part 22

2.2K 170 5
                                    

Baru saja tangan Tono akan menyentuh bahu Nunung, tiba-tiba tubuh itu berbalik dan saat itulah Tono melihat pemandangan yang sangat mengerikan.

"Aaaaaa!"

Wajah Nunung terlihat sangat pucat dengan mata yang keseluruhannya berwarna putih. Bibirnya menyunggingkan senyum lebar yang terlihat menakutkan.

"Nung ... ka--kamu ...,"

"Mas?"

Degh!

Tono terdiam saat mendengar suara istrinya terdengar di balik punggungnya.

"Mas? Kamu kenapa teriak?"

Dada Tono bergemuruh kencang. Jika yang di balik punggungnya itu adalah suara Nunung, lantas siapa wanita yang berada di hadapannya itu?

Pluk!

"Astaga!" Tono sontak memutar tubuhnya saat ia merasakan tepukan di bahu sebelah kanannya.

Matanya seketika melotot saat mendapati Nunung sedang menatapnya dengan heran.

"Ka--kamu, Nung," Tono terbata.

"Lah, iya ini aku, Mas. Kamu ngapain kek orang yang ketakutan gitu,"

Dengan nafas yang masih tersengal dan dada yang naik turun, Tono kembali menggerakkan kepalanya ke arah tempat tidurnya dan ...

Kosong!

Wanita yang mirip Nunung tapi bermata putih itu telah hilang!

"Mas! kamu kenapa sih? kok jadi kek orang linglung begini?" Nunung menggoyang-goyang tubuh suaminya, tapi Tono masih terdiam. Ia shock melihat penampakan tepat di depan matanya.

Tanah yang ia pijak rasa bergetar, kaki yang ia pakai untuk berdiri terasa lunglai tiada bertenaga.

Tono akhirnya menjatuhkan bokongnya di pinggir ranjang dan menatap nanar ke arah jendela.

Ia sama sekali tak menatap ke arah istrinya. Rasa takut masih menggerayangi isi kepalanya. Bagaimana jika yang berada di sampingnya ini juga bukan Nunung?

Masih terekam jelas bagaimana wajah wanita yang menyeringai kepadanya tadi. Wajah pucat dengan senyuman yang lebar seolah sedang mengejeknya.

"Mas! kamu kenapa, sih! seperti baru melihat hantu!" Nunung yang sedari tadi mengoceh akhirnya tak mampu menahan emosinya melihat Tono yang diam membisu.

Tono menggerakkan kepalanya ke arah Nunung yang menatapnya gusar.

"Ono opo toh, Nung. Kenapa berisik sekali?" tiba-tiba saja Sumini sudah berada di ambang pintu kamar Tono dan Nunung, menatap khawatir kearah Nunung. Ia langsung melangkahkan kaki ke arah kamar saat mendengar suara Nunung yang terdengar lantang.

"Ini toh Bu, Mas Tono. Tadi kan Mas Tono teriak. Nunung masuk kamar, Mas Tono diam aja. Di tanyain juga cuma bengong, Bu," adu Nunung kepada Sumini.

Wanita renta itu mengalihkan pandangan ke arah anaknya yang tampak ketakutan.

Ia lalu melangkahkan kaki ke arah Tono dan duduk di samping laki-laki yang tubuhnya masih gemetar itu.

"Koe kenapa, Ton? cerita karo Ibu, Ibu pasti bisa bantu," Sumini dengan lembut mengelus bahu Tono, membuat laki-laki itu menatap ke arah ibunya dan mulai menghela nafas dalam.

"Tadi Bu, di sini Tono melihat Nunung sedang duduk membelakangi Tono. Tono pegang bahunya dan begitu dia memutar tubuh, mukanya Nunung itu pucat dan matanya putih keseluruhan," jelas Tono dengan wajah masih ketakutan.

"Nggak mungkin Mas, Nunung dari tadi duduk di depan teras kok. Kesel karena Mas suruh Nunung nemuin Pak Ustadz. Nunung kan enggak kesurupan," cerocos Nunung sembari melipat tangan di dada.

"Makanya Nung, kamu kan ga mungkin matanya putih semua gitu. Berarti itu makhluk halus," jawab Tono seraya menatap kesal istrinya.

"Wah, kalau memang iya, kenapa Mas marahnya sama Nunung? salahin makhluknya-lah, kok malah jadi Nunung yang di salahin," Nunung mencebik, tak terima di salahkan Tono.

"Lha iya, mungkin ini ada hubungannya sama Kamu, Nung. Semenjak kamu mandiin mayit, rumah jadi horor, kamu ga usah ikut Ibu lagi, deh. Kamu beda sama Ibu," Tono yang tersulut emosi begitu saja mengucapkan kalimat itu tanpa mempedulikan perasaan istrinya.

Nunung terpaku. Tak mampu berucap apa pun. Apa salahnya ia membantu memandikan mayat? dan menjadi perantara arwah?

"Husst, jangan ngomong sembarangan, Ton. Bukan salah Nunung. Bukankah memandikan mayat adalah fardu khifayah? seharusnya kamu bangga, Ton,"

"Tidak semua orang mau menjadi pemandi mayat. Semua ini bisa di bicarakan. Kamu harus sabar," lantang Ibunya Tono berucap. Tak terima dengan ucapan anaknya.

"Nung ... kamu nurut sama Ibu, nggih. Besok ikut Ibu ke kampung sebelah. Kita ketemu sama Ustadz kenalan Ibu. Kita tutup mata batin kamu biar kamu ga lagi di temui sama jin. Kamu jangan tertipu Nung, biarpun dia menyerupai orang yang kita kenal, tapi belum tentu itu memang arwah si mayit. Percayalah, Nung, biar tenang kamu," saran Sumini.

Nunung hanya mampu terdiam. Menelaah semua ucapan mertuanya itu. Apa benar yang di katakan mertuanya itu? jika yang datang itu bukan Mira? melainkan jelmaan Jin yang menyerupainya?

"Iya, Bu. Nunung mau," jawab Nunung pada akhirnya.

Sumini mengangguk dan kemudian mengangkat tubuhnya. Namun, sebelum ia beranjak keluar dari kamar, ia sempat mengitari kamar, menangkup ke dua tangan dan dari bibirnya lirih terdengar doa.

Kamar yang semula hangat perlahan kembali terasa sejuk seperti sedia kala.

"Wes, makhluknya sudah pergi. Kamu bisa istirahat dulu, Tono. Besok antarkan Nunung ke desa sebelah. Jangan malam-malam, takutnya nanti kalian diganggu," pesan Sumini yang akhirnya diangguki Tono dan Nunung.

Selepas kepergian ibunya, Tono membaringkan tubuhnya dan bergolek ke arah kiri, menghindari tatapan mata dengan Nunung.

Sedang Nunung masih terlihat kesal dengan suaminya, ia merasa disalahkan atas hal yang tidak ia lakukan.

Nunung memilih untuk keluar dari kamar, melangkah ke arah dapur dan menyeduh teh.

Saat ia sedang menyeduh teh, ia mendengar suara ribut-ribut di luar. Secepat kilat Nunung berlari ke arah luar dan melihat orang berlarian.

Bukan cuma Nunung, Tono dan Sumini pun ikut keluar dan berdiri di teras.

"Ono opo toh, Ton. Kok ribut-ribut jam segini?" tanya Sumini saat berada di samping anaknya.

"Mboh, Bu. Tono lihat dulu," sahut Tono. Ia berlalu begitu saja tanpa sedikitpun mengindahkan Nunung yang saat itu hanya menatapnya dengan tatapan hampa.

Ia tahu saat itu Tono sedang marah padanya, tapi apakah pantas jika Tono sama sekali tidak menggubrisnya?

"Yo wes, Nung, kita masuk, yuk. Dingin di luar," ajak ibu mertuanya.

Nunung menurut dengan hati mencelos. Perlakuan suaminya sungguh membuatnya terluka.

Ia masuk ke dalam rumah, kembali menuju dapur dan mendekati cangkir teh yang tadi sempat ia seduh.

Baru saja ia akan menyeruput teh buatannya, kembali ia mendengar teriakan dari arah luar.

Bunyi sirine mobil polisi tak lama pun terdengar. Nunung pun cepat-cepat meletakkan kembali cangkir tehnya dan berlarian ke arah teras, disusul dengan ibu mertuanya yang juga lari dengan tergopoh-gopoh dari arah kamar.

Mata Nunung terbelalak saat melihat suaminya...

Mandiin MayitWo Geschichten leben. Entdecke jetzt