S A T U

7.2K 397 25
                                    

2023.

"Mana dokter Becky?"

"Lagi visit prof. "

Pagi yang sedikit gelap, hujan rintik-rintik cukup membasahi jalanan, rumah sakit akan selalu sama, penuh dengan orang yang menggantungkan takdirnya melalui pertolongan orang yang memiliki ilmu, namun selama sepuluh tahun ada yang berubah untuknya, untuk gadis yang masih menjadi pusat perhatian siapapun, bahkan pasien dengan umur yang sudah melebihi dirinya.

Becky, dokter ahli jantung dengan kelembutan hatinya, cantik parasnya, gadis berusia 35 tahun itu memiliki senyum yang menyejukkan, sikapnya, caranya berbicara, memperlakukan orang lain dengan tulus, membuat siapapun yang bertemu dengannya akan mendapatkan rasa nyaman dan aman.

Namun sudah lama sekali Ia berjalan dengan topeng di wajahnya, Ia bisa membuat orang lain bahagia, sementara Ia tidak, rasa sakit di dalam hatinya, perasaannya yang hancur lebur, tidak ada yang peduli atau bahkan tau tentang itu.

Semenjak kejadian kala itu, Becca berakhir di meja operasinya, dan ya Becky berhenti mengambil jadwal untuk operasi karena kehilangan kembarannya, walaupun Marco selaku Ayah mertuanya selalu memaksanya, tapi wanita itu tidak pernah ingin.

Masih segar dalam ingatannya bagaimana pendarahan itu membasahi tangannya, bagaimana jantung itu berhenti bekerja karena kelalaiannya, Ia tidak ingin lagi ada nyawa yang hilang sia-sia karena ulahnya, seperti yang pernah Mereka tuduhkan kepadanya sampai saat ini.

"Dokter, prof Marco menunggu Anda di ruanganya. " Pesan di terima.

Becky ingin mengeluh, namun statusnya sebagai pegawai tetap di rumah sakit ini adalah sebuah hal yang sangat amat berat untuknya, bekerja di bawah sumpah yang Ia ikrarkan saat pengambilan jabatan, dan semua jerih payahnya, akan sangat sia-sia hidupnya jika Becky berakhir dengan keputusasaan dan tidak bekerja dengan apa yang semestinya.

"Rin, bisa bantu Gue buat visit ke ruang melati sebentar, Papa mau ketemu Gue, "

"Siap Bec, Lo pergi aja gak apa-apa, makan siang ntar sama Gue ya, mau curhat. "

"Habis Gue anter makanan Freen ya. "

"Siap, "

Langkah kakinya berjalan menjauh, isi kepalanya sudah mencerna alasan untuk setiap pertanyaan atau perintah dari sang Papa mertua, Becky belum siap jika akan kembali dihadapkan dengan masalah yang sama.

Merapikan bajunya, tangan kanannya mulai mengetuk pintu ruangan yang tertulis nama Marco sebagai direktur utama rumah sakit.

Belajar untuk tersenyum, mungkin Ia tidak melupakan caranya, hanya saja lupa bagaimana rasanya.

"Siang Pap, Babe, Kau juga di sini. "

"Hmm, Papa yang suruh, Pap udah kan? Aku mau kerja lagi. "

"Freen duduk. " Suara itu terdengar tegas, Becky tidak tau apa yang terjadi sebelumnya, namun Ia melihat bagaimana Marco mencoba untuk mempertahankan anaknya untuk berada di ruangan ini, bersamanya, bersama Becky.

"Kalian sudah menikah 10 tahun, sampai kapan sikap dingin ini Kalian pertahankan?" Lelaki 60 tahun itu menatap kedua anaknya dengan wajah yang benar-benar tidak bisa Mereka mengerti.

"Papa sebentar lagi pensiun, dan satu-satunya orang yang mungkin Papa pilih ya Kamu Freen, cuma kalau memimpin dan mengurus rumah tanggamu saja Kamu tidak bisa, bagaimana dengan rumah sakit ini?" Ujarnya, suara itu penuh dengan harapan, namun Freen tidak bergeming sedikitpun, gadis itu tidak akan merubah apapun, bahkan sikapnya atau apapun itu.

"Ya Papa bisa berikan kepada siapapun terserah Papa saja. " Bahkan gadisnya itu tidak menunjukan ketertarikan apapun terhadap pembicaraan saat ini.

"Kau adalah anakku satu-satunya, dan Kau kira Aku akan memberikan semua yang sudah Ku usahakan sedari Ku bisa membangun rumah sakit ini sampai sukses seperti ini begitu saja?" Marco tersulut, namun Becky hanya memilih diam seperti biasa, Ia tau persis kenapa Marco menyuruhnya datang, ya satu-satunya alasan adalah melunakkan hati Freen, namun apa yang bisa Ia lakukan jika masalah sebenarnya ada pada dirinya.

"Aku jadi dokter saja sudah beban untukku, Kau ingat Pap, hidupku sepenuhnya milikmu, Kau menghancurkan inginku, masa depanku, kebahagiaanku, dan Kau masih saja memaksaku untuk melanjutkan pekerjaan yang bahkan tidak Aku sukai? Kau terlalu bercanda dalam membesarkan Ku. " Becky mendengar betapa amarah itu menggebu-gebu dalam ucapan istrinya, tapi Becky terlalu takut untuk ikut campur.

"Aku hanya ingin Kau berlaku baik dengan istrimu, dan Kau bisa hidup seperti apa yang Kau inginkan Freen, berhenti egois. "

"Oh ini bukan perkara pekerjaan? Perkara Dia?, Pap, Aku tekankan sekali lagi, yang Aku cintai hanya Becca, hanya Becca Dad, Kau yang menikahkan Ku dengannya, demi nama baikmu?, karena Kau sudah terlanjur menyebar undangan pernikahanku dengan Becca kepada kolegamu, Kau lebih memikirkan betapa malunya Kau jika Aku gagal untuk menikah demi Kau ikuti dengan khidmat proses pemakaman kekasihku?, dan Dia? semirip apapun Beccy dengan Becca, Dia tidak akan pernah sama di mataku, cintaku tidak akan pernah ada untuknya, Aku tidak peduli dengan 10 tahun ini, Kau yang memilihnya, bukan Aku Pap, berhenti bermain dengan perasaanku. " Freen berteriak keras, namun untuk Becky bukan telinganya yang sakit, namun hatinya, kata-kata itu terlalu menghancurkan perasaannya, bukan hanya Freen yang dirugikan, tapi Ia juga, namun kenapa seolah kesalahan ini ada padanya?.

"Freen. " Gumamnya, air matanya bahkan tidak bisa lagi keluar, rasa sakit yang bertumpuk setiap harinya membuat Ia benar-benar tidak mampu lagi mengekpresikan rasa sedih.

Gadis itu keluar dengan wajah yang memerah, langkah kaki panjang itu Becky imbangi, tangannya menarik dengan pelan tangan Freen, membuat gadis itu berhenti, menatap istrinya itu dengan wajah datar, seakan tidak terlalu tertarik dengan kehadirannya.

"Babe, Kita makan siang dulu ya, Aku tadi masak buat Kamu. "

"Kau tidak pernah lelah Bec?, Aku tidak ingin, tidak suka, dan Aku muak, berhenti melakukannya. "

Namun alih-alih marah, Becky malah tersenyum, Ia menyembunyikan rasa sakitnya, Ia tidak peduli tangan itu tersentak dengan kuat, atau makian itu terdengar hebat, Ia tetap mencintai istrinya, Freenkynya.

Namun alih-alih marah, Becky malah tersenyum, Ia menyembunyikan rasa sakitnya, Ia tidak peduli tangan itu tersentak dengan kuat, atau makian itu terdengar hebat, Ia tetap mencintai istrinya, Freenkynya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
After Met You (FREENBECKY)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora