☆☆▪

1.1K 152 6
                                    

▪▪▪▪

Sudah pukul tiga dini hari, tapi Shani masih terjaga di atas tempat tidurnya. Mata bulatnya tak ingin tertutup untuk pergi ke dunia mimpi.

Helaan nafas keluar begitu saja dari bibirnya. Bergerak turun dari tempat tidur, lalu berjalan ke arah lemari di samping kanan dekat pintu kamarnya.

Shani duduk di pinggir kasur setelah mengambil sesuatu dari lemarinya, menatap benda di tangan kirinya itu sejajar kedua matanya. Memutar ke-kiri dan ke-kanan benda yang dia pegang itu.

"Huft.."

"Sial! Pasti penghianat itu!" teriak pria berjas itu tertahan. Melempar amplop coklat di tangannya kasar ke atas meja.

Pria itu pergi dari rungannya dengan terburu-buru. Berjalan dengan terus menghubungi seseorang di sebrang sana.

"Isi amplopnya kosong! Cari kemana pergi semua berkas itu! Penghianat itu juga cari sampai ketemu!" Perintah pria itu tegas. Mematikan sambungan teleponnya begitu saja selesai memperintah.

"Aku akan membunuh siapapun yang ikut campur urusan ku!" seru pria itu marah.

▪▪▪▪

Pagi ini muthe sudah memberi bunga-bunga kebahagian pada pekerja di rumah sakit. Menyapa seluruh manusia di sana dengan senyuman dan keceriannya.

"Pagi semua!" seru Muthe ceria.

Orang-orang yang berkerja di sana tersenyum dan menganggukkan kepala membalas sapaan muthe.

"Christy!" panggil Muthe pada temannya itu, yang berjalan mendekat padanya.

"Kau terlihat sangat bahagia pagi ini, The," ucap Christy. Ikut tersenyum karena virus kebahagian Muthe.

"Hehe. Kita harus bahagia, Christy. Bukan hari ini aja, tapi untuk besok sampai seterusnya!" ujar Muthe semangat. Memperagakan rasa bahagia dan semangat di dirinya.

Mereka berdua berjalan beriringan ke arah lift.

"Kau benar, The."

Christy tersenyum. Kali ini dia terlihat lebih bahagia dan senang. Rasa bahagianya kali ini berbeda dari sebelumnya.

"Bagaimana keadaan anak itu?" tanya Muthe.

"Kondisinya semakin lama semakin memburuk. Aku kasihan padanya, dia harus merasakan rasa sakit itu di tubuhnya," jawab Christy sedih.

"Orang tuanya bagaimana? Mereka tidak pernah berkunjung sekalipun?"

Ting~

Mereka berdua melangkah masuk setelah pintu lift terbuka.

"Aku tak berharap lebih pada orang tuanya. Neneknya ada bersamanya," balas Christy setelah masuk ke dalam lift. Menekan angka 3 pada lift.

"Gadis kecil itu seharusnya mendapatkan dukungan penuh dari orang tuanya. Merawat anak mereka dan terus di sisi anak mereka sampai.. yah, begitulah kalau sampai terjadi," ujar Muthe pelan diakhir.

Christy menunduk, dia ingin menangis setelah mendengar ucapan Muthe. Merasa kasihan kenapa anak sekecil itu harus ditinggalkan orang tuanya dan tidak dapat perlakuan baik dari yang seharusnya merawatnya.

We have 90° [Selesai]Where stories live. Discover now