24

978 155 16
                                    

▪▪▪▪

"Jika kau menelpon hanya untuk mengucapkan salam perpisahan, berhentilah... Aku sudah terlalu tersiksa untuk sekarang ini, jangan menambahnya.."

"Maaf..." hanya kata itu yang bisa Gracia lontarkan. Satu kata yang tidak dibutuhkan saat ini.

"Kau benar-benar ingin menyusul kedua adikmu?" ujar Shani, ada kemarahan saat dia mengatakan hal itu.

Kening Gracia berkerut, bingung dengan ucapan sang kakak. "Maksudmu? Christy kenapa?"

"Pulang.. aku tidak ingin kau pergi juga dari hidupku.." abai Shani.

"K-kak Shan.."

Gracia merasa gelisah, ada apa dengan Christy? Adiknya itu tidak mungkin pergi seperti Zee kan?

"Kabar Christy belum sampai padamu, ya..?"

Gracia yang mendengar suara kakaknya memelan, tertegun. Dia menggelengkan kepala, tidak percaya dengan pemikiran buruknya. "Tidak, itu tidak mungkin!"

"D-Dia baik-baik saja, k-kan?" Gracia gugup, hatinya begitu was-was.

Terdengar helaan diseberang sana, membuat Gracia tertunduk lemas.
Isi kepalanya benar, dia kehilangan Christy juga dari hidupnya.

"Besok.. Aku akan pulang besok." putus Gracia. Dia tidak ingin kakaknya juga kehilangan dirinya, atau dia yang kehilangan sang kakak.

"Kau tidak berbohong kan..?" tanya Shani. Ada keraguan dalam pertanyaannya itu.

"Iya, aku tidak berbohong. Aku pasti pulang besok." ujar Gracia pasti.

▪▪▪▪

"Nan.." panggil Gracia pada Jinan yang sibuk dengan senjatanya.

"Pergilah, aku tidak ingin mendengar pembenaran darimu." ucap Jinan datar. Dirinya masih kesal pada temannya itu.

"Aku akan pulang besok, Nan." ucap Gracia langsung ke intinya. Membuat temannya itu menatap dirinya.

Jinan berdiri dari duduknya, tatapannya masih pada Gracia yang sudah menunjukkan senyum lirihnya. "Kenapa kau tiba-tiba ingin pulang? Bukannya kau punya kesalahan yang harus diperbaiki?" tanya Jinan dengan seringaian.

Grep~

Dengan cepat Gracia memeluk Jinan. Jinan yang di peluk tak berkutik dan hanya diam. "Aku lelah, Nan."

"Ada apa dengan mu?" tanya Jinan lembut, berbeda saat pertamakali Gracia datang padanya. Tangannya terangkat mengelus punggung Gracia. Suara temannya itu terdengar serak saat berbicara padanya tadi.

Bukan jawaban yang di dapatkan Jinan, melainkan suara isak Gracia.

"Aku lelah, Nan.." ucap Gracia lagi. Tangannya meremas baju belakang Jinan.

"Aku tau.."

Mereka berdua diam dengan keadaan seperti itu. Gracia yang menangis, dan Jinan mengelus punggung Gracia.

"Sial.." ucap Gracia setelah pelukannya dan Jinan terlepas. Tangannya sibuk menghapus air matanya.

"Beristirahatlah," suruh Jinan yang kembali berbicara seperti semula.

We have 90° [Selesai]Where stories live. Discover now