Persidangan Mr. Edgar

2 0 0
                                    

Hari ini ada dua persidangan panas yang membuat kantor persidangan dipenuhi dengan banyaknya wartawan yang siap berlari ke sana kemari untuk mendapatkan informasi panas, apakah persidangan Mr. Edgar akan ditutup di sini, atau malah sebaliknya? Bahkan bisa saja membuka kasus yang membuat satu balai sidang kembali terbuka setelah membuka satu tuang sidang untuk Anggota Dewan Dewangsa.

Usai penangkapan anggota Dewan Dewangsa di sekolah tempat Mr. Edgar mengajar menjadi panas, Ian diminta untuk menjadi sidang di perisdangan Dewangsa. Di sisi lain, dia sudah megajukan menjadi saksi di persidangan Mr. Edgar. Dan perihal ini, hanya orang tua dan Khai yang tahu.

Saat ini, ada Theo,Khai, Lucy, dan Ian yang duduk di sebuah taman kecil yang ada di kantor persidangan.Menunggu Serena yang sejak tadi tidak datang. Saat ingin dijemput, katanya dia ingin dengan supirnya saja. Lucy masih bisa sedikit bernapas karena Theo dan Lucy yang juga menjadi saksi hari ini. Setidaknya, sidang Mr. Edgar bisa berjalan lancer, pikirnya.

"This is a chance, Ian," ucap Khai dengan suara yang kecil tapi masih bisa didengar oleh Ian yang kebetulan ada di samping gadis itu.

"What chance do you mean?" tanya Ian. Dia tahu apa yang Khai maksud, tapi lagi-lagi ia menilai sesuatu dari apa yang Mr.Edgar katakan padanya.Itu sebuah kebenaran atau pembenaran.

Tiba-tiba Khai berdiri dan menunduk, menatap Ian yang masih duduk dan sedikit mendongak karena sedang melihatnya juga. Sikap Khai juga mengundang etensi Lucy dan Theo mengarah pada gadis itu.

"Ikut gue, Ian," ucap Khai yang terdengar sebuah titah sebelum melenggang pergi begitu saja. Seolah tahu Ian juga enggan menolak ajakannya.

Sedangkan lelaki itu hanya menghela napas. Lucy yang tahu jika dirinya dan Khai memiliki hubungan saudara, hanya bisa terdiam. Juga Theo yang sepertinya sudah tahu sata mengingat kedekatan lelaki itu dengan Khai melebihi seorang teman.

"Sepupu pembawa sial modelan itu begini. Inget ciri-cirinya, kalo lo pada punya sepupu modelan dia langsung jauhin aja," ucap Ian sebelum menoleh ke arah Theo yang ada di sebelah kirinya. Lalu, Ian menepuk pundak Theo.

"Langsung aja, Theo bikin langganan sama psikolog kalau pacaran sama dia," ujar Ian dan langsung berdiri. Segera menyusul Khai.

"Sehat lo?" tanya Lucy yang sedari tadi menyaksikan sikap aneh Ian.

"Lo pikir aja sendiri."

***

Ternyata, ketenangan Lucy haya bersikap sementara. Karena dia dan Theo sudah masuk lebih dulu sedangkan Khai dan Ian tidak menunjukkan kedatangan mereka. Berakli-kali dihubungi, tidak diangkat. Dan juga Serena yang belum terlihat.

"Duh kemana sih, anjir!" Lucy menekan nama Ian di ponselnya untuk kembali menelepon lelaki itu dengan raut wajah kesal. Wajah Lucy sudah seperti terbakar dan dalam hatinya dia siap untuk menyekik lelaki bernama Ian Cooper itu.

"Lo, kok diem aja sih? Telepon si Khai kek gitu?" Lucy merasa tidak tahan hingga akhirnya melampiaskan kesalnya pada Theo.

"Ini bukan persidangan lo. Kok, lo yang panikan?" Lucy sedikit tidak percaya dengan apa yang Theo katakan.

Lucy tersenyum masam seraya memerhatikan Theo dengan tatapan memastikan, apakah yang saat ini sosok yang duduk di sebelahnya adalah Theo Anthony atau bukan? Sudah sejauh ini, Theo tiba-tiba datang mengeluarkan opini paling kejam untuk Lucy. Menginjak semua usahanya sejauh ini.

"Did you have watch your mouth before you say that? Mr. Anthony?" tanya Lucy dengan nada lemah tapi tersirat cukup besar emosinya.

Belum sempat Theo menanggapi ucapan Lucy, tiba-tiba pintu terbuka. Membuat etensi mereka terpecahkan untuk melihat siapa yang datang. Wajah marah Lucy, mendadak hilang begitu saja saat ia melihat Serena masuk ke dalam balai sidang. Itu terjadi hanya sekitar sepersekon saja, karena ia melihat Revan tiba-tiba muncul dari belakang tubuh Serena.

Worst Class Where stories live. Discover now