12.

91 17 1
                                    

🌳

"Ma, libur semester nanti, Vira mau ke puncak bareng Fahri, keknya sama teman-temannya juga, jadi aku ajak teman-teman aku juga."

"Fahri siapa?" tanya mama Vira seraya mengikis tanaman lebat menggunakan gunting.

Sekarang ini Vira dan mamanya sedang membersihkan taman, membantu Bi Lili. Setelah tadi taman itu hanya di pandangi saja oleh Bi Lili, beberapa menit kemudian beliau bergerak untung mengikis tanaman yang di jadikan pagar taman itu. Dan setelah itu datanglah mama Vira berniat membantu lalu di susul Vira kemudian.

"Itu loh, ma, yang kemarin," jawab Vira. Gadis itu bertugas mencabuti rerumputan di sekitar bunga dan juga sayuran.

"Yang mana loh, mama lupa, yang kemarin itu siapa?" tanya mama Vira lagi. Vira menatap mamanya jengah.

"Masa udah lupa sih, ma? Doi yang nge-chat kemarin malam itu loh, ma," jelas Vira.

"Oh, yang kamu kibulin itu?"

Davira tertawa keras mendengarnya. "Iya, cowok itu."

"Ngapain dia ngajak kamu ke puncak?" tanya mama Vira sedikit mengintimidasi.

"Nggak tau, jalan-jalan aja mungkin. Seru tau, ma, perjalanan ke puncak kan menantang tuh, jadi cocok banget buat liburan," tutur Vira sambil tersenyum lebar.

"Aman nggak itu, Vira?"

"Aman-aman aja kok, ma, Vira juga gak bakal mau pergi kalo cuma berdua doang sama Fahri, Vira mau bawa temen dan Fahri juga harus bawa teman. Lagian teman Fahri ada yang bersaudara sama teman Vira," terang Vira. Vira mengerti apa yang di khawatirkan mamanya. Apalagi Fahri termasuk orang baru kenal, tidak boleh langsung mempercayainya, apalagi dengan perjalanan ke puncak yang notabenenya jauh, lumayan berisiko, dan tanpa dampingan seseorang yang sudah ahli. Mungkin saja Fahri sudah sering ke puncak, tapi tetap saja, ia masih remaja untuk menanggung tanggung jawab besar dengan menjaga Vira dari berangkat sampai pulang. Tentu saja keselamatan Vira menjadi tanggung jawab Fahri karena cowok itu yang mengajak Davira berlibur.

"Mama nggak tau, kamu tanya papa aja deh. Terserah papa aja, kalo papa izinin, mama juga izinin," ujar mama Vira. Vira mendengus. Sia-sia gadis itu menerangkan panjang lebar tadi, ujung-ujungnya si mama tetap melempar keputusan kepada kepala keluarga mereka yang sekarang ini belum pulang kerja.

Tapi satu yang Vira sadari dan sudah ia ketahui, jika mamanya sudah berkata begitu alias melempar keputusan kepada papanya, itu berarti sebenarnya mamanya tidak setuju. Namun karena ia percaya akan putrinya yang bisa menjaga diri dengan baik, jadi mama Vira bingung sendiri, sehingga ia menyerahkan kepada suaminya.

=

"Papa lagi ngapain?"

"Buat layangan!"

Davira tertawa mendengar jawaban asal papanya. Salahnya sendiri yang masih bertanya disaat ia sudah tahu apa yang dilakukan papanya.

Setelah makan malam, Davira mendatangi ruang kerja papanya. Katanya ada sedikit pekerjaan yang tidak sempat dia selesaikan di kantor tadi.

"Layangan bentuk apa, pa?" Davira masih berulah.

Papa Vira melirik putrinya dengan sinis, "Bentuk naga."

Lagi-lagi papa Vira membalas dengan asal.

"Pa, serius bentar napa sih?!"

"Dari tadi kamu yang bercanda terus, Vira," ujar papa Vira sambil mengetik di komputernya. Davira cengengesan sambil menggaruk tengkuknya yang jelas tidak gatal.

"Kata mama, kamu mau ke puncak," imbuh papa Vira.

"Iya. Papa izinin, nggak?" tanya Vira penuh harap.

"Sama siapa ke puncaknya?"

Kini papa Vira memilih fokus pada Vira dahulu, mengesampingkan kerjaannya sementara. Papa Vira menatap putrinya seksama.

"Sama Fahri."

"Fahri itu siapa? Bisa jaga kamu nggak? Masa berdua aja? Ke puncak mana? Naik apa ke sana? Bermalam, 'kan? Berapa hari?" tanya papa Vira beruntun.

"Buset dah, pa, satu-satu dong, kan Vira jadi pusing jawabnya!"

Papa Vira menanggapi dengan hanya menaikkan sebelah alisnya, menunggu Vira menjawab semua pertanyaannya.

"Fahri itu gebetan baru Vira, pa. Vira bisa jaga diri sendiri kok. Gak berdua, banyak nanti sama teman-teman. Gak tau kalo soal kendaraan sama sampai kapan di sana," balas Davira kemudian.

"Belum pasti toh?"

"Vira minta izin dulu, kalo diizinin, kita baru nentuin kapan berangkat, siapa aja yang ikut, naik apa, sampai hari apa. Gitu, pa," jelas Vira.

Papa Vira diam sejenak.

"Si Fahri Fahri itu bisa di percaya, nggak? Walaupun kamu bisa jaga diri sendiri, tetap aja orang yang ajak kamu itu bertanggung jawab atas keselamatan kamu."

"Gak tau bisa apa nggak," bingung Vira.

"Eh?" Papa Vira ikutan bingung.

"Ya soalnya Vira baru kenal sama dia, pa."

"Baru kenal tapi udah berani ngajak liburan? Bernyali juga cowok kamu ya," ujar papa Vira sambil tersenyum miring. Vira ikut tersenyum lebar.

"Papa izinin nggak nih? Vira pengen banget ke puncak, pa, boleh ya?" pintah Vira dengan wajah memelas.

"Papa pengen ngobrol dulu sama dia," final dari papa Vira.

"Sama siapa? Fahri?" tanya Vira. Yang dibalas anggukan oleh si papa.

"Beres. Vira suruh kesini besok!" ujar Vira penuh keyakinan.

"Papa gak izinin kalo orangnya gak jelas! Kita bisa ke puncak sama-sama nanti kalo papa diberi cuti," ujar papa Vira mutlak, tak terbantahkan. Davira hanya bisa menghela nafas pasrah. Ia serahkan kepada Fahri, semoga cowok itu bisa meyakinkan papanya.

🌳

TBC


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 29, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PLAYER \ VSOOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang