[PGS-14]

20 3 0
                                    


Dalam pikiran Ayana; akan sangat buruk jika orang-orang tahu tentang hubungannya dan Alzam. Apalagi, bila ia memakai cincin pemberian laki-laki itu. Sebuah bukti simbolis Alzam mengajaknya ke jenjang yang lebih serius.

“Pak guru beneran mau nikah sama aku?” Setelah setengah perjalanan pulang, dengan keheningan ruang mobil, Ayana akhirnya buka suara.

Alzam mengangguk. Ia memelankan laju mobil kemudian menepikan ke bahu jalan bebas parkir.

“Kenapa berhenti?”

Let's discuss what you want to talk about. Kalo saya nyetir, ngga bakal bisa fokus”

“Engga terlalu penting kok! Ayo, lanjut jalan aja. Udah sore”

“Kamu masih ragu, ya?” tanya Alzam.

Benar. Apa masuk akal Alzam melamarnya demi merealisasikan komitmen masa kecil semata?

“Bagi kamu pasti menimbulkan tanda tanya besar, tapi—let's see

“Pak guru, jujur, sebenernya aku agak takut diajak berhubungan lagi. Apalagi, kali ini bukan pacaran tapi ke jenjang pernikahan” tutur Ayana. “Soal Gari... Pak guru udah tahu kan kalo dia mantan aku?” 

Alzam mengangguk. “Maaf. Tadi saya nguping pembicaraan kamu sama dia—is he obsessed with you?”

“Aku ngga tau. Gari bilangnya dia nyesel mutusin aku—kan! Pak guru! Siapa yang enggak kesel diputusin? Apalagi aku pihak cewek—asli, deh! Diputusin sama cowok apalagi modelan Gari itu—euh! Ngga bisa berkata-kata lagi, aku, tuh!”

“Tapi saya bersyukur kamu diputusin sama dia”

“Bersyukur? Kenapa harus bersyukur, Pak guru?”

“Karena itu, saya bisa sama kamu sekarang”

Iya juga, sih. Kalau masih bersama Gari alias pacaran dengan cowok itu, mana mungkin Ayana berada di mobil Alzam untuk diantar pulang? Ya—bisa saja, sih. Bukan, poinnya, kalau masih bersama Gari, Ayana tak mungkin menerima lamaran Alzam kemarin ini.

“Saya ngga mau mengungkit masalalu kamu tapi if you need someone to talk, saya disini, Ayana. Kamu bisa cerita apapun yang ada di hati dan pikiran kamu. Apa yang bikin kamu overthinking—pokoknya, apapun. Saya juga ngga masalah kalo kamu mau cerita tentang mantan kamu, atau semisal kamu suka sama cowok lain juga, cerita aja. Tell me what you're going through

“Makasih, Pak guru”

Ayana berdesir. Hatinya menghangat. Sepanjang 18 tahun ia hidup, kerap memendam cerita sehari-hari serta masalah sendiri, kini disuguhkan dengan Orang yang menawarkan diri menjadi rumah untuknya. Namun, perihal menceritakan Gari pada Alzam——apa tidak berlebihan?

Jelas Alzam mencintainya, lantas mengapa Ayana menceritakan laki-laki lain pada Alzam? Apalagi, bernotabene masalalu alias mantan.

“Jadi, kamu mau cerita apa? Saya ngeliat ada yang beda. Kamu pasti mikirin Gari, ya?”

“Engga” kilah Ayana seraya menggeleng.

“Aya... It's okay. Saya ngga bakal tersinggung. Ceritain apa yang ada di pikiran kamu sekarang. Eum—anggap aja, saya ini recorder di hp kamu”

“Pak guru tau aku sering curhat di recorder hp?”

“Awalnya engga, tapi sekarang tau”

“Ish—”

“Ayo, cerita”  Alzam menatap Ayana. Meyakinkan agar Perempuan itu mau mengutarakan isi hati dan pikiran padanya. Alzam tahu, Ayana pasti tak enak hati bila menceritakan mantan kekasih pada Alzam. Tapi, Alzam ingin Ayana berhenti memendam segala hal.

PAK GURU, SARANGHAEEE! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang