"Iya? Ada apa?" tanya wanita itu diluar dugaannya.

Dion sempat terdiam di tempatnya. Jarak mereka yang tidak terlalu jauh, serta wajah dirinya yang terpampang nyata saling berhadapan saat ini membuat ia takut Dina akan mengenali dirinya. Namun respon yang ia keluarkan diluar prediksi dari dirinya.

"Kak Dina bukan, sih?" tanya Dion semakin menipiskan jarak mereka. Melihat bagaimana kak Dina seolah berpikir di tempatnya membuat Dion menyambung kata-katanya.

"Saya salah satu klien kakak kala itu," sambung Dion dengan alibinya.

"Astaga! Maaf saya kira siapa. Pantesan muka kamu kaya gak asing buat saya," balas Dina dengan senyumannya.

Dion menganggukkan kepalanya dengan senyuman khas miliknya.

"Kakak ingat saya, kan?" tanya Dion dengan tatapan yang berubah. Ia seolah memastikan dengan menipiskan jarak mereka lagi.

"Kamu klien saya, kan? Saya seolah pernah lihat kamu, tapi saya tidak ingat kamu siapa. Maaf, umur tidak bisa dibohongi," balas Dina membuat Dion bernapas lega di tempatnya.

Dion menyodorkan tangannya, yang kemudian dibalas hangat oleh Dina yang seolah tak ingat apa-apa. Pertemuan Dion dan Dina kala itu hanya saat Dion hadir di rumah duka Raina. Itu pun Dion hanya datang tanpa menyebutkan namanya siapa. Mungkin singkatnya pertemuan mereka, umur Dina yang sudah semakin tua membuat dia tidak ingat dengan dirinya. Fakta membuktikan bahwa masa transisi dari remaja ke dewasa akan adalah banyak perubahan dalam diri seorang remaja untuk menuju dewasa termasuk area wajah. Kenapa orang bisa melupakan nama tapi seolah tidak asing dengan wajah? Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yang ada di Jerman kondisi kognitif yang kian menurun ketika kita bertambah usia atau ingatan yang tidak panjang membuat kita sering melupakan nama namun tidak asing dengan wajah. Itu lah mengapa Dina seolah mengingat dirinya, namun lupa dengan namanya.

"Saya Bagaskara," ucap Dion memperkenalkan diri dengan nama belakangnya saja. Setelah mereka saling berjabat tangan, ia tersenyum di tempatnya. Ia merasa lega saat ini. Setidaknya satu beban untuk memastikan sudah tidak terasa berat lagi. Mulai saat ini ia juga bisa menemui Mentari melalui Dina.

"Kakak apa kabar?" tanya Dion membuka obrolan lagi.

"Alhamdulillah baik. Jujur, ya, wajah kamu ini seolah tidak asing buat saya. Sepertinya saya pernah lihat kamu selain menjadi klien saya, tapi dimana, ya?" tanya Dina berusaha untuk mengingat.

"Saya klien kakak."

Dina yang menyadari sesuatu terasa janggal dengan jawaban yang diberikan oleh pria yang ada di hadapannya.

"Klien saya? Saya, kan, seorang bidan. Saya bukan dokter umum. Yang secara otomatis say ----"

"Bukan saya, tapi istri saya yang pernah berkunjung dengan kakak," balas Dion cepat membuat Dina pada akhirnya menganggukkan kepalanya.

"Sayang!" panggil seseorang yang membuat ia sangat kenal sekali dengan suaranya. Suara yang membuat ia harus berpisah dan suara yang sempat menyatukan dirinya dengan Raina, namun karena pendirian dan rasa keegoisan yang ada di dalam hatinya, membuat suara ini semakin membenci dirinya.

"Kalau begitu saya permisi," ucap Dion yang segera melangkahkan kakinya ke arah depan, padahal mobilnya di belakang. Ia sengaja berjalan ke arah depan, karena Surya datang dari arah belakang. Jujur saya jika harus bertemu dengan Surya, ia belum sanggup. Interaksi yang pernah terjadi antara dirinya dengan kakak Raina membuat ia yakin bahwa Surya pasti akan mengenali dirinya. Itu sudah pasti. Dari suara hingga bentuk tubuhnya Surya pasti akan mengenalinya.

"Tadi itu siapa? Kok dari samping seperti pernah bertemu atau mendengar suaranya," tanya Surya seraya menatap lurus pada pria yang saat ini berjalan di depan mereka kian menjauh.

"Salah satu pasien. Istrinya pernah jadi pasien aku dan dia ikut menemani mas," balas Dina apa adanya.

Surya terus menatap pria yang saat ini sudah menghilang dari hadapannya. Ia menatap sang istri lalu tersenyum padanya.

"Aku kira dia Dion," sahut Surya tersenyum.

"Gak mungkin mas. Kalau dia Dion aku sudah mengenalinya. Awal dia menegur aku kira dia Dion karena wajahnya gak asing, tapi ternyata aku salah besar. Dion, kan, sudah kita pastikan ada di Amerika. Dia tidak akan mengingkari surat perjanjian bukan?" tanya Dina pada suaminya.

"Aku rasa tidak akan. Kalau sampai dia mengingkari dan Saskia mengecewakan kita, aku akan bawa Mentari pergi dari sini," balas Surya dengan tatapan seriusnya.

"Ayo masuk mobil. Itu gak akan terjadi. Aku tahu Saskia, mas. Dia gak akan mungkin mengkhianati kita. Kalau Dion ada di Indonesia, dia pasti sudah mencari Mentari karena rasa rindunya, kan? Tapi nyatanya Mentari aman-aman saja," ajak Dina yang kemudian diberikan anggukan kepala oleh Surya yang kemudian membawa istrinya masuk ke dalam mobilnya.

Setelah mereka masuk ke dalam mobil dan Surya yang sudah pergi menjalankan mobilnya saat ini, Dina menanyakan hal serius pada suaminya.

"Apa yang membuat kamu berpikir kalau pria yang ngobrol sama aku tadi Dion, mas?" tanya Dina pada akhirnya.

"Suaranya," balas Surya dengan mengemudikan mobilnya.

"Emang kamu hafal suara dia?" tanya Dina semakin penasaran. "Kita gak pernah ketemu dia lagi, loh."

"Sangat sangat hafal. Setiap kata maupun suaranya yang kala itu ia ucapkan di depan aku dan Raina, aku menghafalnya hingga sekarang. Kata-kata dan ucapan yang buat aku dendam sama dia," balas Surya merasakan sakit hati juga emosi ketika harus mengingat nya.

Dina terdiam. Ia hanya mengelus lengan suaminya tanpa sepatah kata apa pun lagi di tempatnya.

"Aku janji akan mengusahakan hal apa pun agar Dion tidak bisa membawa Mentari. Karena secara sah Mentari adalah anak kita bukan anak dia," tutur Surya dengan keteguhannya.

"Sabar mas," balas Dina yang tak mampu berkata-kata lagi di tempatnya.

#TBC

ADA YANG KANGEN SAMA CERITA INI?

Jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian berupa vote dan komen guys.

Next?

FOLLOW ME

Mentari Sebelum Hujan (SQUEL RAINA HUJAN TELAH DATANG) जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें