CHAPTER 6 ◈ Leaking All Secret Plans

Mulai dari awal
                                    

          “Apakah ini hanya semacam jebakan untuk menggertak diriku?” Tatapan mata Luca terlihat aneh dan berbahaya.

          “Kupikir kau akan senang untuk melihat kerajaan Gruzinsky hancur di depan matamu sendiri.” Anya tahu dan sangat sadar jika Luca mulai meragukan dirinya. “Coba kau pikirkan, bagian mananya aku ini mencoba menjebakmu? Kau sudah selangkah lebih dulu dari Gruzinsky karena mengetahui rencananya sebelum dia tahu informasi penting darimu. Itu berkat siapa? Tentu saja aku.”

          “Kau seperti seekor kucing liar yang butuh perlindungan. Apa kau berencana memanfaatkanku? Memanfaatkan kekuasaanku saat ini? Apa yang telah kau katakan ini masih perlu diragukan lagi.” Luca terdengar mengejek sekaligus penuh skeptis.

          Anya menyipitkan matanya seraya menatap kesal pada Luca. Ia ingin sekali menusuk wajah tampan Luca dengan pisau yang ia sembunyikan, tapi jika ia melakukannya sama saja ia sudah gila. Ia tak akan membiarkan Luca bisa membaca apa rencananya. “Apa yang membuatmu terus ragu? Bukan saatnya kau meragukanku jika saat ini kau hendak dihancurkan.”

          “Dengar, Mio caro, aku ragu apa kau memang sungguh sedang berada di dalam bahaya atau tidak. Mungkin tanpa kau sadari kau memang sedang dimanfaatkan oleh bosmu untuk mendapatkan informasi pentingku, dengan menggunakan ancaman yang mereka sengajai agar kau ketakutan.” Luca sungguh menyebalkan sekali di mata Anya.
(Sayangku)

          “Terserah kau saja mau bilang apa.” Anya berpikir keras apakah Luca sengaja mengetesnya untuk membuatnya ragu atau bagaimana. Ia mungkin bisa berpura-pura merajuk lalu pergi dari hadapannya untuk mengetahui apakah Luca akan menghentikannya atau tidak. “Asal kau tahu saja, aku tidak sedang mengada-ada. Semoga kau bisa menyelamatkan keluarga dan kerajaan yang kau pimpin saat ini. Semoga berhasil dan tetap selamat.” Ia bergerak menuju ke arah panel dan mulai menekan tombolnya, namun belum sempat ia melakukannya Luca lebih dahulu menariknya lalu mendorongnya ke dinding elevator.

          “Silakan! Kau bisa menembakku.” kata Luca begitu Anya dengan gerakan cepat langsung menodongkan pistol padanya. Tidak ada ketakutan sama sekali yang terlihat di wajahnya. Tatapan matanya terlihat tajam dan dingin.

          Mata Anya dan Luca saling mengunci. Anya merasakan sesuatu yang dingin di bagian pahanya lalu sesuatu itu mulai merambat perlahan ke bagian dadanya kemudian menuju ke bagian bawah dagunya. Ternyata Luca juga menodongkan senjatanya.

          “Mengapa kau ragu? Cepat tembak aku!” Sosok Luca benar-benar mendominasi.

          Anya benci begitu mengetahui sifat Luca yang satu itu. Dia mendesah pelan berpura-pura lelah lalu meng-klik mati safety di pistolnya. Luca tidak berkedip sama sekali. Tatapannya seperti menerawang sampai ke dalam jiwa. Tak lama kemudian Luca juga melakukan hal yang sama dan menurunkan pistolnya. Anya hanya mengamatinya dan dia tersenyum di dalam hati.

          “Kau bisa menembakku dan kau juga bisa tertembak. Jika kau bersedia bekerja sama dan membuat sedikit kesepakatan denganku.” kata Luca dengan nada tegas.

          “Sedikit kesepakatan? Aku curiga itu lebih merugikanku tapi malah menguntungkanmu.” Anya menaikkan sebelah alisnya dengan agak mengejek.

          Namun sepertinya Luca tak begitu senang. Dia malah mendorong Anya lebih lekat ke dinding yang dingin. Pistolnya kembali ditodongkan ke Anya. Luca mungkin bisa saja menghabisi Anya saat ini juga tapi anehnya Anya percaya Luca tidak akan benar-benar melakukannya. Anya pikir Luca memiliki pola pikir yang rumit dan tak biasa. Dia pasti memikirkan sebab akibatnya. Egonya juga pasti tinggi. Dia tak mudah untuk melakukan hal bodoh yang tak ada gunanya.

          “Kau pasti membutuhkan aku.” kata Anya seraya menarik ujung pistol Luca menuju ke bagian dadanya—lebih tepatnya ke jantungnya.

          “Kau begitu pemberani. Gadis yang nakal.” Luca sedikit tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya sehingga aroma harum tubuhnya tercium begitu memabukkan.

          “Kemungkinan besar saat ini Gruzinsky sedang membuat aliansi dengan mafia-mafia yang lain agar bergabung dengannya demi bisa menghancurkanmu. Lebih tepatnya berperang denganmu.” Anya bisa melihat sekilas amarah berkobar di mata Luca. Ia harus membuat Luca ada di pihaknya meskipun ia masih diragukan. “Lihatlah, kau memang membutuhkanku. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana sosok Gruzinsky daripada aku. Kau selangkah lebih maju darinya di pertarungan ini jika kau membuatku tetap ada di sisimu.” Ia tersenyum puas. “Mari kita menangkan pertarungan ini bersama-sama.”

          Luca tetap terdiam. Dia pun sepertinya sedang memikirkan hal ini sungguh-sungguh. Dia memasukkan kembali pistolnya ke dalam tuksedonya—yang menandakan jika dia tak akan meragukan Anya lagi. Dia mulai menjaga jaraknya dari Anya yang memperhatikan dengan seksama apa yang dilakukannya. Dia tampak melepaskan dasi kupu-kupu yang digunakan lalu melepas satu kancingnya.

          Tiba-tiba Luca bergerak mendekati Anya lagi dan hendak menjambak rambutnya namun dengan gerakan cepat Anya menahan tangannya. Luca memasang senyuman miring yang sangat menawan.

          “Apa yang mau kau lakukan, huh?” tanya Anya dengan melototkan matanya.

          “Membuat rambutmu berantakan.” sahut Luca dengan nada santai. Ia mulai mengusap-usap kepala Anya untuk membuat rambutnya sedikit berantakan seperti yang dikatakannya.

          “Huh? Memangnya untuk apa?” Anya dibuat heran dengan perlakuan Luca yang tak terduga ini.

          “Agar Gruzinsky berpikir aku menidurimu dengan sangat amat luar biasa sehingga dia benar-benar percaya saja jika kita sudah membodohinya.” Tanpa beban Luca mengatakan maksudnya.

          Anya hampir tercengang. “Ya ampun. Tidak keren. Dia akan berpikir kau selesainya sangat sebentar sekali. Mungkin hanya 3 atau 5 menit. Benar-benar tidak keren.” Ia langsung menjauhkan dirinya dari Luca.

          “Anya,” Luca kembali mendekati Anya. Mereka berdiri bersisian menghadap pintu elevator. “Kau belum mengatakan padaku apa ketakutanmu.”

          “Tidak ada.” sahut Anya seraya melirik Luca sekilas.

          “Kau akan takut padaku.” Luca mengatakannya dengan penuh percaya diri.

          “Aku tidak bekerja dengan ketakutan. Aku bekerja tanpa mengenal rasa takut. Aku dilatih untuk berani, percaya diri, bekerja keras dan hati-hati.” kata Anya menjelaskan.

          “Mulai sekarang kau harus belajar apa itu berkomitmen dan setia. Aku adalah orang yang akan sangat setia pada siapapun yang memberikan kesetiaannya padaku.” Setelah Luca mengatakan hal tersebut denting elevator pun terdengar lalu perlahan pintu terbuka. Ia langsung menggenggam erat tangan Anya untuk keluar bersama-sama dari dalam elevator.

Darker Than NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang