"Lagian, Gio kan udah bayarin hutang gue, napa hutang gue masih banyak gak kelar-kelar. Gue curiga jangan-jangan amang mau memeras kita ya?" Tanya Satria merasa ada yang mengganjal.

Mang Dadang menggeleng seraya berkata. "Gimana mau kelar kalau setiap hari kamu ngutang lagi ngutang lagi, yang ada hutangnya yang sedikit lama-lama menjadi bukit."

Gio berdeham singkat. "Gak papa mang, biar saya yang bayarin hutangnya Satria."

Mang Dadang mulutnya menganga menoleh menatap Gio. "Jangan kayak gitu nak Gio, nanti kalo hutang si Satria di bayarin terus. Nih, anak kalau udah punya istri pun pasti bakalan ngutang."

Gio tersenyum kecil. "Gak papa mang, lagian saya bingung cara ngabisin duit saya harus gimana," jawab Gio membuat mang Dadang melotot tak menyangka. "Orang kaya beda ya kalo ngomong." Katanya sembari geleng-geleng.

"Kalian mau pesen apa? Seperti biasa aja?"

Gio manggut-manggut. "Sekalian Zaki juga saya yang bayarin."

"Gak, gue masih punya uang, lo gak usah repot-repot bayarin gue." Ucap Zaki menolak cepat, Gio hanya mengangguk saja tak berani memaksa Zaki. Mang Dadang langsung pergi menuju gerobak meninggalkan mereka.

"Thank, ya Gi. Lo selalu baik sama gue, selalu ngerti keadaan gue."

"Santai aja, bagi gue hutang lo gak seberapa di banding dengan dulu lo gak ikut-ikutan mengkhianati gue."

"BANG SAT, BANG ZAKI, BANG GIO!!!!!!"

Satria yang akan berbicara seketika mengurungkan niat di saat suara cempreng dari arah kanan menusuk gendang telinga nya, di sana menampakkan sosok cowok pendek ingin menghampirinya. Baim cowok itu mendudukan bokongnya.

"Ada apaan sih? Dateng-dateng bikin rusuh aja." Tanya Satria bila melihat mimik wajah Baim terlihat resah.

"Gue mau nanya, bang Gio udah lengser dari kapten basket?"

Gio duduk tegak tak lagi menyender kepada kursi, manik matanya masih menatap Baim. "Gak, tuh. Kenapa emangnya?" Jawabnya sembari bertanya balik lantaran tak tahu tujuan Baim menanyakan hal itu biasannya juga tidak sama sekali.

"Wah parah lo ngatain si Gio lengser dari kapten basket, asal lo tau sampai kapanpun Gio gak bakalan keluar jadi kapten basket." Sargas Satria cepat membuat Baim menoleh kepadanya. "Bukan gitu, bang."

"Terus maksud lo ngomong kayak gitu apa?" Kali ini Zaki yang bertanya.

"Tadi pas gue sama teman-teman gue mau ke kantin gak sengaja gue liat di lapangan banyak murid-murid berkerumun, bukan murid doang tapi di sana juga ada bang El bara, bang Leon ehh... pokonya banyak lagi dah, gue gak bisa jelasin satu-satu." Jelas Baim begitu sangat heboh, Satria masih tak mengerti maksud bocah itu barusan.

"Terus apa hubungannya sama lo yang nanya kalo Gio lengser dari kapten basket atau enggak, gak jelas banget, sih. Lo."

"Karena gue ngedenger bang El ngomong ke semua murid yang ada di lapangan pakek toa, katanya gini... karena pas tanding basket kemarin lalu tim bang Gio kalah jadi bang El memutuskan bahwa dia yang akan gantiin bang Gio. Gitu katanya."

Satria mengangguk mulai paham." Jadi sekarang Si El jadi kapten basket?"

"Belum bang dia cuma ngumpulin semua murid ke tengah lapangan, supaya apa? Supaya semua murid setuju kalo sekarang bang El yang akan jadi kapten basket." Jelas Baim menatap sekilas wajah Gio yang masam. "Makanya gue nanya bang Gio lengser dari kapten basket atau enggak, ya karena itu gue penasaran."

"Gi, ini udah keterlaluan tau gak, di diemin si El semakin melunjak." Seloroh Zaki merasa jengah mendengar cerita dari Baim barusan.

"Gue setuju sama si Zaki, lagian tuh si El buluk maunya apa sih, ngusik lo mulu kerjaannya." Timpal Satria ikut-ikutan sebal. Baim hanya mengangguk saja, apalagi ia tidak tahu apa-apa yang terjadi diantara Gio dan juga El Bara.

O B S E S I [On Going✔️]Where stories live. Discover now