12• Kehancuran

178 64 30
                                    

Terkadang kehancuran kita bersumber dari rasa sayang yang terlalu besar

°°°

"Maaf soal kemaren Kak?" ucapan tulus itu membuat Bara yang baru saja datang mengangguk sekali.

Kondisi Rey memang telah membaik sejak empat hari dirawat di rumah sakit ini.

"Soal apa?" Hanin yang nampak bingung.

Rey menggeleng pelan menanggapi pertanyaan sang Kakak. Sejak diberi tahu oleh sang Bunda jika segala biaya rumah sakitnya ditanggung oleh laki-laki yang kata Bunda sendiri adalah pacar Kakaknya. Rey merasa kurang nyaman.

"Boleh Rey ngobrol sebentar sama Kak Bara."

Hanin yang semula ragu, akhirnya menurut setelah menoleh pada Bara.

Bara duduk di sofa dekat brankar milik Rey.

Ia diam, sedangkan Rey nampak mengamati langit-langit ruang rawatnya. Entah, rasanya begitu berat.

"Sebelumnya Saya berterima kasih sama kebaikan Kak Bara. Walau pertemuan awal kita dirasa kurang baik..," ucap Rey.

Bara masih diam, tak menyahut apapun merasa belum ke pembahasan intinya.

"Mungkin Saya akan banyak berhutang budi sama kebaikan Kak Bara. Tapi--saya harap Kakak gak berusaha memanfaatkan ini buat hal-hal pribadi perihal masalah Kakak sendiri," ucap Rey seraya perlahan menoleh pada Bara yang terlihat sedikit terkejut. Walau bisa meminimalisir raut wajahnya sehingga tak terlalu kentara.

"Kak Hanin, dia sama Bunda adalah sumber kehidupan buat Saya. Saya pengganti Ayah, dan Saya harap Kakak gak bermaksud lain sama Kakak Saya. Sekalipun Kakak pacarnya," ucapan penuh tanda sayang dari nada suara Rey. Tak berhasil membuat Bara mengangguk atau merespon apapun.

"Kak seminimalnya jangan pernah main tangan sama Kakak saya ya? Saya sayang sama dia melebihi diri saya sendiri."

Untuk yang satu itu, Bara mengangguk paham atas kekhawatiran dari adik kekasihnya. Sejak pertama kali bertemu Rey ia tahu, Rey sedikit paham perihal dunianya sepertinya. Bukan golongan orang-orang baik.

Dan sejak pertama kali bertemu pun ia tahu, Rey begitu menjaga dan sedikit posesif perihal kehidupan Hanin.

"Ayah cinta pertamanya Kakak Saya, dan Ayah gak pernah bikin Kakak saya kecewa."

Untuk yang satu itu, Bara tak menyanggupi, ia bukan tipikal orang yang mudah berjanji pada hal palsu yang belum tentu terjadi.

°°°

"Ngobrol apa sama Kak Bara?" tanya Hanin, sambil menyuapi sang adik.

"Kepo!"

"Ish adek resek!"

Rey hanya tertawa pelan melihat raut wajah Hanin yang berubah kesal.

"Kemaren Bang Devon kesini," ucap Hanin dengan nada suara rendah nampak tak semangat lagi.

Rey tersenyum simpul, lalu mengusap pelan bahu Kakaknya.

"Gapapa."

"Tapi--Kakak takut Bang Devon gak sayang kita lagi?"

"Kenapa harus takut? Kasih sayang Rey buat Kak Anin gak cukup?"

Bugh!

"Awss Kak!"

"Eeh aduh.., maaf-maaf Kakak refleks. Kamu sih bandel!"

"Loh kok jadi Rey?"

"Kamu gombalin Kakak heh?!"

Hening Untuk Bara [TERBIT] Where stories live. Discover now