Di antara Dua Kelas

9 2 0
                                    

Lucy memilih diam, ketimbang harus mengatakan hal yang asal. Secara sadar, Lucy menyadari jika saat ini semua hal yang Mr. Edgar berikan padanya, berhubungan dengan kasus ini. “Apa maksud anda, Mr. Edgar?” tanya Lucy dengan nada pelan. Takut jika ucapannya malah terkesan tidak sopan.

“Baiklah. Kalau begitu saya ganti pertanyaannya.” Situasi macam apa ini? Lucy tidak membayangkan jika dia akan belajar di dalam tahanan. Sejauh ini dia selalu menjaga dirinya untuk tetap berhati-hati karena dia tahu, saat ini dia bersekolah di lingkungan yang tidak sama dengannya. Lucy tahu dia sangat rentan. Hingga ia sadar, ternyata kehidupan mereka juga penuh dengan kelam yang lebih mengerikan.

“Sebagai kelas menengah yang diberikan kesempatan bersekolah di lingkungan kelas sosial lapisan atas, secara tidak langsung anda berada di dua situasi kelas yang berbeda. Saat ini, apa yang anda rasakan, Ms. Madeline?” Lucy tidak langsung menjawab. Dia mencoba berusaha untuk menempatkan dirinya dengan baik dengan sudut pandang kelas sosial yang sudah ia pelajari.

“Banyak, Mr.Edgar. Dari sudut pandang ekonomi, rasanya sangat berbeda. Jika saja saya tidak punya rasa yakin dan percaya pada diri sendiri, saya tidak akan sanggup berada di sekolah dengan lingkungan yang sama sekali tidak bisa saya ikuti gaya hidupnya.” Lucy masih mengingat bagaimana dirinnya yang selalu memberikan banyak alasan kala semua anak kelas mengajak pergi bermain.

Bayangannya yang akan bermain di tempat yang sering ia kunjungi, ternyata hanyalah hal yang tidak pernah mereka pikirkan untuk mau datang ke sana. Begitu juga sebaiknya. Lucy tidakpernah membayangkan jika anak SMA akan masuk ke dalam mall yang dipenuhi dengan kumpulan brand ternama, yang satu piring sajian makanannya nyaris seharga pendapatan ibunya dalam setahun. Itu membuat Lucy sadar jika dia tidak bisa mengimbangi dan memilih mencari alasan untukt tidak ikut. Tidak ada yang masuk akal di dalam dunia mereka.

“Dari nilai sosial, juga jelas berbeda. Mulai dari bersikap, pola pikir, semuanya terkesan sangat mahal. Saya yang tumbuh di kelas menengah bisa saja tertekan secara psikologis, perubahan kebiasaan yang di kelas saya sebenarnya tidak dibutuhkan. Tapi saya memiliki tujuan.”

“Perihal moral?” tanya Mr. Edgar kembali.

“Bagian kecil di antara mereka itu memiliki kuasa yang sanagt besar untuk kelas di bawahnya. Seperti bom waktu, jika saja mereka memilih meledakkannya tanpa berpikir dan mementingkan urusan mereka saja, mereka bisa merusak 99,8 % sisa dari 0,2% populasi mereka.”

Lucy seketika menyerengit saat mendengar apa yang ia jelaskan. “Hah? Gue ngomong apa tadi?” monolognya seperti bertanya pada diri sendiri.

“Silahkan,” ujar Mr. Edgar mempersilahkan Lucy untuk berpikir keras.

“Kepentingan. Pembunuhan ini punya kepentingan? Is it Mr. Edgar?”

“Semuanya.” Lucy kini mulai bertanya,  jika memang semuanya kepentingan apa yang Khai, Theo, Ian lakukan? Apa yang mereka lakukan itu, keluar dari urusan sekolah?

“Mr.Kenapa nyari riwueh?” keluh Lucy yang kembali berubah menjadi sosok dirinya sendiri setelah sudah lelah dengan versi seriusnya tadi.

Riwueh? What does it mean, riwueh?” tanya Mr. Edgar yang tidak tahu artinya. Itu terdengar asing dan dia sama sekali tidak tahu ada Bahasa Indonesia semacam itu.

Naon lah, Mr. urang keur cape pisan, euy.” Mr. Edgar hanya menyerengit tidak mengerti.

“Saya izin dulu, deh Mr.Edgar. Nanti kalau ada apa-apa saya ke sini.”

“Tugas baru. Apakah kamu tahu dari mana dana beasiswa School of Ukiyo? Mengapa di lingkungan yang sudah jelas elit, mereka masih membuka beasiswa? Dan kepentingan apa yang mereka tuju?” Bahu Lucy sukses luruh mendengar pertanyaan bertumpuk yang diawali dengan dua kata terkutuk. Tugas baru.

“Itu tugasnya,Mr.? Gak salah?” Lucy masih berharap jika urusan tugas gila ini berakhir. Tapi gelengan kepala Mr. Edgar sudah membuat hatinya hancur kata dia sadar jika saat ini kenyataan adalah tokoh antagonis dalam ceritanya.

Mau tidak mau, bagian Lucy hanyalah menghela napas lalu mengangguk pasrah.”Siap, Kapten! Semoga Mr. Edgar cepat sembuh. Saya pamit.”

Lucy percaya seratus persen jika Mr. Edgar sedang sakit. Ya, atau dia  yang sudah gila.

Worst Class Where stories live. Discover now