[PGS-10]

21 3 0
                                    

10. 831
   
         Ayana yakin ia bukan seorang pendendam, tapi rasanya pelik melupakan hal yang telah dilakukan Sang mantan.

Perempuan itu berdecak, mengalihkan pandangannya. Wajah Gari menuas segala perangainya dalam rekam jejak Ayana.

“Ngga ada kesempatan lagi?” tanya Gari.

“Gue sejak awal udah bilang itu kan, gari?” ucapan Ayana terdengar jelas karena keheningan lapangan indoor tempat mereka berada siang ini. Riuh-rendah terdengar samar-samar dari luar.

“Ini terakhir kali gue minta balikan. Setelah ini lo bebas, gue ga akan ngemis-ngemis ke lo lagi”

Ayana berdecih. Apa memang semua laki-laki bersikap seolah paling tersakiti? Apa Gari tidak sadar atas perilakunya saat masih bersama Ayana?

Sudah cukup Ayana merasa dibodohi. Ayana tak mau menyesal lagi. Bukan karena hubungan mereka berakhir, tapi justru karena Ayana memutuskan bertahan saat itu. Hingga, luka hatinya kian melebar. Tak bisa Ayana pungkiri, jika kini ia takut memulai hubungan dengan orang baru semisal kejadian itu terulang.

Semua orang berhak bahagia, begitupula Ayana. Meski, ia sempat mengambil keputusan salah dengan menggunakan orang lain (Elmatheo) untuk melupakan Gari. Nyatanya, Elmatheo bukan sembarang orang. Laki-laki itu pula tak bisa dimiliki Ayana. Intensitas rasa sakitnya sama dengan konteks yang berbeda. Ayana tersakiti karena ulah Gari, dan ulahnya sendiri karena menyukai Elmatheo yang jelas-jelas mempunyai pujaan hati.

Apakah sebab ini Ayana tidak boleh mempunyai pacar? Sekadar mendapat pelajaran dan rasa sakit.

Agaknya untuk saat ini memang lebih aman tidak menyukai siapapun.

“Ayana?” tanya Gari lagi.

“Mau ini terakhir atau engga itu hak lo, tapi sorry gue tetep ngga bisa” Ayana beranjak dari kursi besi panjang di pinggir lapangan yang ia duduki bersama Gari.

Tadi, laki-laki itu menarik Ayana kemari. Ia meminta; dengan sedikit memaksa agar Ayana mau berbicara dengannya.

“Gue ke kelas dulu” Ayana langsung pergi. Gari pula tak berniat menahannya, sebab jawaban Gadis itu sudah jelas menolak permintaan Gari.

Laki-laki itu menghela nafas panjang melihat kepergian Ayana.

~o0o~

“Calom imamku, mark lee" Ayana terkikik setelah menambahkan nama idolanya ke judul buku yang ia baca.

“Aya, Saya suruh kamu ngerjain soal, bukan melihat-lihat novel”

Alzam menaikan kacamata di pangkal hidungnya. Ia menghela nafas melihat Ayana berdiri di dekat rak-rak buku fiksi. Cewek itu mengambil buku, membacanya sebentar kemudian menaruhnya kembali. Terus berulang hingga Alzam menghitung buku ke-enam. Padahal, mereka tengah belajar bersama sesuai kesepakatan semalam.

“Istirahat dulu, pak guru. Ayana mumet—asli deh!” ujarnya. Ayana mendekat, kembali duduk di sebelah Alzam.

“Ada satu contoh soal metode pendekatan pendapatan. Di lembar tugas remedial, ada soal kaya gini—”

Ayana mengecek lembar tugasnya. Di bab pertama, ada sepuluh soal, lima pilihan ganda dan essay. Yang Alzam sebutkan barusan, ada di bagian essay. Artinya, Ayana harus bisa mengerjakan dengan rumus ini.

Alzam menggeser tab ke hadapan Ayana. Ia menulis soal tersebut disana, agar Ayana dengan mudah menyalinnya di buku catatan.

“—Kamu ingat rumusnya?”

“Inget. Yang y, w, r, i, p itu. 'kan?”

Alzam mengangguk. “Coba kerjakan"

Dibilang paham sebenarnya tidak. Ayana ingat sedikit-sedikit karena materi ini pernah ia hafal untuk ulangan lisan. Tadi, Alzam pula sudah menjelaskan ulang pada Ayana. Perempuan itu mulai mencatat; mengerjakan soal yang diberikan Alzam.

PAK GURU, SARANGHAEEE! जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें