Part 14

162 18 4
                                    

Mina sebenarnya begitu senang ketika akhirnya ia bisa mendapatkan panggilan telpon dari Jennie. Sekiranya, sudah dua bulan berlalu semenjak kecelakaan yang menimpa Jennie, dan ini pertama kalinya Mina bisa bertemu lagi dengan Jennie. Saat itu, Mina tak bisa untuk menjenguk Jennie. Selain karena dirinya yang memang tak akan pernah diizinkan oleh Ibunya Jimin, perasaan bersalahnya pada Jennie karena menyebabkannya harus kehilangan bayi yang dikandungnya kian membesar dan membuat Mina menahan dirinya untuk tak bertemu dengan Jennie.

"Kau datang? Kukira kau tak akan datang ketika aku memintamu untuk menemuiku."

"Mana mungkin aku menolak untuk menemuimu?" Jawab Mina, dengan senyuman yang begitu manis dan bahagia karena akhirnya bisa bertemu kembali dengan Jennie.

Mina kini sudah duduk berhadapan dengan Jennie, begitu merindukan Jennie dan waktu kebersamaan mereka dahulu walaupun sangat singkat.

"A-Apa kau baik-baik saja?" Itu pertanyaan pertama yang Mina tanyakan. "J-Jangan salah paham. Aku berusaha untuk menjengukmu saat itu. Tapi seperti yang kau tahu..." Lanjut Mina, menggantung kalimatnya di akhir.

Jennie hanya mengangguk, mengerti akan ucapan Mina. "Aku tahu. Dan juga, aku sudah baik-baik saja sekarang. Terima kasih, karena masih begitu peduli padaku."

"Apa yang kau maksud? Tentu saja aku peduli. Aku temanmu, Jennie."

"Tentu saja kau harus peduli. Kecelakaanku saat itu secara tak langsung juga terjadi karenamu."

Ini adalah salah satu ketakutan Mina. Dirinya bahkan hanya diam, tak mempunyai kata apapun sebagai pembelaan.

"Maafkan aku, Jennie. Seharusnya aku bisa menahan semua ini agar tak terjadi. Aku turut berduka untukmu." Ucap Mina, kali ini merunduk dan begitu malu untuk menatap pada Jennie.

Namun Jennie belum menjawab apapun, hanya menatap pada Mina.

Jennie menghela nafasnya, memulai kembali pembicaraan setelah berusaha untuk meyakinkan dirinya sendiri jika apa yang ia katakan pada Mina adalah yang terbaik.

"Aku mengajakmu bertemu bukan hanya untuk mendengar permintaan maafmu saja."

Mina kembali menatap pada Jennie, sedikit bingung dengan ucapannya. "Apa maksudmu?"

"Apa kau sedang menjalin hubungan dengan seseorang saat ini?"

Mina tak mengerti kemana arah pembicaraan ini akan berlanjut. Namun dirinya tetap menjawab dengan memberikan gelengan kepala untuk Jennie.

"Benarkah? Oh, atau teman dekat pria yang tengah kau sukai?"

"Jennie, aku sama sekali tak mengerti apa yang kau maksud. Dan Jimin, aku sama sekali berniat untuk merebut--"

"Karena kau tak dekat dengan pria manapun, kau bisa melakukannya untukku, bukan?"

Mina kembali menatap dengan bingung. "Melakukannya untukmu?"

.

.

Setelah mendengarkan keseluruhan cerita dari Taehyung, Jimin sama sekali belum beranjak dari posisinya saat itu. Mengabaikan beberapa pekerjaannya yang seharusnya ia kerjakan bahkan beberapa harus dirinya selesaikan hari ini. Namun semua itu tak bisa ia lakukan karena fokusnya telah terbagi saat ini.

"Jadi, kau mengatakan padaku bahwa selama ini kalian berhubungan di belakangku saat sekolah? Dan kalian bahkan masih saling menghubungi bahkan saat Mina berada di California?"

Berbeda dengan Jimin di sana, Taehyung terlihat begitu santai memakan piza yang ia pesan sebelumnya sembari memainkan permainan di ponselnya. Dan hanya mengangguk menjawab Jimin sembari meneguk cola miliknya.

Jimin hanya berhela saat itu. Saat ini, rasanya ia ingin mendaratkan sebuah pukulan pada wajah tenang Taehyung. Seolah cerita yang ia bawa tadi hanyalah sebuah lelucon belaka yang selalu ia lakukan padanya.

Namun Jimin menahannya, berpikir kembali jika ia tak perlu untuk melakukan semua itu dan marah akan apa yang dikatakan Taehyung. Itu semua sudah berlalu, dan Mina bukanlah lagi kekasihnya saat ini.

"Jangan menahannya. Aku tahu sekali kau ingin memukulku sekarang karena selama ini berhubungan dengan Mina tanpa sepengetahuanmu. Kau tahu? Aku sendiri yang bahkan menyuruh Mina untuk kembali ke Seoul setelah mengatakan jika kau sudah menikah di sini."

"Kau tengah mengujiku sekarang?"

"Tentu saja. Aku bahkan sudah mengujimu saat istrimu pergi saat itu."

Taehyung menghentikan fokusnya pada ponsel miliknya, kali ini raut wajahnya berubah menjadi sedikit lebih serius daripada sebelumnya dan menatap pada Jimin.

"Dan, lihat apa yang terjadi setelahnya. Secara tak langsung, kau memang masih memiliki perasaan pada Mina dan mengharapkannya kembali padamu."

Jimin seolah terpojok dengan semua ucapan itu. Tak ingin mengakui, namun hal yang dirinya lakukan saat itu sudah menjadi bukti bahwa Mina memang masih memiliki pengaruh padanya.

"Jadi lebih baik jika kau buang pikiranmu untuk bisa memiliki Mina dan biarkan aku untuk membahagiakannya. Kau dan Mina tak akan pernah bisa bersama, sampai kapanpun."

Suara pintu yang terbuka saat itu sedikit membuat suasana yang tegang tadi kini berangsur berkurang. Apalagi dengan kehadiran Jennie yang juga ikut terkejut melihat jika Jimin saat itu memiliki seorang tamu.

"Maafkan aku. Aku tak tahu jika kau sedang kedatangan temanmu. Aku akan kembali nanti."

"Tak perlu, Jennie-ssi." Ucap Taehyung menghentikan Jennie, beranjak dari duduknya setelahnya dan menatap Jennie dengan senyumannya. "Senang bisa bertemu denganmu lagi. Terakhir kali kita bertemu disaat pernikahanmu, bukan?"

Jennie hanya menjawab dengan anggukan disertai senyumannya saat itu.

"Bagaimana kabarmu? Kudengar dari Jimin kau baru saja mengalami kecelakaan dan kehilangan bayimu. Aku turut prihatin untuk kalian. Kalian pasti sangat menunggu sekali bayi itu untuk mengisi kebahagiaan kecil keluarga kalian."

Jimin bisa melihat perubahan dari raut wajah Jennie saat itu, sudah pasti karena topik pembicaraan yang dibicarakan Taehyung tadi masih sangat sensitif bagi Jennie walaupun itu sudah dua bulan berlalu.

"Tapi tak apa. Masalah ini biarlah berlalu dan kau tak perlu terlalu terpuruk. Itu tidak baik sama sekali untuk kesehatanmu nantinya. Kalian tentu masih bisa untuk mendapatkan bayi kembali, bukan?"

Dan ucapan itu semakin membuat Jimin tak nyaman, apalagi bagi Jennie yang mendengarkannya. Oh, tentu saja. Orang-orang di luar sana--terutama keluarga mereka--masih belum mengetahui tentang rahim Jennie yang sudah diangkat sehingga ia tak akan mungkin bisa untuk mengandung kembali.

Jadi yang ia lakukan setelahnya adalah menarik Taehyung pergi. Dan Taehyung di sana yang hanya menuruti saja, masih sempat untuk memberikan salamnya pada Jennie dan setelahnya meninggalkan mereka berdua saat itu.

"Jangan terlalu pikirkan ucapannya."

Jimin dengan cepat mendekat saat itu, menarik Jennie untuk duduk bersamanya pada sofa yang sebelumnya ia duduki. Sementara dirinya berlutut di hadapan Jennie, menggenggam kedua tangan wanita itu dan menarik senyumnya. "Sudah lama kau tak datang berkunjung ke kantorku. Ada apa, hmm?"

Jennie menarik segaris senyumnya, menarik Jimin agar ikut duduk di sampingnya. "Tak apa. Aku hanya ingin mengajakmu untuk makan siang bersama. Tapi jika kau sibuk, aku tak apa."

Jimin menggeleng dengan cepat. "Tidak. Jika kau ingin melakukan sesuatu, kita bisa lakukan sekarang. Baiklah, apa yang kau inginkan sekarang, hmm?"

Jennie mengisi hening sejenak di antara keduanya, berusaha menguatkan dirinya jika keputusannya yang sudah ia pikirkan beberapa hari ini adalah yang terbaik. Menarik senyumnya kembali untuk bisa menenangkan dirinya pula.

"Kau bisa pulang cepat malam ini? Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu."


--To Be Continued--

it hurts ❌ jenminWhere stories live. Discover now