Bagian Tujuh

84K 6.4K 27
                                    

Seusai makan malam, Keana memilih pergi ke kamar Raven. Beruntungnya malam ini Raven akan tidur di rumah, jadi Keana punya kesempatan untuk kian dekat dengan kakak pertamanya itu.

Selagi Raven menyibak kertas dalam pangkuannya, Keana lebih asik merebahkan diri di atas ranjang sambil menyaksikan film laga, yang sengaja Raven pantulkan di dinding dengan bantuan proyektor. Harusnya Raven yang menikmati film itu sambil beristirahat, tapi Keana lebih dulu merampas tempatnya.

Alhasil Raven hanya bisa menghembuskan nafas pasrah. Lagi pula mustahil baginya untuk marah pada Keana dan Sebastian, terkecuali jika keduanya melakukan kesalahan fatal.

"Bang," panggil Keana, tanpa memutus ikatan matanya dari film yang ditayangkan.

"Kenapa?"

"Kea pengin kaya gitu!" Tuturnya, menunjuk salah satu pemeran wanita yang terlihat tangguh, entah dalam mengemudikan kuda besi maupun bertarung.

Raven langsung memutus pandangan dari buku, dan beralih pada dinding yang memperlihatkan adegan baju hantam. "Kamu pengin kuat juga?"

Keana bergumam. "Kira-kira bisa nggak ya Kea jadi cewek kuat kaya gitu?" Tanyanya, tanpa sekalipun menoleh.

"Bisa kalo kamu punya tekat buat berubah, apapun mungkin terjadi di dunia ini, selagi kamu percaya."

"Kalo sekarang Kea minta ke Mama, Papa sama Bang Raven buat kirim Kea ke tempat yang jauh, kira-kira boleh nggak?"

Pertanyaan ambigu Keana tak hanya membuat salah satu alis Raven menukik, namun turut menggerakkan kaki pria itu agar lebih dekat pada adiknya. Selama ini Raven tau perjuangan yang Keana lakukan untuk mendapat perhatian Sebastian dan juga Morgan, ia juga acak kali meminta kedua laki-laki itu untuk sedikit bersikap lembut pada Keana.

Tapi sepertinya keinginan Raven sama sekali tak diindahkan, hingga kemarin Keana dengan nekat ingin mengakhiri hidupnya sendiri. Entah apakah masalah ini memiliki sangkut paut dengan keputusan Keana, tapi untuk sekarang ini Raven tak bisa membiarkan Keana sendiri. Hati gadis itu pasti sedang terluka.

"Kenapa kamu pengin pergi, hm? Karena Bang Bas lagi, iya?"

Mendengar nama Sebastian tak ayal membuat dada Keana berkecamuk. Ada perasaan bersalah dan marah yang menyatu dalam dirinya, terlebih karena hingga detik ini Sebastian masih menentang keberadaannya.

Keana mencebikkan bibir. "Kenapa jadi bawa-bawa tuh orang sih?!" Sungutnya, kesal sendiri.

Raven hanya tersenyum maklum, sebelum jemarinya bergerak mengusap puncak kepala Keana.

"Kalo bukan karena itu, terus kenapa Kea pengin pergi? Emang Kea nggak kasihan sama Mama, Papa, Abang sama Bang Ba ... ,"

"Kea nggak kasihan sama Bang Bas tuh!" Keana menyela sebal, sambil bersidekap tangan.

Raven tersenyum geli. "Ya udah, kita lupain Bang Bas dulu."

Sesaat Raven tampak menatap kosong wajah cantik Keana, sebelum hembusan nafas beratnya mengalun, dan sukses membuat bola mata Keana bergulir.

"Apa Abang boleh tau, alasan kenapa Kea pengin pergi dari rumah ini?" Raven bertanya lembut, meski sorot matanya sarat akan kekecewaan.

Keana yang menyadari perubahan ekspresi Raven mendadak kicep. Ia lupa jika Raven memiliki hati selembut sutra, meski tampilan luarnya terlihat garang. Belum lagi karena sepasang iris setajam elang, yang Tuhan berikan secara cuma-cuma.

Suara tegas nan dingin Raven juga acak kali membuat bulu kuduk lawannya meremang, meski pria itu tak sengaja menunjukkan sisi itu pada yang lain. Hal itu juga pernah Keana dapatkan, dulu sekali ketika ia melakukan kesalahan fatal yang menyangkut pautkan Sebastian.

SECOND CHANCE (END)Where stories live. Discover now