☆☆☆☆☆

1.3K 171 8
                                    

▪▪▪▪

Dinginnya malam tak membuat Shani beranjak dari tempatnya. Duduk di balkon kamar dengan pikiran melayang tentang pertengkaran tadi.

Masih mengingat jelas bagaimana ayahnya tak menyambut kedua adiknya dengan baik. Ayahnya lebih memilih marah daripada memeluk kedua anaknya yang tak pernah pulang.

Shani menyalahkan dirinya. Menyalahkan dirinya karena dia tak bisa membantu apa-apa dalam pertengkaran itu. Dia marah karena dia tak bisa bergerak dan hanya diam menyaksikan saat sang ayah marah pada kedua adiknya.Bayang-bayang wajah ayah dan kedua adiknya masih menghantui pikirannya.

Shani menenggelamkan wajahnya di kedua lutut untuk meredam suara isak tangisnya. Dia tak ingin orang yang masih terbangun di rumahnya  mengetahui bahwa dia menangis.

Di kamar lain, Christy tersenyum karena masih merasakan hangatnya pelukan kedua kakaknya. Perkataan kedua kakaknya juga masih berputar di kepalanya.

"Apakah aku bisa mendapatkan nya lebih lama lagi?" gumamnya khawatir.

Kekhawatiran kini ada dalam benak Christy. Dia tak mungkin mendapatkan pelukan seperti tadi untuk kedepannya.

Kapan saja kedua kakaknya akan pergi meninggalkannya untuk bertugas ke negara orang. Dia hanya mempunyai waktu singkat sebelum kedua kakaknya pergi bertugas.

Dia beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil minum ke lantai bawah. Mungkin minuman dingin cocok meredakan kekhawatirannya.

Berjalan keluar kamar melewati kamar-kamar kakaknya yang sudah gelap, "Mungkin mereka sudah tidur."

Christy berjalan melewati lorong kamar sampai tak sengaja mendengar suara ibunya berteriak marah dari lantai bawah. Berjalan lebih dekat dan memilih berdiri sedikit jauh dari pembatas. Masih bisa melihat bunda dan ayahnya saling hadapan-hadapan.

"Aku sudah mengatakan nya, Kenan!! Kenapa kau harus mengulangi kesalahan mu lagi Kenan?!

Christy menunduk saat melihat bundanya menangis dengan tangan menunjuk sang ayah.

Dia tak menyukai saat bundanya menangis, itu membuat dirinya sakit.  Dia lebih memilih menatap lantai dan mendengarkan saja. Meneteskan air matanya ke lantai, melipat bibirnya kedalam supaya suara isaknya tak terdengar.

Kenapa kau harus menghancurkan semuanya Kenan?! Kau menghancurkan semua!! Kau melukai hati mereka lagi!!"

"Aku tak sengaja, Ve. Tapi kau tak melihat sikap anakmu itu?"

"Jika kau tak sengaja, tanganmu takkan melayang pada pipi putrimu!  Dia juga anak mu Kenan!!" bentak Veranda yang tak tahan dengan sikap Kenan sekarang.

Kenan maju ingin mendekat pada Veranda tapi Veranda melangkah mundur dan mengangkat tangannya untuk menyuruh Kenan berhenti.

"Jangan berani kau sentuh aku dengan tangan mu itu!" peringat Veranda saat Kenan ingin memegang tangannya.

We have 90° [Selesai]Where stories live. Discover now