Bab 2

690 72 57
                                    

Hari ini, tepatnya setelah makan siang bersama sang kakak tadi. Travis sudah tiba di pemakaman saudara saudaranya. Makam mereka berdekatan, sangat lucu bukan? Travis sangat merindukan saudaranya.

Mungkin jika hari itu Daniel sang kakak tertua tidak membuka pintu dan segera menghubungi polisi, mungkin sekarang mereka tengah bahagia karena telah mencapai kesuksesan. Benar bukan?

Travis mengusap lembut batu nisan Daniel. Ia menaruh setangkai bunga di setiap malam saudaranya.

"Kalian nyenyak banget tidurnya sampe ngelewatin 6 tahun masa bersama. Selama 3 tahun ini, avis sama kak Justin di rawat sama kak Rara, mama dan papa. Mereka baik ya kak? Enggak salah kakak jadiin kak Rara sebagai orang kepercayaan." Travis sedikit menunduk.

"Andai, andai saja waktu bisa di putar kembali. Namun kecelakaan itu bikin nyawa kak Rara, mama sama papa hilang. Kita hancur lagi kak, bahkan dulu kak Justin hampir ngelakuin hal gila karena enggak bisa nyelamatin nyawa mereka. Kak Justin hampir mau bunuh diri kak, tapi avis halang. Avis ga mau kehilangan untuk yang terakhir kali, kak. Avis cuman punya kak Justin sekarang sebagai cahaya di hidup avis." Lanjutnya lagi.

"Kak. Kita dulu berdua belas. Dan sekarang, kita kehilangan 10 nyawa. Hanya tersisa 2 nyawa kak. Avis berharap, 2 nyawa ini bisa bertahan sampai akhir. Kak Niel hebat, kak Jun juga hebat bisa lindungin kita semua. Kak Jay yang paling dewasa dan mengerti kita juga hebat. Intinya, kalian semua hebat. Kak Sam juga hebat. Terima kasih atas semua pengorbanan kalian."

"Dek John, kakak avis bakal selalu kangen adek kalo lagi ngerengek minta beli donat. Disini, kakak bawainnya bunga bukan donat. Kalo kakak bawa donat, nanti di makan sa belatung lagi, kan sayang. Jadi, bunga ini untuk adek ya sebagai pengganti donat."

"Bunganya indah banget. Kayak kalian di atas. Ehe. Kakak sama adek tau ga? Kak Justin, udah jadi dokter lho! Hebat kan?" Seru Travis. Dia berseru sedikit senang namun terdengar menyakitkan.

Travis menghela nafas berat. "Maaf karena kak Justin belum bisa jenguk ke sini. Tadinya, avis sama kak Justin mau kesini berdua. Tapi, kak Justin dapet panggilan ngedadak dari pihak rumah sakit. Maafin kak Justin ya, kak? Dek?" Lanjut Travis sambil tangannya tidak berhenti mengusap-usap batu nisan tersebut.

Benar. Travis sungguh merindukan saudara saudaranya. Kenapa hal ini harus terjadi pada keluarganya. Kenapa? Apa salah keluarganya sampai saudaranya harus menjadi korban pembunuhan juga?

Jika Travis pikirkan, apa orang tuanya akan kecewa ketika tau kalau sekarang Travis dan Justin hanya hidup berdua. Jujur, Travis sakit, sakit fisik dan batin. Bagaimana tidak? Kehilangan orang yang paling di sayang itu bukan hal yang mudah untuk mengikhlaskan. Apalagi, sekaligus 10 orang. Rasanya, hidup Travis hampa.

Bahkan, sekarang mereka sudah jarang menghabiskan waktu bersama semenjak Justin menjadi dokter.

Kalau Travis si memang sudah menjadi aktor. Tapi aktor tak sesibuk dokter kan? Tugas aktor juga hanya akting dan syuting sesuai jadwal yang di tentukan. Sedangkan dokter? Jadwalnya tak tentu, jadi kadang selalu dapat panggilan mendadak.

"Dia siapa? Kenapa naruh bunga di sekaligus 10 makam?"

Lelaki itu menatap heran ke arah Travis yang tengah berbicara tepatnya di depan 10 makam. Ia memperhatikan Travis dari seluruh penampilannya.

"Sudah dewasa ya?"

Di sisi lain, Travis menghela nafas panjang. "Avis gabisa lama lama, kak, dek. Avis pulang dulu soalnya bibi pasti di rumah udah nungguin. Bahagia ya disana, avis sayang kalian. Assalamualaikum.."

Travis mulai berdiri dan meninggalkan makam tersebut.

Hah.. jadi begini ya memulainya hidup baru hanya berdua? Kebahagiaan yang dulu sangat berbeda dengan sekarang vibes nya.

LOST MEMORIES [SELESAI✓]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum