11 (Pernyataan atau Pertanyaan)

3.8K 558 50
                                    

𝙃𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙍𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜 🏃‍♀️

(⚠ Typo bertebaran!)



Uhuk! Uhuk!

Clarissa terbatuk-batuk mengibaskan tangan menghalau debu yang berputar disekeliling kepalanya begitu ia keluar dari pintu mini itu.

"Untung badan gue mungil," syukurnya, maniknya bergulir ke atas lalu membuang ranting dan daun kering yang memenuhi kepalanya. "Keluar dari sana udah kaya keluar dari alam lain, badan gue jadi kotor lagi."

Clarissa menepuk-nepuk kepalanya juga menggeleng-gelengkannya cepat hingga rambut itu mengembang dan kusut berantakan, setelahnya Clarissa mengusapkan debu di lengannya kedepan baju bagian dada.

"Berantakan banget kalo gak di iket gini," Clarissa menoleh kebawah mencari sesuatu yang bisa digunakannya, senyumnya mengembang melihat karet masi bungkus yang tergeletak disana. "Lebih baik daripada engga banget."

Setelah rambutnya digelung asal, Clarissa mulai melangkah mengendap-endap meninggalkan kawasan Mension.

🚶‍♀️💨

Sementara dilain tempat, tepatnya sebuah warung telah berkumpul ketiga pria yang kini bercanda gurau.

Inti geng Rodolfo tidak memerlukan markas rahasia khusus apapun sebab warung bu Wati adalah tempat terbaik mereka untuk bertukar cerita.

"Bu! Pesen kopi kayak biasa satu!" seru Reygan membuat ibu-ibu paruh baya yang tengah menghidangkan masakan kedalam piring itu tersenyum memberikn jempolnya. "Sip!"

"Ahk! Anjrit curang lo!" tak terima Lino saat lagi-lagi ia kalah dalam permainan ular tangganya dengan Bram.

"Gausah playing victim deh lo! Kalo udah kalah ya kalah aja, emang pada dasarnya gaakan ada yang bisa mengalahkan seorang pangeran Bram," Bram menyerka rambut depannya yang mana mendapatkan lemparan kulit kacang dari Reygan. "Ck! Apasih jing!"

"Gausah sok kegantengan pengen muntah gue liatnya," jawab datar Reygan dengan tubuh bersandar penuh pada punggung kursi, Bu Wati menyimpan kopi didepan mejanya. "Widih enak nih makasih Bu."

"Sama-sama toh Den kayak sama siapa aja," Bu Wati mengibaskan tangannya malu sebelum pergi melanjutkan kegiatannya.

Reygan menyeruput kopi hitamnya, ia tak peduli tatapan datar kedua temannya yang lain.

"Lo pesan satu doang? Wah, parah lo Rey gak inget temen," ujar Lino menggeleng tak percaya.

Reygan berdecak.
"Pesan sanah! Manja banget lo biasanya juga ngutang sendiri."

Lino melotot mendengar kata itu, ia tidak pernah mengutang sepeserpun sebab uangnya tetap ada didalam rekening.
"Gue gak pernah ngutang ya! Suudzon lo babi! Bu, pesen satu--"

"Dua!" sela Bram kemudian menyengir saat dilirik tajam oleh Lino. "Eh, btw si Bos kapan kesini? Dia yang nyuruh dia juga yang telat datang."

Keduanya mengedikan bahu tak tau.
"Lagi kasmaran mungkin, kan udah baikan sama ayang Rara... Akh! Sakit jir!"

Lino mencubit lengan pria itu yang kini mengusap-usap bekas cubitannya kemudian mendengus.
"Kalo di pikir-pikir jadi kepikiran juga, waktu di kelas tadi gue berasa gak lihat sosok Rachel sama sekali, dia kaya beda."

Bram bersilang kaki memikirkan hal serupa.
"Iya juga, apalagi dia jawab pertanyaan tadi kaya gak ada beban. Pembawaannya juga santai banget, jadi naksir kan gue."

Lino menendang kaki Bram keras, pria itu memekik kaget menatapnya.
"Gak usah bawa-bawa Rachel! Gabakal gue biarin dia jadi korban buaya kaya lo!"

Reygan melihat itu tersenyum jail, ia menggebrak meja lalu berucap serius.
"Denger nih ya, Kalo gue dapetin ayang Rachel, dia masak kegosongan aja kompornya gue salahin! Dia nyapu kaga bersih? Sapunya gue patahin!"

I'm Not AntagonisWhere stories live. Discover now