Harapan Angkasa

35 3 0
                                    

Malam ini, gerimis diluar membasahi jendela kamar milik Angkasa.

Sedangkan, pemiliknya tengah sibuk menulis list harapan diatas meja belajar miliknya yang ia beri judul Harapan Angkasa.

Terdengar suara pintu kamarnya yang diketuk dari luar.

"Bang Angkasa? Ini Juna."

Angkasa berbalik. "Ada apa?"

"Juna boleh masuk, gak?"

"Masuk aja!"

Pintu pun terbuka, Juna berjalan mendekati Angkasa. Duduk diatas tempat tidur sang Kakak sambil memperhatikan apa yang tengah Angkasa lakukan.

"Ada apa?" Tanya Angkasa begitu ia tahu Juna terus mengawasinya.

"Lagi ngapain?" Tanya laki-laki itu balik.

"Ditanya malah nanya balik." Yang muda cengengesan. "Ini, lagi bikin list harapan."

Juna mengernyit. "Kenapa Abang bikin ginian?"

"Jun, Abang pernah bilang kan kalau kemungkinan terburuk pasti datang. Sebelum itu terjadi, Abang mau lakuin beberapa hal yang masih sanggup Abang lakuin, atau setidaknya satu dalam list ini."

Juna terdiam, lantas tersenyum. "Mana coba, liat!"

---

-Harapan Angkasa-

○Memperjuangkan hak Mbak Putri
Jalan-jalan bareng semua orang ke Pantai
Liat anak Nana lahir
Hadir di acara kelulusan Si Kembar
Berdamai dengan diri sendiri

---

"Yakin, segini?" Tanya Juna ragu.

Angkasa terlihat tengah berpikir. "Em.. sebenarnya masih ada dua lagi sih."

"Apa?"

"Ngelamar Kak Sahara."

"Terus?"

Angkasa menatap sinis Juna. "Kamu gak nanya kenapa gitu? Kenapa Abang harus ngelamar Kak Saha--"

"Enggak." Angkasa semakin menyipit. "Yang kedua?"

"Kayaknya gak bakal mungkin deh, Jun. Gak bakal sampe."

"Ya ngomong dulu, namanya juga harapan."

Angkasa menyuruh Juna mendekatkan diri. "Liat Mukidi dilantik jadi tentara." Ucapnya agak berbisik.

Juna menelan ludahnya sakit saat Angkasa sibuk sendiri menceritakan bagaimana ia sangat ingin menghadiri acara pelantikan, jika anak itu dewasa dan menjadi Tentara seperti yang ia katakan pada Angkasa tempo hari.

"Nanti kan Mukidi udah gak sependek sekarang kan, Jun? Dia pasti udah gagah banget kayak kamu sama Wawan. Otot ada, otaknya juga pinter kan dia ya. Waahh.. pasti keren!"

"Sebenarnya bisa, Bang."

Kata-kata Juna seketika membuat atensi Angkasa teralihkan padanya.

"Abang bisa sembuh kalau kita cari pendonor ginjal buat Bang Angkasa."

Yang tua kembali merenung seolah tengah berpikir dengan sangat keras.

"Gak perlu lah, Jun."

"Kenapa? Abang lupa, ya? Bapak kan pernah bilang jangan pernah sekalipun menyerah atau bahkan sekedar berpikir untuk menyerah, sebelum kaki yang kau buat untuk berpijak dibumi ini masih utuh."

[✅]Angkasa Untuk Sahara-JihoonWhere stories live. Discover now