"Dibilangin malah ngeyel, saya mengatakan ini supaya kalian tidak mengulanginya lagi, apalagi di depan--"

"Di depan Gus Farras Arfathan Aqmar Ghazalah," potong Zayden maupun Zaina secara bersamaan.

***

Setelah perginya Zaina, Zayden mulai merasa bosan. Ia tidak tau harus berbuat apa.

"Apa ini yang dia rasain setiap harinya?" monolog Zayden. Laki-laki itu kemudian duduk di pinggir kolam ikan yang terdapat di belakang rumahnya.

"Pasti membosankan," lanjutnya. Zayden memberi ikan-ikan mas itu makan pagi. Di dekat kakinya ada Zona yang terus mengedusalkan kepalanya dengan lucu.

Zayden suka ikan dan Zaina suka kucing.

Perasaan bersalah timbul di hati Zayden. Akhir-akhir ini ia sudah sangat mengabaikan Zaina karena pekerjaan. Padahal hal itu tidak ada hubungannya dengan jarak yang ia berikan. Bahkan ia masih bisa memberi perhatian kecil walau sekedar menanyakan kegiatan apa yang Zaina lakukan di hari itu, tapi Zayden mengabaikan hal kecil tersebut.

"Maaf, Ay. Setelah ini aku berusaha untuk nggak mengabaikan kamu lagi, sesibuk apapun aku, kamu prioritas ketiga aku ...."

"Setelah aku sebagai hamba dan seorang anak ... aku adalah seorang suami."

Tak terasa Zayden sudah duduk di pinggir kolam ikan itu hampir satu jam. Ia kemudian bangkit dan masuk ke dalam rumah.

Rumah berlantai dua dan cukup besar itu terasa sangat sunyi. Hanya ada suara Zona yang mengeong.

"Zona anak ayah bunda!" panggil Zayden. Laki-laki itu kemudian terkekeh.

Kucing gemuk berwarna putih itu Zayden gendong, kemudian ia letakkan di atas lemari pendek di dekat dinding.

Tangan kekarnya menangkup wajah kucing menggemaskan itu.

"Zona, kamu mau disayang sama ayah, kan? Jadi, kamu dilarang terus-terusan untuk caper ke bunda kamu, okey?"

"Kamu bakal saya sayangi asalkan kamu nggak ambil perhatian istri saya!" peringat Zayden semakin ngegas nada bicaranya.

Mana perginya Zayden yang pinter?

Kenapa sekarang malah berbicara dengan kucing yang tidak bisa ngomong dan tidak mengerti omongannya.

"Saya mau mandi dulu, kamu jangan ke mana-mana atau saya akan dimarahin nanti."

"Hm, nggak masalah kalo dimarahin, bakal bahaya kalo istri saya malah nangis nanti," imbuh Zayden.

Saat Zayden melepaskan tangannya dari wajah Zona dan hendak pergi, kuku tajam Zona tiba-tiba menyerang pipinya dengan cukup kuat.

"Aishh.... Nakal!" Zayden meringis dan mengusap pipinya.

Barusan kucing Zona sangat bersemangat mencakar pipinya. Di pipi bersih Zayden sekarang terdapat bekas cakaran kucing yang cukup panjang dan memerah.

"Astaghfirullah sabar," gumam Zayden. Ia menarik napas panjang, lalu ia hembus dengan kasar. Jangan sampai ia mencekik kucing yang sekarang menatapnya dengan mata sayu itu. Jika Elvano yang berada di posisinya sekarang, sudah dipastikan kucing itu sudah innalilahi.

"Pergi kamu sebelum saya makan!" usir Zayden.

Kucing putih itu seperti mengerti apa perintah Zayden. Segera ia pergi dengan berlari menjauh dari Zayden.

Zayden terus beristighfar sambil mengusap pipinya yang mulai terasa perih.

"Dendam atau gimana dia?"  gerutu Zayden.

𝐙𝐈𝐍𝐍𝐈𝐀 حيث تعيش القصص. اكتشف الآن