Prolog

222K 8.3K 33
                                    

Seorang perempuan duduk termenung, matanya menatap nanar botol obat yang baru diterimanya beberapa menit silam. Tak pernah terlintas dalam kepalanya, jika hidupnya akan berakhir sedemikian menyedihkan.

Seolah tak cukup dengan duduk kaku di atas kursi roda untuk seumur hidup. Ia juga dipaksa menerima fakta jika dirinya harus membusuk dalam jeruji besi, karena kesalahannya di masa lampau. Semua orang membencinya, bahkan secara terang-terangan membuangnya.

"Kenapa gue harus berakhir kaya gini?" Bibir pucatnya mengalun lirih.

Rasanya sangat sesak. Padahal ia berharap menjadi seorang ratu dalam dongeng yang ditulisnya. Tapi semua tak semudah itu. Cerita indah yang berusaha ia bangun rupanya memiliki sedikit kecacatan, yang menuntun penciptanya pada kehancuran terburuk.

Beberapa kali ia memukul dadanya, berharap rasa sakit itu bisa hengkang meski sejenak. Sialnya tak peduli berapa kali mencoba, semua sia-sia belaka. Ia tetap membusuk seorang diri dalam jeruji besi. Berbeda dengan orang-orang yang dulu berusaha disingkirkannya.

"Gue yakin, mereka pasti bahagia tanpa kehadiran gue." Gumamnya, diikuti kekehan miris.

Tak lama wajahnya menengadah, memperhatikan langit-langit jeruji yang kian suram setiap harinya. Persis seperti kondisinya saat ini.

"Nggak ada yang peduli sama gue,"

Tanpa bisa di cegah, bulir air mata luruh. Mengotori kedua pipinya yang terlihat kusam. Padahal beberapa saat lalu senyumnya sempat mengembang lantaran orang yang paling di cintanya datang berkunjung. Tapi kebahagiaan itu sirna seketika, begitu laki-laki itu membawanya kian dekat pada jurang kematian.

"Apa ini karma buat gue?"

Bibir pucat itu terhenti sesaat. "Kalo gue mati sekarang, apa lo sudi memaafkan gue?" Imbuhnya, menerawang jauh.

Iya. Cepat atau lambat ia pasti akan membusuk, baik di dunia maupun di neraka. Jadi tak ada untungnya bertahan dalam rasa sakit ini, terlebih keberadaannya hanya merusak keindahan dunia.

"Maaf untuk semua kesalahan gue, gue berharap kalian semua bahagia."

Ia mengulum bibir ke dalam, selagi dadanya meraup oksigen dengan rakus untuk kesekian kalinya. Meski sudah membulatkan tekad, tapi ketakutannya tetap datang. Bahkan kedua bertanya mulai berembun, dan sekali lagi kristal beningnya berguguran.

"Lo nggak boleh begini, Kea." Tuturnya, mulai terisak.

"Dosa lo udah terlalu banyak, lo udah nyakitin banyak orang. Bahkan ... ,"

Kalimatnya terpotong, berganti deru nafas tak beraturan. Rasanya benar-benar sakit. Tak hanya air matanya yang menolak, namun tubuhnya seolah menentang keputusan yang telah ditetapkannya.

"Kalo lo tetap hidup, lo cuma bakal nyakitin mereka semua. Mereka nggak mau liat lo lagi,"

Kelopak matanya mengatup rapat. "Lo nggak berharga lagi, Kea. Harusnya lo sadar!"

Selama beberapa waktu hanya ada suara tangis. Di detik berikutnya ia memaksakan dirinya untuk tenang, walau deru nafasnya masih terdengar kacau. Pada akhirnya ia mengangkat kembali botol obatnya, lalu bergulir memperhatikan segelas air yang diberikan salah seorang sipir.

"Lo bisa, Kea. Ini karma lo, dan lo harus siap membusuk di neraka!"

Keana menelan ludah sendiri. Dalam satu tarikan nafas ia melempar segenggam pil dalam mulutnya, untuk selanjutnya di dorong dengan bantuan segelas air.

Keana menatap udara di depannya dengan tatapan sayu. "Terima kasih untuk semuanya, dan maaf buat semua luka yang udah gue tinggalkan."

Tak lama senyum Keana terukir tipis, meski tak sampai pada lengkungan di kedua matanya.

"Setelah ini, gue akan menerima semua karma atas tindakan gue. Sekali lagi terima kasih."

***

Holaaaa

Keana kembali.
Setelah dihilangkan dari cerita awal, Keana dihidupkan kembali di cerita ini.
Semoga kalian pada suka ya, dan semoga ceritanya nggak berhenti di tengah jalan.

Kenapa cerita aku kebanyakan berhenti di pertengahan jalan?
Jawabannya bukan karena nggak bikin outline ya guys, tapi karena menurut aku ceritanya udah nggak menarik aja.

Kalau kalian suka, silakan tinggalkan jejak dengan vote dan komen.

SECOND CHANCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang