Part 22

44 3 0
                                    

Jennie tentu saja terkejut dengan sebuah kecupan tiba-tiba yang ia terima ketika tengah bersantai di taman buatan dalam rumahnya. Mengalihkan pandangannya dan mendapatkan Jimin di sana yang malah tersenyum ketika menatap pada wajah terkejut Jennie.

"Apa kau memang senang sekali untuk mengejutkan, huh?" Kesal Jennie, mendaratkan pukulannya pada lengan Jimin yang malah semakin tertawa karena reaksi Jennie.

Jennie mendekat saat itu, memeluk Jimin dan memberikan kecupan pada bibirnya setelahnya. "Kenapa tak mengatakan padaku jika kau akan pulang hari ini dari perjalanan bisnismu?"

Jimin memeluk Jennie, sesekali akan memberikan sentuhan lembutnya pada punggung Jennie setelah sedikit menyingkap pakaiannya. "Hmm, kejutan?"

"Seperti biasa. Noh Jimin tak akan pernah berubah."

Ucapan Jennie itu hanya mendapatkan senyuman dari Jimin. Sebelum kembali merunduk dan mencium Jennie, dan diterima setelahnya oleh wanita itu.

"Ah, aku sampai lupa." Jennie sedikit menjauhkan dirinya--tentu saja juga menghentikan aktivitas ciuman mereka sebelumnya. "Karena aku terlalu sibuk, aku sampai lupa untuk memberitahumu sesuatu."

"Huh? Sesuatu?"

Jennie mengangguk dengan begitu semangat. "Kita sudah tahu jenis kelamin bayi kita, Jimin. Dan apa kau tahu? Bayi di dalam kandungan Mina berjenis kelamin perempuan."

Kabar bahagia itu memang terdengar bahagia bagi Jimin, bahkan menerima begitu saja pelukan Jennie saat itu. Namun di satu sisi, pikiran Jimin tentu saja tertuju pada Mina. Karena setelah ucapan Mina terakhir padanya saat itu, Jimin tak lagi ingin untuk bertemu dengannya. Bahkan hingga saat ini, Jimin sama sekali tak memberitahu pada Jennie--berpikir jika hal itu tak penting pula untuk Jennie ketahui.

Jennie melepaskan pelukannya, namun merasa bingung dengan bagaimana wajah Jimin yang sama sekali tak menunjukkan kebahagiaannya.

"Ada sesuatu yang kau pikirkan, hmm?" Jennie bertanya, menyentuh wajah Jimin untuk menatap padanya. "Kau terlihat tak senang dengan kabar yang aku berikan tadi." Lanjut Jennie kembali.

Sementara Jimin hanya menggeleng sembari berusaha untuk menarik senyumnya. "Tidak. Mungkin aku sedikit lelah saja tadi." Ucapnya, lalu kembali membawa Jennie untuk mendekat padanya. "Mana mungkin aku tak bahagia mendengarnya?"

Jimin tahu alasannya tak bisa membuat Jennie percaya begitu saja. Dan hanya berhela sembari menarik Jennie untuk kembali duduk pada bangku di taman saat itu. Dan Jennie pun tak menolak--dalam hatinya sedikit merasa lega akan Jimin yang tetap berusaha untuk menjaga kepercayaannya.

"Apa kita bisa hentikan semua ini?"

Jennie sedikit mengerutkan keningnya, tak mengerti ucapan Jimin. "Apa maksudmu?"

Jimin hanya mengalihkan pandangannya. "Aku rasa, ini tak bisa dilanjutkan. Ide untuk menjadikan Mina sebagai ibu pengganti bagi kita."

"Jimin, kita tak bisa begitu saja berhenti seperti ini. Semuanya sudah berjalan dan bahkan keluarga kita belum menaruh curiga apapun pada kita sampai saat ini."

"Aku tahu..." Jimin berhela kembali, masih ragu untuk melanjutkan ucapannya.

Dan Jennie seolah mengerti akan keraguan Jimin. Menggengam tangannya saat itu dan memaksa Jimin untuk menatap padanya. "Jimin, kau tahu jika kau tak bisa sembunyikan apapun dariku, bukan?"

Jimin akhirnya menyerah saat itu, sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Kurasa, Mina tak sepenuhnya berubah seperti apa yang sudah kita pikirkan."

"Apa maksudmu?"

"Entahlah. Aku tak bisa mengira begitu saja untuk saat ini. Tapi sebaiknya jika kita hentikan semua ini. Aku hanya takut akan terjadi sesuatu, terutama denganmu nantinya, sayang."

it hurts ❌ jenminWhere stories live. Discover now