"Jawab!!"

"I--iya Kak..."

Bara menghempas kasar tangan Hanin, lantas pergi tanpa memperdulikan Hanin yang kesakitan. Badebah memang!

"Jadi heran Kak Bara sebenernya pasti makan besi, cengkramannya keras banget!" keluh Hanin, mencibir bahu Bara yang perlahan menghilang dari penglihatannya.

"Yakin sih, pasti abis kesambet!"

°°°

"Nin?" Hanin dan Elisya kompak menoleh ketika mendapati suara seseorang memanggil nama Hanin.

Devon menatap ragu pada dua orang itu. Sedangkan Elisya yang paham situasi langsung beranjak pergi, mengatakan pada Hanin untuk menyusul ke kantin nanti.

"Kalo kamu cuma mau bahas--" ucapan Hanin dipotong cepat oleh Devon.

"Aku minta maaf." Hanin mengerjap pelan, benarkah? Apa dia saja yang salah dengar?

"Untuk kesalahan Mama...," lanjut Devon lalu memberanikan diri menatap mata Hanin.

Hanin merubah raut wajahnya seketika. Is kira maaf untuk apa.

"Jangan benci aku..." ucap Devon memohon.

"Dev?"

"Maaf nin? Aku tau kesalahan Mama kali ini fatal banget, dan aku tau ini salah satu alasan terbesar kamu jauhin aku."

Hanin menggigit dalam bibirnya seraya mengepalkan kedua tangannya erat.

"Kenapa gak bilang dari-- awal nin?" tatapan Devon penuh akan rasa bersalah, padahal bukan dia yang melakukannya.

"Kamu mau aku dibenci Mama kamu sampai sejauh mana lagi kalo sampe aku ngadu sama kamu?" ucap Hanin.

"Nin.., seenggaknya aku bisa minta maaf langsung sama Bunda waktu itu."

Hanin memalingkan tatapannya, enggan bersitatap dengan Devon. Bukan karena ia benci pada Devon, ia hanya muak pada Ibu Devon.

"Bunda tau..." Devon yang mendengar ucapan Hanin sontak berdiri kaku.

"N--nin..." Hanin segera menyanggah ucapan Devon, menarik dalam nafasnya lalu berusaha tegas, "Dev.., aku rasa kita harus jaga jarak mulai sekarang. Mungkin dulunya--" ucapan Hanin terpotong.

"Gak Nin!"

"Dengerin aku dulu! Mungkin dulunya Ayah kita bisa jadi temen yang baik, tapi gak selamanya itu juga berlaku buat anak-anaknya kan? Dan mulai sekarang aku rasa kita gak perlu sedekat dulu lagi, sekali lagi ini untuk kebaikan kita masing-masing Dev, terutama untuk-- Bunda dan.., Mama kamu?" ucap Hanin lirih di akhir kalimat.

"Nin--"

"Aku tau mungkin kamu ngerasa bersalah, tapi itu semua udah berlalu sejak lama Dev, kamu gak perlu anggep kami keluarga lagi. Dan yang harus kamu tahu, kamu gak bersalah, yang salah itu cuma pelaku penembakan itu."

Hanin meraih tangan Devon, mereka berdua memang berada di koridor dekat aula yang memang sepih sehingga tak mengganggu murid lain yang berlalu lalang

"Ayah dan Om David juga udah gak ada, jadi gak masalah kita jadi orang asing kan? Gak usah inget janji konyol itu ya?" ucap Hanin, David Atmaja memang telah berpulang sejak dua tahun silam. Dan sejak saat itu pula keluarga Hanin dan Devon mulai merenggang.

Tak mau mendengar ucapan Devon lagi, Hanin bergegas pergi. Bertemu Devon hanya akan perlahan mengingat rasa sakitnya tentang Bunda, dan untuk kesalahan itu Tante Ratih keterlaluan, dan Hanin tak menyukai itu.

Bara yang sejak tadi menyaksikan kedua orang itu, hanya diam memahami. Mereka berdua sama-sama terluka, mereka berdua sama-sama ingin merengkuh tapi ragu karena terlalu banyak piluh.

Ada rasa tak nyaman dalam diri Bara ketika melihat raut wajah gadis yang biasa ceria itu berubah senduh dan tak berdaya. Ada perasaan yang menarik Bara untuk merengkuh bahu rapuh itu. Bara mengalihkan tatapannya mengenyahkan pikiran gilanya dan bergegas pergi. Pikiran ini harus hilang! Musnah! Enyah Kau pikiran sialan!

°°°

Hanin berusaha menahan diri sejak tadi, hingga akhirnya ia lebih memilih untuk duduk di kursi taman belakang sekolah, ini lebih menenangkan daripada harus melihat raut khawatir Elisya dan berbagai pertanyaannya.

Sejak tadi, sejak tadi ia menahannya dan akhirnya ia menangis juga, dadanya sesak seketika. Setiap momen mengingat Ayah dan Bunda-nya adalah hal paling menyakitkan dalam hidup Hanin.

Ia tak kuasa jika harus mengingat kepergian Ayahnya, dan raut sedih Bunda-nya setiap saat. Di dunia ini harapannya hanya ingin Bunda-nya bahagia walau sekarang tanpa sang Ayah disisinya. Dan untuk itu langkah awalnya adalah menjauhi Devon, walau sejatinya memang berat karena Devon memang teman suka dukanya sejak dulu.

Hanin buru-buru menghapus air matanya yang jatuh di pipi ketika merasakan ada gerakan seseorang di samping tempat duduknya.

"Jangan nangis!" kalimat itu menandakan sebuah perintah. Hanin mengerjap pelan takut-takut salah lihat. Tapi memang benar, orang itu Debara, pria galak yang biasa memakinya. Tengah menyodorkan tissue padanya dan sebotol air. Walau matanya tak menatap ke arah Hanin, Hanin tetap merasa speechless.

"Kak Bara?"

Raut wajah Bara tetap datar, "Muka Lo jelek," dan ucapannya tetap tajam seperti biasa. Entah siapa yang membawa langkah Bara hingga berakhir duduk di samping Hanin.

Hanin terkekeh pelan, walau air mata di pipinya belum sepenuhnya terhapus. Hanya merasa sedikit terhibur atas kelangkaan sifat Bara. Andai dia seorang selebgram mungkin ini akan ia jadikan konten agar viral.

"Aneh!" cibir Bara.

"Kak Bara yang aneh loh."

"Lo!"

"Dih gak sadar apa Kak Bara aneh? Tumben tiba-tiba nyamperin gini?"

Ego Bara seolah bergejolak, meronta mengajaknya pergi dari sini, dan memaki Hanin karena berani mencecarnya.

"Gue kasian sama setannya kalo kesambet gegara Lo!" kok?

Sontak saja hal itu benar-benar membuat Hanin tertawa dan seolah lupa atas kesedihannya tadi.

"Kak Bara belajar ngelawak darimana?" ucapnya yang masih puas tertawa.

Sifat ketus dan pemarah milik Bara seolah terluka atas ucapan Hanin.

"Lo ngomong gue lucu?! "

"Ya coba Hanin tanya ngapain Kak Bara ngelawak gitu? Apa-apa aja kak Bara!"

Bara yang kesal lantas menutup mulut Hanin yang cerewet, "Gue nggak ngelawak! Gue gak lucu! Gue galak!" ucapan Bara benar-benar memancing sisi receh Hanin bergejolak, walau ditahan oleh tangan Bara, mulut Hanin tetap tertawa terlihat dari wajahnya yang memerah. Mana ada orang ngaku galak?? Dasar Debara!

"LO!" Bara dibuat geram sendiri, bukannya diam Hanin malah tetap tertawa. Menyesali keputusannya datang kesini. Walau sebenarnya berhasil karena Hanin tertawa, tapi ia tak suka merasa ditertawai!

Bara yang kesal lantas menarik pergelangan tangan Hanin agar mepet padanya dan berniat memukul kening Hanin, malah berakhir jatuh di rerumputan taman karena tak seimbang menahan berat tubuh Hanin. Membuat mereka jatuh dengan posisi Hanin di atas tubuh Bara.

"HEH KALIAN BERDUA NGAPAIN DISANA?!" Teriakan itu membuat mereka berdua panik seketika.

Sial memang!

Dengan tak berperasaan Bara mendorong Hanin secepatnya hingga menyingkir darinya, dan tanpa kata pergi begitu saja. Menyisahkan Hanin dengan jantung yang berdetak hebat.

°°°

Auto panik gatuhhh😭😭

Curiga sih tadi si Bara yang kesambet

Ayayay itu jantungnya Hanin kenapa yak? Takut copot gak nin wkwkw.

Dah dulu deh, promoin ke teman-temennya dong manteman kuu😄😄

11.07.23

sindiaa_

Hening Untuk Bara [TERBIT] Место, где живут истории. Откройте их для себя