Bagian Dua Puluh Satu

69.7K 5K 47
                                    

Evron hendak kembali ke kelasnya, namun langkahnya lebih dulu di cegat oleh Morgan. Meski enggan namun ia tetap berhenti.

"Lo berdua langsung ke kelas aja, nanti gue nyusul."

Theodore dan Alaric saling melempar pandangan, sebelum akhirnya mengangguk tanpa perdebatan. Setelah memberi tepukan pada bahu Evron, keduanya lekas pergi karena sebentar lagi akan di adakan final basket.

"Apa tujuan lo?"

Alis Evron terpaut. "Tujuan? Maksud lo apa ya?"

"Selama ini lo cuma suka sama Vina, tapi kenapa sekarang lo deketin Kea?"

"Ah itu,"

Evron mengangkat sebelah alisnya, tak lama ia memamerkan senyum pongah karena menyaksikan amarah Morgan.

"Apa tujuan lo?!" Morgan mendesis tajam.

"Ya gimana ya, dulu gue emang suka sama Lavina. Tapi itu kan dulu. Sekarang mata gue udah terbuka, dan pilihan gue jatuh ke Keana Madeline. Cewek cantik yang lo sia-siakan!" Evron sengaja menekankan kalimat terakhirnya, guna memantik lebih banyak amarah.

Dan benar saja. Morgan langsung meraih kaos yang Evron kenakan, dan dengan cepat menjatuhkan bogem mentah. Aksi Morgan berlanjut dengan memberi beberapa tinju pada wajah Evron secara beruntun, bahkan tanpa memedulikan jika korbannya sudah mendesis menahan sakit. Kerumunan yang mulai terbentuk karena ulahnya pun tak mengusik tindakan Morgan.

Tindakan anarkis Morgan baru terhenti saat Arden datang melerai. Namun sayangnya tenaga yang Arden miliki masih tak mampu melerai amarah Morgan yang kian membuncah.

"Sabar Morgan!"

"Brengsek, mati aja lo!"

Morgan kian brutal, sedangkan Evron memilih membiarkan saja. Sampai akhirnya Keana datang. Awalnya gadis itu hanya membulatkan mata dengan nafas tercekat, begitu kesadarannya terkumpul Keana lekas meraih bahu Morgan dan menghadiahkan bogem mentah tepat di ata hidungnya. Aksi heroik Keana mungkin mampu menyelamatkan Evron, tapi tidak dengan reputasinya.

Para siswa yang semula menonton mulai bergunjing, terlebih saat Keana berhasil memukul mundur Morgan hanya dalam satu kali pukul, hingga berdampak pada darah segar yang mengalir deras dari hidung korbannya.

"Lo nggak apa-apa?"

Evron terkekeh. "Akhirnya lo dateng juga, tadinya gue pikir gue bakalan mati."

"Nggak lucu!" Sentak Keana, kembali menghadirkan tawa laki-laki yang terbaring di atas lantai.

Evron meraih tangan Keana, yang berinisiatif menolongnya. Morgan sendiri menjadi urusan Arden. Sambil menekan lubang hidungnya dengan punggung tangan, Morgan melirik tajam ke arah Evron yang terlihat babak belur. Tak lama bola matanya bergeser pada Keana yang terlihat khawatir, bahkan gadis itu tak segan mengusap darah Evron dengan jari mungilnya.

"Sebenernya lo berdua ada masalah apa sih, anjir? !" Keana mendesis marah.

Evron mengerjap polos. "Loh, kenapa tanya gue? Gue kan korban?" Balasnya tak terima.

"Yang salah tuh mantan lo, udah jadi mantan tapi tetep aja gangguin lo. Aneh banget!" Sambung Evron, melirik Morgan dengan sinis.

"Tutup mulut lo!"

"Morgan?!"

Dengan wajah pucat pasi, Lavina berlari menghampiri Morgan. Bahkan Elysa yang sebelumnya hendak pergi ke ruang OSIS terpaksa berhenti, sekedar untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi.

"Muka kamu kenapa?" Tanya Lavina, matanya mulai berkaca.

Beralih dari Keana. Morgan bersitatap dengan Lavina, lantas tersenyum. "Gue nggak apa-apa kok,"

SECOND CHANCE (END)Where stories live. Discover now