Chapter 27 - Void

212 25 12
                                    

A/N: jangan lupa comment, like, follow yaa guys :) <3

*

"Kau bisa mengendarai Orion bersamaku."

Itulah yang disarankan Sang Pangeran ketika aku dan Maggie hendak menaiki pyrenix kami. Zveon menengadahkan tangan, kedua netra merahnya terlihat lembut, meski warna merah terang itu selalu membawa aura mencekam. Tanganku bergetar ragu, bimbang akan tawarannya.

Pyrenix kami bersimpuh di seberang pyrenix George, masing-masing berwarna oranye dan merah, mewakili warna bara dari neraka. Bulu-bulu pyrenix tersusun rapih menjadi renda-renda lipatan sayap, silaunya bergejolak lebih anggun dari sinar di rambutku dan sanggup menerangi sekitar dari jarak sepuluh meter. Terkadang mereka berkaok bersahutan, namun sama sekali tidak menimbulkan suara kicauan gelisah terhadap naga biru Zveon yang menyerupai raksasa jika dibandingkan dengan mereka. Sudah lama aku tidak mengendarai naga Zveon, namun tubuhku memberontak untuk pergi bersamanya. Hawa panas menguar ke sekitar ketika naga itu mengembuskan napas.

"Sebenarnya, Tuan Putri akan mengendarai pyrenix bersamaku," Maggie menuturi sambil maju melangkah, mengisi celah kosong di antara aku dan Zveon.

"Benarkah? Sepertinya bukan itu pilihan Tuan Putrimu." Zveon menantangnya. Maggie hanya menatapku dan menunggu aku mengatakan sesuatu.

Aku munundukkan wajah dan menggenggam tanganku sendiri.

"B-baiklah...," balasku akhirnya, senyuman tipis tercipta di bibir Zveon. Pangeran Sayap Barat itu segera meraih tanganku dan membantuku mendaki duri-duri kokoh Orion.

Maggie mendongak ke arahku yang sudah berada di puncak punggung Sang Naga Biru. Kedua alisnya bertautan, aku mengetahui harapannya untuk terus bisa menjagaku meski Zveon punya niatan yang sama.

*

Kedua lengan Zveon mengelilingiku ketika dia memegang rantai kekang Sang Naga. Beberapa kali, aku terantuk di antara lengannya karena naga itu membelah angkasa begitu cepat, dan angin kencang menampar wajahku. Zveon menyibakkan jubahnya, menyelimutiku dari belakang sehingga angin dan awan yang tebal tidak merangsek ke tubuhku.

Orion masih terus melaju kencang di udara, sementara para pyrenix yang mengangkut Maggie, George, dan Gerard membuntuti dari belakang, membentuk formasi V seperti kawanan burung yang bermigrasi. Orion sesekali mengaum di udara dan suaranya bergaung sampai bermil-mil jauhnya. Kedua sayapnya membentang dan mengepak, sanggup mengangkat bobot tubuhnya ditambah dengan para penunggangnya.

"Bersandarlah." Zveon berbisik.

Rasa malu menggelitik wajahku dan aku hanya terdiam gugup, meski aku sudah mengenalnya selama lima tahun. Aku tak berkutik untuk beberapa saat, sebelum Zveon melingkarkan kedua lengannya dan menyandarkan tubuhku dengan tubuhnya. Wajah kami kini terletak bersisian, bibirnya berjarak beberapa senti saja dari telingaku.

"Aku ..." Zveon terdiam setelah mengucapkannya. Aku mencoba menenangkan pernapasanku sembari menatap paras wajahnya. Dari jarak ini aku dapat memperhatikan kulit pucatnya dengan saksama. Rambut ikal biru itu menyingkap dahinya yang mulus, warna biru rambut serta kulit yang putih menjadi takhta kedua netra merah mempesona.Tulang pipinya begitu tegas, menampakkan bentuk rahang yang maskulin. Bibir merahnya memiliki lekuk menawan, dan lengkung dagunya menjadi penyempurna ketampanannya.

"Ya, Zveon?" Mungkin berkendara dengannya merupakan ide yang buruk, pikirku sambil menurunkan pandanganku buru-buru.

"Aku mencintaimu, Ziella."

Kedua alisku terangkat, namun dengan sekuat tenaga, kupendam rasa itu jauh-jauh. Zveon mengamati ekspresiku.

"Apakah kau masih tak mau menerimaku?" Zveon berbisik lagi, kini disertai nada yang rapuh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Shine and Shadow (Dark and Light, #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang