part 9

3.1K 194 1
                                    

Baru saja 7 langkah mereka meninggalkan kuburan Marjohan, tiba-tiba...

Duarrr!

Terdengar suara ledakan dari arah kuburan Marjohan. Tiara yang saat itu baru saja membalikkan tubuh langsung terpaku. Ia lalu melangkah dan mendapati kuburan suaminya berasap.

Sontak, semua orang yang berada di sana langsung melangkah ke arah kuburan dan menatap kuburan Marjohan yang retak dan mengeluarkan asap.

"Astaghfirullah," seru orang-orang itu secara bersamaan.

Mereka menatap nanar. Tak ada yang berucap. Semua orang larut dalam pikiran masing-masing.

Tiara hanya mampu menangis. Di bantu dengan keluarganya, Tiara pun pulang kembali ke rumah bersama warga yang mengantarkan jenazah suaminya.

Kepergian Marjohan menjadi pelajaran bagi orang-orang lain yang melihatnya.

Entah apa yang terjadi di bawah sana, orang-orang hanya melihat kuburan yang retak dan juga asap, tapi tentu tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya di dalam sana.

Tiara merasa langkahnya semakin berat. Jika bisa, ia ingin berada di samping kuburan suaminya yang sudah terkubur di bawah sana.

Serasa separuh nyawanya melayang, kaki serasa tak menapak di tanah yang ia pijak. Pikirannya membumbung, bagaimana ia bisa melalui hari-hari tanpa suaminya?

"Sabar Tiara, ini mungkin sudah menjadi jalan suamimu, terus semangat ya, Tiara, ingat anakmu," saudara yang saat itu membantu menopang tubuhnya berusaha untuk menenangkan Tiara yang masih terisak.

"Aku tak tahu harus apa, kematian Mas Marjohan membuatku berspekulasi buruk tentangnya. Sebenarnya apa yang sudah suamiku lakukan?" Tiara menghentikan langkah dan menatap sendu saudaranya saat itu berada di sampingnya.

"Sudah, doakan yang terbaik untuk suamimu. Mudah-mudahan Dia tenang di alamnya. Dan kamu lanjutkanlah hidupmu, jangan buat dirimu berlarut dalam kesedihan. Kamu bisa Tiara, ingat anakmu,"

Tiara terdiam mendengar perkataan saudaranya itu. Ia pun tersadar bahwa sejatinya di dunia ini ia tidak sendiri. Wanita beranak satu itu menghela nafas dalam, dan mengangguk pelan.

Ia pun akhirnya kembali pulang ke rumah bersama dengan warga lainnya. Berusaha sekuat tenaga untuk melupakan perih yang  saat ini sedang berkecamuk di dalam hatinya. Ia ingin menapaki hidup dan menatanya kembali bersama anaknya, pelita hidup satu-satunya yang ia punya.

***
Tono yang sedang tertidur pulas tiba-tiba tersentak. Ia seperti mendengar suara teriakan istrinya.

Laki-laki bertubuh sedang itu mengerjakan matanya dan menatap ke samping, di mana tadi istrinya tidur di sebelahnya.

"Nung ... Nunung!" panggilnya saat mendapati istrinya sudah tidak ada di sampingnya.

Sontak, Tono langsung bangkit dan matanya menatap ke sekitar. Istrinya memang tidak berada di ruangan kamarnya.

Perasaan yang tiba-tiba tidak enak. Merasa ada yang tidak beres, langsung bergeser ke ujung ranjang dan berdiri.

Tak ingin membuang waktu, Tono pun mencari istrinya keluar dari kamar.

Mencari ke ruang tamu tidak ada, ruang keluarga dan dapur pun tidak ada.

"Ke mana kamu, Nung?" Ia berujar pada dirinya sendiri. Frustasi mencari istrinya yang tak kunjung ia temukan.

"Apa mungkin ia ke toilet?" imbuhnya seraya mengangkat kakinya dan melangkah menuju pintu dapur untuk mencari keberadaan istrinya di luar.

Seperti dugaannya tadi, pintu belakang memang tidak terkunci. Itu semakin membuatnya yakin jika saat itu istrinya tidak berada dalam rumah melainkan di luar.

Mandiin MayitTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon