CHAPTER 17 : MENTARI KU

72 5 0
                                    

Aku fikirkan mendung berterusan
Tapi kini mentari muncul lagi
Kurasa kembali kehangatannya
Maafkan aku meninggalkanmu
Itu kulakukan kerana cintaku padamu
'Ku tak sanggup melihat kau tersiksa
Tuhan saja yang tahu perasaanku
Berperang dengan suasana
Hingga 'kan kuterpaksa meninggalkanmu
Kerana tak sanggup melihat kau menderita
Menyesalnya 'ku kerana menyangkal
Nasib tak menyebelahi cinta dan hidup kita
Syukur Tuhan masih sayang pada kita
Masih sayang, masih ada cinta
-Mentari muncul lagi (Slam)

****

Pagi ini aku terbangun di rumah sakit lagi, sudah lima hari berlalu. Tapi aku tak di izinkan kembali ke rumah. Padahal aku merasa bosan sekali, tapi tak dapat ku pungkiri, kesehatan ku memang belum begitu membaik.

Masih dengan Asmara yang setia di sisiku setiap hari setiap malam, dia tak pernah beranjak dari sini. Selalu menjaga dan menjamin kondisi ku. Hal itu membuat ku iba, apalagi melihat nya tertidur dengan posisi tidak nyaman di sofa.

"Pulang lah, Mara. Aku tidak tega melihat mu tidur di sofa, tidak nyaman disana," tegur ku begitu dia duduk disisi ku.

"Memangnya kalau aku pulang kamu bisa tidur sendirian? Tanpa aku?" Asmara tersenyum tipis sembari menyibak rambut panjangnya ke belakang. Ah, mempesona sekali.

Aku terdiam di cecar dua pertanyaan sulit itu. Benar juga, Bagaimana bisa aku tidur tanpa melihat wajah istriku? Ck, membingungkan sekali.

"Hahaha, lihatlah. Bahkan bilang iya saja kamu kesulitan," ledek nya sembari menertawai wajah bingung ku.

Aku hanya bisa menghela nafas sambil menunduk malu. Menyembunyikan dilema hati yang tidak tega pada Asmara-ku dan menyembunyikan ego diri, yang tak rela melepas dirinya dari sisi.

Sebuah tangan lembut terulur merapikan rambut ku yang sedikit berantakan, sembari membelai kepala ku. "Sudahlah, Zam. Aku tidak apa-apa, lagipula siapa bilang aku tidak nyaman, hmm? Aku nyaman selama bersamamu. Kamu mau aku pulang kemana? Bangunan tak berharga itu bukan rumah ku, kamu rumah ku, Azam Zafari."

Ku tatap wajah ini penuh rasa iba dan rasa tak percaya diri, sehingga aku kembali menunduk lagi. "Tapi aku tak ada apa-apa nya, Asmara."

"Heyy, kata siapa? Kamu berharga sayang, lihat. lihat aku, Zam. Tidakkah kamu sadar dari tatapan ini? betapa berharganya kamu di mataku. Di mata para peminat mu? Berjuta-juta mata menatap mu penuh cinta, bagaimana bisa kamu tetap mendustakan nya?" Asmara tak pernah membiarkan wajah tampan ku tertunduk, lantas dia tangkup kedua pipi ku dan dia tatap mata ku dengan tegas, demi menanamkan semangat dan keyakinan.

"Bahkan dalam keadaan ku yang seperti ini?" ragu ku.

Asmara mengangguk kuat, tatapan nya begitu teduh hangat. "Bahkan dalam keadaan mu yang begini, memang nya kenapa? Kamu hanya drop sebentar kan? Setelah itu akan sembuh lagi. Lihatlah di meja sana, di luar saja. Betapa banyaknya pengemar yang mengirimkan mu hadiah untuk menyemangati mu, mereka mengirimkan banyak hal, Zam. Terutama doa terbaik untuk bintang mereka ini," terang Asmara sembari membelai rahang tegas ku yang kian menipis.

Asmara-ku tak pernah lelah membangkitkan semangat diri ini untuk terus melanjutkan perjalanan hidup, melanjutkan mahligai pernikahan kami. Tapi Maafkan aku, Mara. Aku lemah, suamimu ini lemah, sayang.

"Semangat ya, sayang?" bisik nya perlahan mendekat dan mencium pipi ku hangat.

Aku hanya mengangguk sembari memaksakan senyuman terbit di wajah pucat ini. Pasti aku sekarang jelek dan berantakan sekali, tapi Asmara tetap mau memeluk dan mencium ku. Sebegitu cintanya Asmara padaku, Oh tuhan. Indahnya cinta kami, tapi kenapa nasib tak menyebelahi?

98's 2: AZAM UNTUK ASMARA {END} ✓Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon