Episode 9: Apa Kabar, Wartawan?

419 55 11
                                    

"Allahuakbar... Bagaimana caranya aku bisa masuk sekarang?" Gumam Azizah memandang dari jauh gerbang sekolah UA sambil menggaruk pipinya.

Sekarang, di depan gerbang sekolah UA dipenuhi oleh wartawan dengan semua kamera dan microphone menyala, siap merekam.

Tepat pada saat itu, pemuda berambut warna biru melintas cepat di sudut matanya.

"Iida!" Panggil Azizah berteriak berhasil menghentikannya.

"Ohayou, Azizah!" Sapa Iida berbalik menghadapnya.

Azizah pun menghampirinya.

"Ohayou, Iida! Senang melihatmu disini. Bisakah kamu temani aku melewati gerbang sekolah, tolong?" Pinta muslimah berkacamata itu tersenyum sambil mengatupkan kedua tangannya ke depan.

Iida kebingunan, lalu ketika Azizah menunjuk ke arah para wartawan yang berkerumunan di depan gerbang sekolah, baru ia paham.

"Ahh! Wakatta, ayo lewati gerbang sekolah bersama, Azizah!" Balas Iida mengiyakan permintaan temannya itu.

Azizah pun menghela nafas lega, asalkan ditemani melewati kerumunan itu, maka tidak masalah dan mereka berjalan bersama beriringan menuju gerbang.

"Bagaimana pendapatmu mengenai All Might yang telah menjadi gurumu?" Para wartawan mulai mengerumuni Iida dan Azizah yang sudah mendekati gerbang masuk UA pun terhenti.

Azizah tetap setia menunggu di sisi Iida, sementara microphone di arahkan ke Iida.

"Beliau membuat saya menyadari bahwa saya sudah masuk ke sekolah yang merupakan sekolah terbaik. Tidak hanya menghormati sifat-sifat beliau, kami juga dapat melihat sisi humoris beliau. Ini adalah kesempatan yang langka untuk belajar menjadi pahlawan nomor satu dari seorang pahlawan yang sudah mendapat gelar pahlawan nomor satu." Jawaban dari Iida ternyata membuat para wartawan bosan.

Sekarang perhatian wartawan perempuan itu beralih ke muslimah berkacamata yang berdiri di sebelah narasumber berkacamata nya.

"Sumimasen. Apa pendapatmu mengenai All Might-.. Are? Kau sepertinya bukan orang Jepang?" Tanyanya pada Azizah yang kakinya mulai bergetar sedikit dengan banyak pasang mata yang menatapnya.

"E-Etto... Haik, saya bukan orang Jepang... Cuma murid pertukaran pelajar dari Indonesia yang masuk prodi pahlawan." Jawabnya lancar, walaupun suaranya tetap tenang tapi kakinya sudah gemetaran dibalik rok panjangnya dan Iida menyadarinya.

"Sokka, jadi bagaimana menurutmu, sebagai seorang pelajar asing dengan pembelajaran All Might di sini?" Tanya wartawan wanita itu lagi.

"E-Etto..." Semua mata para wartawan masih menatapnya, dan itu semakin membuat kakinya bergetar cepat.

'Oh, ayolah! Aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi dengan semua tatapan ini! Ya Allah, tolonglah hambamu ini!' batin Azizah menjerit, tidak tahu harus melakukan atau menjawab apa lagi.

"Azizah!" Tiba-tiba, Iida menepuk pundaknya perlahan.

"Sebentar lagi bel masuk berbunyi! Kita harus cepat pergi ke kelas sekarang kalau tidak mau terlambat!" Usul Iida sambil menggerakkan kedua tangannya ala robot.

Muslimah itu pun berhasil menoleh ke arah temannya dan perlahan menganggukkan kepala.

"H-haik.. Ayo kita pergi, Iida." Azizah pun tersenyum kecil, mengatur nafasnya sebentar dan melanjutkan langkah.

"C-chotto..! Hey! Kami belum selesai..!" Teriak tidak terima dari salah satu wartawan yang ditinggal masuk oleh mereka.

Akhirnya begitu mereka sudah cukup jauh dari para wartawan, Azizah bisa menghela nafas lega.

My Dream Is To Become A Muslim HeroineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang