Nak ...

3 0 0
                                    

Serena menatap wajahnya yang masih sama. Yang katanya cantik, memnukau, membuat siapa saja sukamelihat wajahnya, manis, bernilai lebih untuk menjadi sorotan di media masa. Begitu kata mereka.

Apakah dia senang? Iya, tapi dulu. Ribuan kali ia berkaca di dalam hidupnya, entah itu dengan riasan yang menambah rasa percaya dirinya saat bekerja dan hari-harinya atau hanya sekedar memerhatikan wajahnya. Apakah ada masalah atau tidak karena itu mempengaruhi pekerjaannya.

Itu hari yang begitu berat, dan di hari ini dia menyadari bahwa inilah pertama kali bagi Serena berkaca tanpa bisa mengenali siapa yang ada di pantulan kaca itu. Serena tidak mengenalnya lagi. Bahkan dia menilai jika pantulan itu adalah pantulan kaca terburuk yang pernah ia lihat. Tatapan yang mati, wajah yang kusam, kantung mata yang membengkak, dan tidak sesenti pun bibirnya tertarik untuk menciptakan senyum. Dia nyaris seperti mayat, bedanya diamasih bisa berkedip dan deru napasnya masih terdengar tipis dan berat.

"Who are you? Where is Serena?" tanyanya pada sosok di kaca dengan suara pelan dan satu tetes air mata jatuh dari ujung matanya.

Suara guntur di luar sana serta suara hujan deras yang menghantap atap rumahnya sudah cukup membuat Serena sedikit tenang. Setidaknya alam mengerti perasaannya saat ini.

Sepanjang malam Serena ketiduran di lantai diselimuti dingin, membuatnya meringkuk semalaman. Sampai seorang pelayan yang memang datang di pagi buta, tepatnya jam lima pagi membangunkannya. Kali ini berbeda dengan biasanya. Pembantu yang selama ini menemani dan membantunya menangis sambil menggoncang pelan tubuh Serena agar segera bangun. Dan hari itu, pertama kalinya ia mendapatkan peluk saat matanya terbuka.

Membuatnya sekarang bertanya apa dia pantas untuk itu. Serena menyisir rambut dan mengikatnya dengan rapih. Tubuhnya sudah terbalut dengan baju seragam dan siap untuk ke sekolah. Tiba-tiba ia mendengar pintu kamarnya diketuk.

"Masuk aja, Bi." Pintu pun terbuka dan menampakkan sesosok wanita yang sudah berumur masuk ke dalam kamarnya. Dari kaca, ia pertama kalinya mengamati tatapan mata dari sosok wanita itu. Tatapan hangat, tulus, dan penuh perhatian. Seolah sosok yang saat ini yang menjadi majikannya, adalah seorang anak yang harus dia jaga dengan sebaik-baiknya.

"Nak Serena mau sarapan atau saya bikinin bekal aja?" Serena tidak langsung menjawab. Dia masih terfokus dengan mata itu yang bahkan masih sabar menunggu jawabannya.

Nak.Demi Tuhan, itu adalah panggilan yang selalu membuat perasaan Serena menjadi berantakan. Dia mendambakan panggilan itu keluar dari mulut orang tuanya yang bahkan dia sebagai anak saja tidak mau apa yang mereka lakukan. Tapi, seorang pembantu yang tidak memiliki hubungan darah dengannya, dengan begitu tulus memanggilnya dengab panggilan sehangat itu.

"Bibi kenapa lebih suka panggil aku, Nak?" tanyanya.

Wanita dengan nama Arumi itu menunduk sejenak. Menutpi kesedihannya dengan senyum tipis, lalu kembali mendoangak untuk menjawab pertanyaan Serena. "Saya pernah punya anak perempuan. Saya tinggalin di kampong. Saya selalu sibuk kerja di kota sampai lupa pulang. Sampai saya tidak tahu kalau anak saya sudah meninggal karena kecelakaan," ucapnya dengan tatapan penuh penyesalan.

"Sampai akhirnya saya menemukan ibu kamu, Nak. Dia punya anal cantik tapi selalu ditinggalkan juga karena urusan pekerjaan. Saya harap, penyesalan saya hilang setiap kali saya merawat kamu, Nak."

Serena terkekeh pelan. Sama saja, pada akhirnya hanyalah penyesalan usai kehilangan yang akan merubah seseorang.

"Makanannya dibawa ke sekolah aja, Bi," ucap Serena yang diangguki oleh Arumi dan wanita itu pun pergi dari kamarnya.

***

Apakah Serena berani datang ke sekolah? Jawabannya tidak. Dia hanya sudah tidak peduli dengan banyak hal untuk sekarang ini. Tidak peduli dengan bekerjaannya yang ia tinggalkan mendadak. Dia tidak memperdulikan itu.

"PASTI KAMU, KAN DALANG DARI SEMUA INI? KAMU YANG MERUSAK NA,MA SEKOLAH! SUDAH TAHU MISKIN, KURANG HAJAR PULA!" Di hadapan Serena saat ini, Lucy sedang dimaki oleh guru BK. Pernyataan sidang kemarin memang menyeret nama Lucy sejauh itu hingga sekolah juga harus menjaga nama baiknya karena berita yang menyebar jika School of Ukiyo bukanlah sekolah yang baik karena mempekerjakan guru dan menerima siswa yang memilki jejak criminal.

Serena hanya diam. Dia juga tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini. Dia tidak sekuat dan seberani Lucy. Sampai seketika seseorang menepuk pundaknya. Membuat Serena menoleh ke arah sebelah kanannya.

Ada Ian di sana yang tatapannya masih tertuju pada Lucy yang sedang dimaki-maki. Tidak seperti biasanya, Lucy hanya menunduk diam. Membuat Ian bertanya, apakah gadis itu sedang menggunakan perspektif mata cacingnya?

Pelajaran seni yang kenal dengan niilai moral.

"Kenapa lo engga dateng kemaren. I think you know what happened," ucap Serena.

"Untuk nangkep penjahat sebenarnya. Lo tenang aja. Cuma ... I have two important information for you. And ... this is so hard to explain." Seketika Serena menyerengit dan menunjuk dirinya sendiri.

"Me?" Ian mengangguk Melihat dari raut wajah bingung Serena, sepertinya kabar yang pagi ini naik dan terasa panas belum Serena ketahui.

"Handphone lo mana?" tanya Ian.

"Rusak. Tapi... kok dari tadi gue ngerasa dijauhin ya? Apa ada hubungannya sama yang mau lo omongin?" tanya Serena yang diangguki lagi oleh Ian.

Saat dia baru sampai ke sekolah, semua orang seakan menjauhinya. Ia mengira jika pernyataannya di persidangan kemarin yang membuat mereka merasa tidak sudi dengan dirinya. Saat memikirkan hal itu, seketika membek.

"Jangan bilang kalo Rev—"

"Shtt. Kita selamatin dulu tuh orang," ucapnya sambil menarik tangan Serena untuk mendekat ke arah Lucy.

"Ms, tahu tempat jika memarahi apalagi mencela orang lain. Itu merendahkan harga diri, Anda. Saya punya tugas belajar dengan Lucy, saya izin membawnaya pergi. Terima kasih," ucap Ian singkat dan langsung menarik kedua gadis itu bersamanya tanpa perlu mendengarkan penejlasan basi guru BK yang kerjanya hanya mencela.

Ian membawa mereka masuk kembali ke dalam sebuah ruangan yang dulunya hanya digunakan untuk saling membagitugas belajar agar mendapatkan nilai terbaik hingga semua mala petaka menghampiri mereka.

"Lo ngapaian bawa kita ke sini lagi sih! DAN LO! Lo Ian, lo ...." pekik Lucy kesal dengan suara yang gemetar menahan tangis. Membuang semua emosi yang sudah ia tahan.

Serena hanya terdiam. Dalam diamnya ia menyimpan ketakutan jika apa yang dia pikirkan itu benar terjadi. Tidak ada hal lagi yang menyiksa ketika gemuruh jiwanya harus ia pendam dalam diam. Perut Serena terasa mual, badannya terasa dingin sekujur badan, kepalanya berisik serasa ingin dipecahkan saja.

"Lo tenang dulu bisa? Serena lagi dalam masalah. Kalo lo engga mau bantu dia dulu, silahkan pergi," ucap ian tegas. Berakhir dengan Lucy mendengus lalu mencoba menenangkan dirirnya. Saat Ian merasa Lucy sudah mendapatkan ketenangan, baru ia meletakkan ponsel di meja yang ada di tengah mereka.

"Gue rasa lo berdua belum buka handphone." Melihat apa yang ditampilkan di ponsel Ian, membuat Lucy langsung menutup mulut saking terkejutnya. Sedangkan Serena sudah mati kutu tak berdaya.

Bagiaman tidak, sebuah berita terpampang begitu nyata di depan matanya dengan judul yang rasanya membuat Serena menyesal telah bangun di hari ini.

'VIDEO TANPA BUSANA ANAKNYA SERTA TERBONGKARNYA HUBUNGAN SANG ANAK, SERENA GRACE DENGAN BANYAK PRIA. BERSMAAN TERBONGKAR DENGAN PENGUMUMAN SANG IBU YANG HENDAK MENIKAH LAGI.'

Kali ini aku benar-benar meminta mati padamu, Tuhan. 

Worst Class Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang