabiskan banyk hari bersama Sagara dan anak mereka atau tidak, tapi semoga saja Tuhan mau memberikannya kesempatan.

Lama-kelamaan Murni merasakan matanya memberat dan berakhir tidur dalam posisi duduk, masih dengan tangan keduanya yang saling menggenggam.

******
Makasih ya buat yang udah baca dan memberikan vote ke cerita ini.

baca ceritanya sampai tamat ya😘

MY PERFECT WIFEWhere stories live. Discover now