Part 21

126 8 9
                                    

Keluarga Jimin maupun Jennie begitu bahagia saat ini, mendapatkan kabar bahagia dari Jimin dan Jennie yang memberitahu mereka bahwa Jennie tengah mengandung kembali. Tentu saja, setelah keguguran Jennie beberapa bulan lalu membuat mereka sedih. Namun kejadian malang yang menimpa Jennie sudah tak lagi mereka ingat, merayakan kebahagian atas doa yang sudah mereka panjatkan terus-menerus.

Sementara Jennie merasa bersalah, tentu saja. Kebohongan yang ia buat memang sangat salah. Namun demi menyelamatkan keluarga kecilnya dengan Jimin, Jennie merasa satu kebohongan yang ia lakukan saat ini tak apa untuk dirinya lakukan untuk masa depan mereka nantinya.

"Tidak, tidak. Kau tetap duduk saja. Pokoknya, kau tak boleh melakukan apapun. Bahkan hanya untuk mengambil sesuatu sendiri, lebih baik jika kau panggil seseorang untuk melakukannya."

Jennie hanya berhela ketika mendengar ucapan dari Ny. Noh, yang kini mengambil alih beberapa piring kotor setelah sebelumnya mereka merayakan berita bahagia yang ia bawa dengan makan malam bersama.

"Eomeonim, kau terlalu berlebihan. Aku baik-baik saja."

"Tidak, Jennie. Setelah keguguranmu hari itu, seharusnya kau berpikir jika harus berhati-hati mulai dari sekarang." Ny. Noh menghentikan dirinya dan berbalik untuk menatap pada Jennie. "Oh, apa kau dan Jimin tinggal di rumahku saja untuk sementara waktu? Atau kalian bisa tinggal di rumahmu?"

"Eomeonim, aku sungguh baik-baik saja. Lagipula, kehamilanku masih berada di bulan awal. Aku masih bisa untuk melakukan apapun sendiri. Jika aku butuh bantuan, aku pasti akan meminta Jimin untuk melakukannya."

Ny. Noh berhela, melanjutkan kembali pekerjaannya yang tengah mencuci piring-piring kotor. "Tapi tetap saja, kami semua begitu khawatir denganmu, Jennie. Kami semua bahkan masih ingat dengan jelas bagaimana jatuhnya kau ketika mengetahui bayi di dalam kandunganmu sudah tiada saat itu. Tolong mengertilah jika yang semua kami lakukan hanya untuk kesehatanmu dan bayi di dalam kandunganmu."

Ucapan itu tentunya menyentuh hati Jennie, namun disaat bersamaan juga merasa bersalah karena berbohong pada keluarganya.

Namun Jennie masih berusaha untuk melupakan rasa bersalah itu. Kini beranjak dari duduknya untuk memeluk sang ibu mertua. Sementara Ny. Noh hanya tersenyum saat itu, menyelesaikan pekerjaannya dan menatap pada Jennie.

"Terima kasih, nak. Karena sudah hadir di keluarga kami dan memberikan kebahagiaan ini." Ucapnya, menangkup wajah Jennie.

"Aku yang berterima kasih padamu, eomeonim. Sudah menyayangiku dengan tulus hingga saat ini seperti putrimu sendiri."

"Tentu saja. Sejak dahulu, aku ingin sekali memiliki seorang putri. Tapi yang datang padaku adalah seorang putra."

Baik Jennie dan Ny. Noh tergelak oleh ucapan wanita itu.

"Jika Jimin mendengarnya, dia mungkin akan semakin kesal karena ibunya sendiri lebih menyayangiku daripada dirinya."

"Ck, biarkan saja. Memang kenyataannya seperti itu, kok."

Ny. Noh kembali menarik Jennie mendekat, memeluknya setelahnya. "Kau harus hidup bahagia sekarang, sayang. Aku juga akan selalu berada di sisimu sampai kapanpun dan menjamin semua kebahagiaan akan terus datang padamu, Jennie."

Jennie berusaha menahan tangis yang ingin ia keluarkan saat itu. Mendapatkan seluruh kasih sayang dari Ny. Noh tentunya membuat tersentuh. Entahlah, sampai kapan ia akan mendapatkan cinta dan perhatian seperti ini. Jennie hanya ingin menikmati semua ini, sampai hari dimana kebohongannya akan terbongkar.

.

.

Jimin sedikit bingung dengan keadaan apartemen yang Mina tempati saat itu dalam keadaan sepi. Jimin juga beberapa kali memanggil namanya, namun tak ada sahutan apapun dari Mina. Mencari di seluruh ruangan, dan kembali tak menemukan siapapun.

Rasa khawatir yang sempat Jimin rasakan berganti dengan cepat, melihat pintu apartemen yang terbuka dan menampakkan Mina di sana. Sementara Mina pun juga sedikit terkejut dengan kehadiran Jimin di apartemennya.

Jimin berhela lega, mendekat pada Mina dan bahkan membantu wanita itu untuk mengganti sepatu yang ia kenakan dengan sandal rumah--tak membiarkannya merunduk hanya untuk sekedar mengganti sepatu. "Astaga, Mina. Kau tahu bagaimana khawatirnya aku? Kenapa kau tak diam di apartemenmu, huh?"

Mina belum mengatakan apapun saat itu, masih merasa berdebar karena sentuhan Jimin ketika pria itu membantunya mengganti sepatu dengan sandal. Mencoba untuk meredakan sebuah debar yang tercipta akan perhatian Jimin padanya

"Kenapa hanya diam saja, huh?"

Mina berdehem sejenak, berjalan melewati Jimin setelahnya dan memutus pandang mereka. "Aku hanya pergi ke toserba sebentar. Aku ingin makan es krim."

"Kalau begitu, kau bisa telpon aku. Atau Jennie dan Taehyung. Sudah berapa kali Jennie dan aku katakan padamu jika kau tak bisa sembarang untuk keluar dari apartemenmu?"

"Aku tahu. Tapi tetap saja, aku bosan jika hanya diam saja di dalam apartemenku. Lagipula, toserbanya tak jauh dari gedung ini."

Jimin mengerti akan ucapan Mina. 5 bulan berlalu dengan cepatnya tanpa kendala apapun, dan tentu saja rasa bosan dilanda Mina karena dirinya memang sama sekali tak dibiarkan untuk keluar kemanapun. Bahkan untuk keluar dan menyapa tetangga di dekat apartemennya. Tapi semua itu tak lebih dari Jimin dan Jennie yang berusaha untuk menghindari semua resiko yang terjadi jika orang-orang tahu tentang kehamilan Mina.

"Lain kali, jangan lakukan hal seperti itu. Kau tahu bukan jika yang kau lakukan tadi cukup bahaya?"

Mina tak memberikan respon atau jawaban apapun. Dan Jimin memilih untuk meletakkan beberapa bahan makanan yang sebelumnya sudah ia beli. Tentu saja mengundang perhatian Mina yang saat itu berada di ruang tengah--bersama sekotak es krim yang sudah ia beli sebelumnya dan bersiap untuk menikmatinya.

"Dimana Jennie?" Tanya Mina. Tentu saja bingung mengapa Jimin yang melakukannya dimana hal seperti membelikan kebutuhannya selama tinggal di sini selalu dilakukan oleh Jennie.

"Jennie sedang sibuk membantu ayahnya dan banyak belajar tentang perusahaannya."

Suapan Mina pada es krimnya saat ini terlihat sangat tak bersemangat daripada sebelumnya. Tak ingin berbohong, namun Mina kembali merasakan rasa cemburu itu pada Jennie. Astaga, hamil sepertinya membuat semua emosinya menjadi tak stabil seperti ini. Bahkan es krim yang sebelumnya sangat ingin ia makan saat ini terlihat sangat tak berselera di hadapannya.

Setelah kedua orang tuanya meninggal dalam kecelakaan pesawat saat itu, maka seluruh kehidupannya berubah begitu saja. Bahkan seluruh aset yang kedua orangtuanya miliki habis untuk membayar hutang perusahaan milik Ayahnya yang sama sekali Mina tak ketahui. Namun beruntung karena Mina masih memiliki Taehyung. Dan Taehyung yang seolah tak masalah hanya untuk membiayai seluruh kebutuhan Mina hingga saat ini.

"Apa tidak apa jika Jennie ibumu untuk beraktivitas seperti itu?"

"Apa maksudmu?"

"Bukankah ibumu sangat menyayangi Jennie bahkan melebihi dirimu?"

Jimin kini mengalihkan pandangannya pada Mina. "Aku sama sekali tak mengerti apa yang ingin kau bicarakan."

"Walau bagaimanapun, seluruh keluarga kalian mengetahui jika Jennie tengah hamil saat ini. Apa ibumu tak apa jika dia bekerja?"

Jimin berhela, memilih untuk mengalihkan pandangannya dan melanjutkan kembali pekerjaannya.

"Ibuku sempat melarangnya. Tapi akhirnya dia hanya membiarkannya saja. Ada apa memangnya kau menanyakan hal itu?"

Mina menggeleng--walaupun tahu Jimin tak akan melihatnya. "Tidak ada. Hanya merasa iri saja dengan Jennie."

Ucapan itu kembali menghentikan Jimin, menatap pada Mina yang masih sibuk dengan suapan es krimnya yang terlihat sekali tak bersemangat dalam pandangannya.

"Rasanya, aku ingin sekali memutar waktu. Lalu memperbaiki semua kesalahan yang sudah aku lakukan padamu disaat kita masih berhubungan dahulu."

Mina kali ini menatap pada Jimin, menarik senyumnya setelahnya. "Tidakkah menurutmu kita berdua bisa hidup bahagia setelahnya?"

--To Be Continued--

it hurts ❌ jenminWhere stories live. Discover now