Mengembangkan bibir, aku sedikit menunduk dan mengucapkan terima kasih. Setelahnya, melangkah menjauhi panggung itu.

"Baguslah kafe ku lebih ramai, kau memang ahlinya memikat pria," sinis Emily yang sudah menungguku turun dari tangga.

Matanya masih menatapku rendah dengan mulut yang tidak berhenti mengolok-ngolok. Entah itu mengatakanku jalang, rendahan, atau menjual diri.

Jujur saja aku memujinya, dia tidak bermuka dua seperti orang-orang, hanya menyebalkan saja.

Sebelum sempat melewatinya, aku sedikit menyenggol bahu Emily dan tersenyum lebar hingga menunjukkan gigi.

"Kau harus menaikkan gajiku, Em. Kafe mu semakin famous karena ada aku, ups maaf mengucapkan fakta," ucapku pura-pura merasa bersalah dengan menutup mulut dan pergi begitu saja.

Dasar anak manja! Sekali-kali memang harus dibalas perkataan tong kosongnya itu.

Dengan bersusah payah, aku berjalan sedikit terpincang ke tempat peristirahatanku. Salahkan orang gila yang memberiku hak tinggi lima belas centimeter ini, kaki ku jadi mati rasa dibuatnya.

Baru saja berdiri di depan cermin, pintu di belakangku kembali terbuka dan menampilkan seorang pria yang sudah ku suruh masuk.

Telinganya yang sedikit keluar dari hoodie itu terlihat sangat imut di mataku. Matanya memandangku intens dari cermin hingga kini kami bertatapan.

Atmosfer di sekitarku terasa memanas, seiring dengan langkahnya yang mendekatiku. Tanpa alasan yang jelas, aku merasa gugup hanya dengan auranya tersebut.

Tanganku yang tadi berniat membuka high heels sialan ini sontak terdiam dan berdiri dengan kaku.

Setelah tepat berada di belakangku, Alex langsung melingkarkan tangannya pada perut dan memelukku. Kepalanya disenderkan pada bahuku dan matanya masih mengamati dengan tajam.

"Kau licik! Mana boleh secantik ini, sayang?" tanyanya dengan suara yang parau. Tangannya mendekapku semakin erat seakan tidak ingin aku kabur.

Mataku meneliti wajahnya yang terlihat nyaman di pundakku. Bahkan memakai high heels saja, Alex tetap lebih tinggi dariku. Dia memang seperti tiang.

Bersamaan dengan matanya yang memejam, telinga kucingnya itu menutup dan digosok-gosokkan ke arah kepalaku, membuatku kegelian.

Refleks aku semakin menjauhinya, walaupun tidak berpindah se inci pun.

Mendengar ucapannya, tanpa sadar aku menunduk dan menahan senyum. Sepertinya Alex adalah tipe buaya, dia mudah sekali memuji wanita. Tidak ada bedanya dengan Leo.

Kau tidak boleh baper Nat! batinku, menguatkan diri.

"Bagaimana ini, Rolf? Apa aku harus menculik dan mengurungnya? Nat seperti burung merak dan aku tidak suka dia dilihat banyak pria dengan tatapan lapar itu," ucap Alex dalam pikirannya. Matanya menelaahku dari atas ke bawah.

Tanpa bisa ku tahan, bibirku melengkung dan menatapnya malu-malu.

Aku masih bisa menahan senyum ini jika hanya dari mulutnya, akan tetapi jika langsung ku dengarkan dari pikiran Alex, rasanya seperti mau terbang.

Tidak mungkin pikirannya berbohong, kan, kemungkinannya kecil.

"Lakukanlah, Ayo kita culik Nat! Samuel saja berhasil, kau payah sekali, Al!" ejek Rolf di dalam sana yang menimbulkan kerutan di keningku. Tentu saja aku mengenal Samuel dan Arabella, mereka sudah terkenal di dunia immortal.

Tidak, terlalu menyeramkan menjadi Arabella. Aku tidak mau dikurung dalam istana dan ditelanjangi setiap hari.

Spontan aku berbalik dan menatapnya. Ku paksakan pinggulku turun dan terduduk di atas meja. Pegal sekali rasanya berdiri.

Hal pertama yang ku lihat dari wajah Alex adalah senyumannya yang sangat indah. Ekornya bergerak ke kanan kiri di belakang sana dan terlihat kesengsem menatapku.

Alex seperti serigala jantan yang kebelet kawin, sangat lucu melihatnya se-ekspresif itu. Tanganku bergerak dengan sendirinya ke arah kepala Alex dan mengelusnya.

"Kau juga tampan, Al. Siapa anak baik, anak manis?" tanyaku dengan mencubit pipinya sedikit kencang. Bukannya marah, Alex malah menjilat-jilat tanganku dan menciumnya.

Menggemaskan sekali. Apalagi ketika tudung jaketnya turun dan memperlihatkan telinganya yang melebar, persis seperti anjingku saat sedang ingin dimanja.

Tiba-tiba saja hidungnya bergerak naik turun seperti tengah mencium sesuatu dan matanya menatap tajam pada pintu di belakangnya.

Badan Alex semakin menghimpitku dan tangannya membuka lebar kaki ku hingga kini mengangkang.

Dengan bingung, aku menaikkan alis dan menatapnya bertanya.

"Calon mantanmu datang, sayang. Ayo bercinta!" ucapnya dengan nada yang sangat antusias selaras dengan matanya yang menatapku berbinar.

Seperti yang ku duga Alex sudah menunggu waktu ini datang, pantas saja dari tadi dia menempel padaku.

Tangan Alex sudah merambat dari kaki hingga naik ke pinggulku, dia mencengkramnya kuat di sana. Wajahnya mendekat, membuatku menahan diri untuk tidak mundur.

Refleks, aku memejamkan mata, takut.

Tidak berapa lama, kurasakan bibirnya yang menempel pada milikku dengan lembut. Dengan nafsu, Alex langsung melumatnya dan tidak membiarkanku bernapas sedikit pun.

Belum lagi tangannya yang merambat sana sini, tidak sabar untuk meraba seluruh tubuhku. Aku harus bersusah payah menahannya agar tidak bertindak lebih jauh.

Astaga, sepertinya keputusan yang salah mengajak Alex ke rencanaku. Dia malah mencari kesempatan dalam kesempitan dengan menyentuhku di berbagai tempat.

Dengan kekuatan yang ada, aku mendorong badannya dan membalikkan posisi. Tanganku langsung memenjarakan Alex dan kaki ku berjinjit, kembali menciumnya.

"I'm in charge, Al! Kau di bawah kendaliku sekarang."

-------------

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

-------------

BLOM ADA NINU NINU NYA TERNYATA AHAHAHHA

KIRAIN BAKAL DI BAB INI

BERARTIII BAB SELANJUTNYA FIXXX

KOMEN YG BNYK DULUUUU, GUE NIATNYA MAU UPDATE LG HARI INIII

EHEHHEHEH JANGAN LUPA VOTE COMMENTS

LOVE YOUUUU🤍

Pet Me, I'm Your Wolf!Onde histórias criam vida. Descubra agora